Nambang, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan aktivitas menyeberangi sungai naik perahu rakit atau getek.
Penyeberangan dengan perahu ini dilakukan karena ketiadaan jembatan
penyeberangan dan terlalu jauhnya rute yang harus dilewati untuk memutar demi mencapai
titik seberang sungai yang ingin dituju. Untuk mempersingkat waktu dan
memangkas jarak memutar, adanya ‘kapal feri’ berupa perahu tambang ini
sangatlah bermanfaat.
Perahu yang digunakan untuk nambang biasanya berupa rakit
atau getek. Getek atau rakit adalah
perahu tradisional yang disusun dari bambu. Tapi tak jarang beberapa
‘penambang’ menggunakan jukung sebagai perahunya. Rakit sendiri biasanya ditopang
dengan tong tertutup sebagai ruang udara supaya tetap mengapung. Rakit tambang
ini sangat kuat. Bisa mengangkut banyak orang, bahkan kendaraan bermotor. Bila
perahunya besar, nambang juga bisa mengangkut mobil.
Istilah nambang berasal dari kata tambang yang artinya tali
kekang yang besar dan kuat yang biasanya dipakai untuk lomba tarik tambang. Dulunya,
para nahkoda perahu tambang ini menggerakkan perahunya dengan menarik tali
tambang untuk mencapai seberang sungai.
Kini di zaman modern, para penyedia jasa penyeberangan
sungai dengan perahu ini lebih memilih menggunakan diesel untuk menggerakkan perahunya
dan tak lagi menggunakan tali tambang saat beroperasi. Peralihan metode
penggerak penyeberangan ini tidak serta merta menjadikan ‘ndiesel’ untuk
menggantikan istilah ‘nambang’. Hingga kini, aktivitas penyeberangan ini masih
populer menggunakan istilah nambang.
Aktivitas nambang kini sudah jarang dilakukan oleh
pendududuk perkotaan, mengingat mereka sudah memiliki kendaraan sendiri dan
sudah sangat majunya infrastruktur yang tersedia. Nambang masih banyak
dilakukan di desa atau wilayah yang biasanya tidak terdapat jembatan
penyeberangan yang layak.
Salah satu titik penyeberangan sungai dengan perahu yang
masih eksis adalah Tambangan Mireng di Desa Mireng Megaluh Jombang. Tambangan
Mireng ini berada Jl. Tambangan yang berlokasi di tepian sungai yang sudah
lengkap dengan dermaga untuk pendaratan jukung milik pak nahkoda perahu
tambang. Aktivitas penyeberangan tidak lagi dilakukan dengan menarik tambang,
tapi dengan diesel dan dayung.
Hanya dengan tarif Rp. 2500,- per orang, kita bisa
menikmati suasana menyeberangi sungai. Beberapa orang bahkan membawa hasil bumi
kebunnya dengan mengendarai motor ketika naik perahu tambang.
Sungai yang diseberangi adalah Sungai Brantas, yang
merupakan sungai terbesar di Jawa Timur. Kondisi sungai tampak bersih, airnya
keruh pertanda membawa endapan lumpur yang subur. Pemandangan sepanjang sungai
tampak indah, sepertinya penduduk sekitar cukup paham akan konsep
kelestarian sungai.
Dulunya, Sungai Brantas berukuran dua atau tiga kali lebih
besar dari ukuran yang sekarang. Pendangkalan serta material sungai yang
terbawa hanyut oleh aliran air membuat ukurannya menyempit menjadi seperti
sekarang. Namun meski ukurannya agak mengecil, Sungai Brantas tetap menjadi
yang terbesar di Jawa Timur.
Sungai Brantas, adalah jalur transportasi utama di masa
kerajaan kuno di Jawa Timur. Dulunya, Selain lebih cepat, jalur darat dulunya
masih berupa hutan belantara sehingga sangat berbahaya untuk dilalui. Kerajaan
yang menggunakan Sungai Brantas sebagai jalur transportasi utama diantaranya
Kerajaan Mataram Kuno dan Kerajaan Majapahit.
Megaluh, tempat dimana Tambangan Mireng berada, dulunya
adalah dermaga yang ramai karena menjadi lokasi pelabuhan kapal-kapal di masa
Kerajaan Mataram Kuno. Memang, Megaluh dulunya adalah salah satu kota penting
di masa kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sindok itu, selain Watugaluh yang
menjadi ibukota kerajaannya. Bisa jadi, Mireng dulunya juga salah satu titik pendaratan kapal-kapal kuno tersebut.
