Rabu, 05 April 2017

Wana Wisata Gua Jepang : Wisata Sejarah Sambil Cuci Mata dan Berfoto Ria


Goa Jepang di Alas Gedangan, yang dulunya dijadikan tempat persembunyian senjata tentara Jepang sekarang dijadikan tempat wisata yang menarik untuk kalangan muda. Pihak Perhutani selaku pengelola menggandeng karang taruna setempat untuk menyulapnya menjadi destinasi wisata baru yang tak hanya menyuguhkan nilai sejarah tapi juga rekreasi yang digandrungi anak muda masa kini. Kids Jaman Now gitu loh.



Alas Gedangan, masuk dalam wilayah kecamatan Mojoagung. Lokasinya yang berada di jalur menuju Wonosalam membuat Wana Wisata Goa Jepang ini sering dikira bagian dari Wonosalam. Memang, lokasinya hanya setengah kilometer dari perbatasan Mojoagung-Wonosalam, dan hanya 8 kilometer jaraknya dengan Bukit Hijau Pinus yang menyajikan destinasi wisata sejenis. Bedanya, di Gua Jepang ini terhampar pepohonan Jati, sehingga layak pula disebut Bukit Jati.

Tentara Jepangnya sudah minggat karena kalah perang

Seperti di Taman payung tapi versi bola

Pagar Bambu

Dinamakan Alas Gedangan, karena lokasinya yang berada di hutan yang terhampar di daerah Gedangan Mojoagung, yang merupakan bagian dari tanah Perhutani. Gedangan ini juga merupakan pintu masuk ibukota kerajaan Majapahit bagian timur yang berada di Jombang.

Bukit Jati

View Jurang

Untuk menuju tempat wisata yang terletak di bukit yang dipenuhi pohon jati ini sangat mudah dan bisa dicapai dengan mobil. Dari pertigaan terminal Mojoagung yang ada Menara Air adik kecil watertoren Ringin Conthong itu, kita kearah selatan. Sebelum jembatan besar, ada pertigaan Mojolegi, kita belok kiri mengikuti rambu penunjuk arah yang menyatakan arah menuju Wonosalam dan Agrowisata Panglungan.

Jalan menuju lokasi sudah aspal

The Gate

Lurus terus hingga berjumpa dengan jalan bercabang, kita ambil arah kanan. Ikuti arah jalan hingga habisnya rumah-rumah penduduk, berarti kita sudah masuk Alas Gedangan. Lanjut ikut arah jalan hingga kita bertemu dengan gapura di kiri jalan  yang sudah dihias bertuliskan “Selamat Datang di Wana Wisata Goa Jepang” yang menandakan kita sudah tiba di lokasi.

Gerbang di pinggir jalan aspal


Untuk masuk ke tempat wisata naungan Perhutani ini, kita kini diwajibkan membayar Rp. 5000,- per orang yang dibayarkan di loket masuk di sebelah gapura. Bayi dan anak-anak digratiskan, termasuk yang dibawa Jombang City Guide.

Loket


Parkir roda 4

Tarif parkir untuk mobil seharga sepuluh ribu rupiah dan motor separuhnya. Petugas yang berjaga di lokasi adalah karang taruna setempat, dan seluruh tiket hasil parkir dan karcis masuk diserahkan ke PLH Perhutani sebagai pihak pemilik lokasi wisata.


Parkir Sepeda Motor


Wana Wisata Gua Jepang yang merupakan destinasi utama di tempat ini, kini dilengkapi dengan spot foto dan rumah kayu serta berbagai infrastruktur lain yang memungkinkan membuat lokasi ini makin populer.

Rumah Kayu



Sambil Ngupil
Kayunya agak kurang halus, awas telusupen
Menuju Spot Selfie
Menuju area selfie

Gardu pandang sebagai spot foto ini kini lebih populer dibandingkan Gua Jepangnya sendiri, karena pengunjung lebih memilih untuk berfoto ria di spot selfie sedangkan tak banyak yang mau turun karena medan yang terjal dan yah.. tau sendiri lah namanya gua…. Bismilah dulu…

Nongkrong





Spot Foto ini terdiri dari banyak gardu pandang, dimana di Wana Wisata Goa Jepang ini menyuguhkan pemandangan latar jurang yang terhampar di sejauh mata memandang, sebagai view dari hutan pegunungan Anjasmoro. Memang, lokasi Wana Wisata Gua Jepang ini ada di lereng yang di bawahnya menuju jalan masuk ke Gua Jepang.


Bunga Ungu di tengah hijaunya hutan

Deretan Gardu Pandang untuk berfoto ria

Gardu Pandang yang tersedia di sini salah satunya di balkon bambu yang biasa dijadikan foto sambil bubuk di hammock. Di sini hammock akan dipasang oleh petugas bila kita memesannya. Cukup dengan membayar Rp. 3000,- kita bisa berfoto dengan gaya ala Bibi Lung-nya Yoko. Xixixix….. Awas Ceblok.


Mengambil gambar di balkon Hammock tanpa hammock

Berfoto di hammock agak spesial dan harus membayar karena perlu pendamping sebagai bagian dari faktor keamanan sebab lokasi berada di bibir jurang.

Ayunan Jomblo : Sayangnya saya bukan Jomblo lagi





Karena lokasinya yang berada di bibir jurang, para pengunjung juga harus berhati-hati karena untuk menuju lokasi gardu pandang sebagai spot foto juga agak curam. Pengunjung yang membawa anak-anak, apalagi bayi seperti yang Jombang City Guide gembol, harus ekstra hati-hati dan penuh kewaspadaan karena selain curam, tanahnya juga cukup mbreseti sehingga rawan terperosok. Selain itu saat mengambil gambar di gardu pandang, juga harus melawan rasa mbediding terutama tak adanya jaring pengaman terkait keselamatan para pengunjung.

Takut Kepreset : Ndeprok aja wes
Unicorn-Pegasus Kebles




Sedangkan gardu pandang yang lain, seperti bentuk hati, Unicorn-Pegasus yang sama sekali nggak nyambung dan aneh bentuknya, bundaran warna-warni, teratai ungu, dan sarang burung, dipasang berjajar sehingga kita bisa lebih banyak pilihan bergaya di depan kamera.



Dereta Gardu Pandang

Dulunya, untuk berfoto di setiap gardu pandang dikenai biaya Rp. 2000,-, namun kini semuanya sudah digratiskan kecuali spot foto dengan hammock. Mungkin tarif foto dengan gardu pandang ini sudah mencapai break even point dan dicover oleh tiket masuk yang dibayarkan di loket sebelah gapura.

Mas mas, ngapain?



Mbediding

Jombang City Guide mencoba hampir semua gardu pandang di sini. Berhubung ponakan Si Princess Dija agak mbediding, jadi Kakak Jombang City Guide sebagai fotografernya dan Jombang City Guide sendiri yang harus turun gunung untuk dipotret. 

Kelinci Bunga Matahari

Semeditasi
Gaya GoKong Kera Sakti

Cuit cuit... Induknya mana nih?? *oranggila*
Hanya dilakukan ahli

Abaikan badan yang makin melar, yang penting sehat. Fokus pada foto, apik yo fotone, apik yo fotone, apik yo fotone!!!!!. Hehheeh…..

Departemen Pengesahan dan Perizinan

Dalam kesempatan kali ini Jombang City Guide tidak turun untuk masuk ke Gua Jepang, karena Kepala Departemen Pengesahan dan Perizinan tidak memberikan restu. Wew… Mungkin dalam kesempatan lain, namun artikel tentang Gua Jepang bisa dicicil di sini. Tapi yang pasti, menurut Mbah Nduk, lokasi Gua Jepang ini ditemukan secara tidk sengaja ketika petugas perhutani sedang menjelajah.

Mbah Nduk


Di bawah Gua Jepang juga terdapat sungai yang bisa dikunjungi namun medannya cukup terjal sehingga banyak pengunjung yang mungkin lebih memilih untuk melewatkannya.






Fasilitas yang sudah ada di sini selain tempat parkir roda dua dan empat adalah gazebo unik untuk duduk, dan toilet yang kita perlu membayar dengan selembar dua ribu rupiah sekali masuk.



Pengunjung yang lupa tak membawa bekal namun lapar di lokasi bisa memesan makanan di waruing-warung yang ada di lokasi. Menu yang ditawarkan berkisar makanan dengan nuansa ndeso seperti nasi lalapan, pecel lele, dan sego jagung. Ada pula yang menjual bakso. Kebetulan kami hanya memesan nasi wader dan lalapan iwak kuthuk serta es janggelan yang super segar.









Lokasi Wana Wisata Gua Jepang ini terlihat gersang. Berada di hutan Jati, nuansanya berwarna coklat sehingga berkesan kering. Bisa jadi karena masih musim kemarau sehingga dedaunan berguguran, atau karena hujan masih malu-malu untuk turun membasahi bukit jati ini.

Coklat


Bebatuan


Sepertinya perhutani sebagai pihak pengelola juga tidak terlalu berambisi untuk menghiasinya dengan aneka bunga seperti yang ada di Wana Wisata Selo Ageng. Hanya bebatuan besar yang bertebaran di berbagai tempat, mungkin hasil warisan aktivitas vulkanik di masa lalu.


Batu-batu besar bertebaran


Saat terbaik untuk berkunjung ke Bukit Jati ini adalah pagi hari saat matahari terbit atau ketika dhuha. Ini disebabkan, bukit Jati diatas Gua Jepang ini menghadap ke timur dimana matahari keluar dari peraduannya. Saat itulah potret yang dihasilkan paling apik dan bisa menghasilkan warna biru untuk langit dengan awan putih berarak. Semua itu karena pencahayaannya pas, sehingga beberapa blogger menyebut Bukit Jati diatas Gua Jepang ini sebagai Bukit Sunrise.



Tentunya, sebagai pengunjuing dan wisatawan yang beradab, hendaknya kita tidak membuang sampah sembarangan, termasuk puntung rokok. Selain itu sebaiknya tidak merokok di samping anak kecil sebagai bentuk respek kita terhadap hak orang lain untuk menghirup udara segar di ruang terbuka.


Dunia pariwisata Jombang yang sebelumnya agak lesu, kini makin menggeliat. Wana Wisata Goa Jepang salah satunya, selain bisa menikmati pemandangan hijaunya hutan pegunungan Anjasmoro, berfoto ria, kita juga bisa berwisata sejarah napak tilas sisa Perang Dunia II. Plesir budget murah, cuci mata tapi juga tambah pinter dan sambil berfoto ria.



Sssst.... adik bayinya bubuk!
Wana Wisata Goa Jepang
Alas Gedangan, Mojoagung, Jombang
Buka Setiap Hari
Mulai pukul 06.00 – 17.00 WIB



Gua Jepang Alas Gedangan : Persembunyian Senjata Tentara Nippon

Menurut KBBI, penulisan yang benar adalah Gua, bukan Goa
Dan harusnya ditulis 'ke arah', bukan 'kearah'

Wana Wisata Gua Jepang Alas Gedangan Mojoagung memang menyajikan dua jenis wisata sekaligus. Pertama adalah wisata sejarah gua tentara Jepang yang dulunya merupakan tempat persembunyian senjata Nippon. Kedua, wisata panorama hutan dan jurang yang bisa dijadikan tempat pemotretan ataupun  foto selfie. Spot selfie dengan view jurang, sudah dibahas Jombang City Guide di postingan Cuci Mata di Wana Wisata Gua Jepang.

Pohon Ungu di tengah Pepohonan Hijau


Sejak dibuka untuk umum sekitar awal 2017 lalu, pengunjung memang lebih banyak meakukan foto selfie di beberapa gardu pandang yang sudah disediakan. Sedangkan wisata sejarahnya yang berupa guanya sendiri, sedikit terlupakan.


Di dekat Area Selfie Gua Jepang, sudah ada papan penunjuk arah dan jalan kecil menuju ke gua. Jangan harap ada trotoar yang apik dan unyu-unyu seperti di Ekowisata Banyumili ketika menyusurinya. Jalannya terjal dan curam, rawan mbreseti pula. Jadi kunjungan langsung ke spot gua-nya mungkin tidak direkomendasikan untuk membawa anak kecil.


Memang, lokasinya cukup sulit dicapai meski pihak Perhutani sudah cukup memangkas pepohonan yang menghalangi jalan ke lokasi. Karena medan yang terjal dan cukup mbreseti, sehingga wisata Gua Jepangnya sendiri jarang yang mengunjungi.


Gua Jepang, hampir sama seperti gua-gua pada umumnya yang merupakan ceruk atau lubang yang berada di kaki bukit atau pegunungan. Di depan gua ada sungai kecil yang mengalir jernih yang sepertinya bisa dijadikan wahana kecek mengingat masa kecil yang terlalu bahagia. 


Di dalam Gua Jepang Alas Gedangan sendiri tidak terdapat stalaktit dan stalakmit layaknya Gua Maharani yang terkenal itu. Meski hanyalah sebuah gua biasa, namun nilai sejarahnya yang luar biasa. Sebagai tempat persembunyian, tentunya Gua Jepang letaknya juga harus tersembunyi sehingga tidak mudah ditemukan siapapun.



Gua Jepang ini awalnya ditemukan oleh petugas Perhutani yang sedang menjelajah hutan lindungnya. Tak sengaja ketika ‘mbabat alas’, petugas tersebut menemukan sebuah liang yang cukup sulit dimasuki. Curiga atas penemuannya, dengan berhati-hati petugas tersebut memasuki liang yang hanya cukup dimasuki satu orang itu.

Tak disangka ketika masuk ke dalamnya, gua itu begitu besar dan cukup untuk banyak orang. Selain itu ditemukan juga beberapa perlengkapan persenjataan yang berlabel matahari, sehingga dipastikan dulunya milik tentara Jepang.


Indonesia atau ex-Hindia Belanda, ketika itu memang tidak ikut serta dalam Perang Dunia Kedua. Namun, sebagai jajahan Jepang, Indonesia harus berpartisipasi dalam suplai amunisi senjata dan berbagai kelengkapannya. Salah satunya programnya dengan menanam pohon jarak sebanyak-banyaknya untuk minyak pelumas persenjataan.

Karena seluruh lahan ditanami pohon jarak untuk kepentingan peperangan, sehingga tidak ada padi atau bahan makanan yang bisa dimakan. Sehingga paceklik sandang dan pangan sempat dilanda Indonesia kala itu.


Masih ingat kisah almarhum Kakek Jombang City Guide yang mengenang pilunya penjajahan Jepang kala itu. Kala itu, kapas untuk serat tekstil tidak lagi ditanam, karena semua lahan dipakai untuk menanam jarak. Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan sandang, semua jenis bahan dipakai termasuk goni yang banyak kutunya itu dan karet yang naudubilah berat dan panasnya. Beliau ingat betul betapa gatalnya memakai celana dari bahan goni, dan baju dari bahan karet karena sulitnya mendapatkan pakaian. Jepang mah mana ngurus, yang penting perang, perang, perang!

 

Sebagai jajahan yang wilayahnya paling dekat dengan Samudera Pasifik, tentara Jepang sepertinya menggunakan Indonesia sebagai transit. Rupanya, setelah penemuan banyaknya persenjataan yang disimpan di gua-gua Indonesia, yang salah satunya di Alas Gedangan Mojoagung-Jombang, Indonesia juga merupakan tempat penyimpanan amunisi.


Setelah ditemukannya gua gudang senjata ini, kemudian pihak Perhutani membersihkan lokasi dan menjadikannya tempat wisata. Di dalam gua sendiri tak luput dari pembersihan, dan senjata-senjatanya kini sudah disimpan sebagai salah satu warisan sejarah kelam penjajahan Jepang di bumi pertiwi.


Menurut penuturan Mbah Nduk yang merupakan salah satu pengelola, pihak pengelola wisata Gua Jepang ini pun memberikan alas duduk berupa karpet ataupun tikar di dalamnya. Karena sudah bersih, para pengunjung bisa duduk di dalamnya dan merasakan suasana di dalam gua.

Mbak Nduk

Sebenarnya bila ditelusuri lebih lanjut, Gua Jepang ini masih memiliki banyak lorong yang panjang. Kedepannya, pihak pengelola dan Perhutani mungkin akan melakukan jelajah gua untuk mengetahui sejauh mana gua ini bermuara.

Dua Manusia pemegang ijin Departemen Pengesahan dan Perizinan Jombang City Guide

Jombang City Guide belum sempat mampir ke Gua ini secara langsung karena Departemen Pengesahan dan Perizinan belum memberikan persetujuan. Mungkin bila adik bayi sudah besar, Jombang City Guide akan menjalankan niatan ini supaya segera bisa menyajikan foto dan liputan yang lebih akurat. Doakan.


Selain itu, penulisan Goa untuk nama Goa Jepang sebenarnya kurang tepat. Dalam KBBI, tidak ada istilah Goa. Yang ada adalah 'Gua', yang artinya ceruk atau lubang yang ada di lereng gunung atau bukit. Sehingga penulisannya sebenarnya adalah Gua Jepang, bukan Goa Jepang.

Btw, Gua ini bukan istilah yang artinya aku dalam bahasa Jakarta-an lho ya. Jombang masih dalam wilayah Jawa Timur sehingga terpengaruh bahasa Suroboyoan. Nanti kalau ngomong gua-gua bisa dimaki Boyo-e Cak Ikin lho ya. Xixixixi.......
Pentingnya koreksi ini selain sebagai bentuk edukasi pada generasi muda supaya tidak menimbulkan kebingungan, juga mengingat banyaknya lokasi wisata gua yang ada di Jombang seperti Gua Sriti, dan Gua Sigolo-Golo. Mungkin pihak pengelola belum aware dengan ejaan ini, semoga kedepannya bisa segera dikoreksi. 

Sambil menunggu hasil realisasi jelajah gua lanjutan yang dilakukan pengelola dan Perhutani, Jombang City Guide berdoa, supaya ujung gua bisa ditemukan. Atau mungkin tiap lorong gua bisa saling terpaut. Besar harapan Jombang City Guide gua ini mirip dengan Kaymakli yang ada di Turki, sehingga bisa menjadi destinasi wisata gua ala The Flinstones. Semoga saja. Aamiin aamiin Yaa Robbal Alamin..







2 komentar:

  1. Nice review, Jombang city guide 👍👍👍
    Saya lg hunting tempat wisata yg dekat tapi keren buat ajak anak2 jalan2 pas liburan sekolah...dan ulasannya membantu sekali. Makasih yaaa... 😊

    BalasHapus
  2. Nice review, Jombang city guide 👍👍👍
    Saya lg hunting tempat wisata yg dekat tapi keren buat ajak anak2 jalan2 pas liburan sekolah...dan ulasannya membantu sekali. Makasih yaaa... 😊

    BalasHapus

Tentang Jombang Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...