Aktivitas penyeberangan di Sungai Brantas ini masih aktif
dilakukan penduduk, mengingat belum adanya jembatan yang menghubungkan kedua
titik. Sebenarnya ada jalan menuju seberang sungai, namun lokasi jembatan
terlampau jauh sehingga harus mengambil jalur memutar. Selain mengakibatkan
jarak tempuh yang lebih panjang, tidak adanya efisiensi waktu. Karena nambang dirasa
lebih praktis, banyak penduduk yang masih menggunakan jasa ini.
Sebenarnya dari aktivitas nambang ini, selain menyeberangi
sungai kita bisa juga menikmati keindahan pemandangan perairan yang bersih
tentunya. Selain sebagai sarana cuci
mata yang murah, menikmati indahnya pemandangan perairan juga membuat kita bisa
mengamati habitat sungai dan sekelilingnya.
Banyak tanaman yang tumbuh di
sepanjang sungai, termasuk bunga bintang yang begitu indah dan unik yang
merupakan bunga favorit Jombang City Guide selain Bunga Jombang. Selain berwisata
menyeberangi sungai, kita juga bisa thenguk-thenguk di pinggir sungai. Bersantai dan memandangi sungai, termasuk suatu hal yang mungkin sudah jarang Jombang City Guide lakukan
karena kesibukan mencari nafkah di weekdays.
Kita juga sekaligus menapak tilas masa-masa dimana sungai
ini berjaya sebagai jalur transportasi utama pelayaran. Bayangkan, kapal-kapal
perdagangan dan kerajaan berlalu-lalang dan berlabuh di dermaga ini. Miriplah
seperti Raja Hayam Wuruk Sang Prabu Wilwatikta pulang dari Blitar dan mendarat
di Bekel-Perak, tak jauh dari Megaluh. Sang Baginda melalui Sungai Konto dengan
mengendarai jukung yang aliran sungainya bermuara di Sungai Brantas.
Menyeberangi Brantas di Mireng dengan getek berupa jukung
ini juga bisa menjadi sebuah edukasi dan wisata pengenalan bagi anak-anak mengenai moda
transportasi tradisional di masa lampau. Biasanya anak-anak perkotaan di zaman
modern sudah jarang yang mengetahui eksistensi jasa penyeberangan sungai dengan
menggunakan perahu ini.
Selain itu, aktivitas warga setempat bisa menjadi edukasi
untuk anak-anak mengenai habitat tepian sungai maupun pengenalan lingkungan.
Tampak beberapa penggembala sedang menggiring kambingnya di titik yang berbeda.
Ini juga bisa menjadi sarana pengenalan hewan bagi bayi maupun anak-anak yang
turut serta dalam ‘wisata sederhana’ ini.
Meski belum seindah wisata naik cruise melintasi Selat
Bosporus di Turki, kegiatan menyeberangi sungai dengan perahu tradisional bisa
menjadi jujugan wisata baru untuk masyarakat. Seandainya dikembangkan lebih
lanjut, Wisata naik perahu menyeberangi sungai ini bisa dikembangkan lagi secara
swadaya. Mengingat tren banyaknya tempat wisata yang bermunculan dan digagas
oleh warga sendiri.
Di Jember, penyeberangan dengan rakit ini dikemas
sedemikian rupa hingga menjadi sebuah jujugan wisata yang menarik. Wisata
perairan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap bisa menjadi daya
tarik yang mendatangkan banyak keuntungan. Misalnya masing-masing penumpang
disediakan pelampung untuk keselamatan, meski penyeberangan relatif aman. Para
penumpang duduk berderet di kursi yang ada di rakit yang sudah dihias sebagai
‘pemanis’ kegiatan wisata.
Selain banyaknya manfaat dari kegiatan yang sepele ini,
wisata menyeberangi sungai adalah salah satu low budget tourism yang cukup seru dilakukan. Anak-anak yang turut
serta dalam rombongan Jombang City Guide senang sekali dengan kegiatan ini.
Di Desa Mireng, juga terdapat reruntuhan Candi Mireng yang
merupakan candi pendermaan Lembu Tal, kakek buyut dari Prabu Hayam Wuruk. Mireng
juga tak jauh dari Kompleks Petilasan Damarwulan yang masih dalam satu area
Kecamatan Megaluh. Jadi tak rugi menuju kesini karena dalam satu area ada
beberapa jujugan yang lokasinya berdekatan dan bisa dikunjungi.
Semoga dengan ditulisnya artikel ini, bisa menjadi
inspirasi masyarakat untuk memanfaatkan hal sederhana sebagai hiburan yang
mungkin sudah jarang dilakukan dan didapat di zaman modern.
Wisata Naik Perahu Nambang Mireng
Jalan Tambangan Desa Mireng
Kecamatan Megaluh – Kabupaten Jombang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar