Selasa, 09 Agustus 2016

Prasasti Kusambyan : Prasasti Grogol Peninggalan Prabu Airlangga Dirusak Hanya Demi Emas


Ada sembilan bongkahan batu yang berasal dari pecahan Prasasti Grogol. Dulunya, prasasti ini utuh seperti prasasti batu balok pada umumnya. Diperkirakan dulunya prasasti ini berbentuk balok berpuncak runcing. Sayangnya karena ketololan tingkat tinggi, oknum yang mengklaim mendapat ilham alias bisikan setan bahwa di dalamnya ada emas, akhirnya batu bertulis berisi informasi penting yang penuh sejarah itu dipecah hingga menyisakan sembilan bagian. 



Faktanya, emasnya ada atau tidak??? Jelas tidak, tapi prasasti telanjur dirusak. Entah alat apa yang digunakannya, entah pula apa yang dipikirkannya. Yang pasti pelakunya adalah oknum congok pol. Tak ada catatan apapun mengenai kapan terjadinya peristiwa pengrusakan Prasasti Grogol. Yang jelas ketika Pak Badri Sang Juru Pelihara Prasasti Grogol mulai bertanggung jawab merawat tugu batu bertulis ini, kondisinya sudah tinggal pecahan berkeping-keping.

Sebuah tugu batu prasasti jelas-jelas terbuat dari batu andesit yang diambil dari bebatuan sungai. Bongkahan bebatuan sungai itu kemudian dibentuk sedemikian rupa sesuai kebutuhan pembuatan prasasti. Bila memang batu itu mengandung unsur lain, mungkin hanya akan berupa bebatuan mulia seperti akik, granit, giok, bahkan permata. Pastinya, tidak akan mungkin di dalamnya berisi emas. Emangnya bikin dari adonan semen trus dicetak lalu dalamnya diselipin emas gitu?? Kok lalar gawe. Iyo lek lemper.


Bongkahan besarnya masih ada, dan biasanya diletakkan di atas prasasti. Pecahan kecilnya,  beberapa diantaranya mungkin sudah hilang entah kemana. Saat disusun kembali, posisinya sudah tak memungkinkan untuk ditegakkan dan jelas fragmennya tak utuh lagi. Oknum pemecah prasastinya 'begitu telaten' membelah supaya bagian tengahnya terlihat. Tujuannya jelas agar bisa menemukan logam mulia yang dicari. Jelasnya, hasilnya nihil. Kecele' berat, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tertivu itu urusan lu, tapi batu bersejarahnya jadi rusak, tak bisa dikembalikan lagi seperti asal. Sebuah harga yang tak  bisa dinilai dengan apapun.


Mencoba menyusun kembali seperti puzzle

Tak bisa... karena beberapa bagian hilang

Hanya membayangkan : tak perlu gempa dahsyat, getaran kecil pun bisa merobohkan tatanan sekenanya itu. Atau mungkin ada hewan hutan atau kucing yang melintas di tatanannya, pasti akan roboh seketika, dan tercecer di bawahnya.


Sebuah  Teka-Teki : Ada satu fragmen dengan tone kemerahan
Di antara kesedihan saat melihat kondisi prasasti yang sangat memprihatinkan dan ketakutan akan munculnya tokek penghuni sela-sela prasasti, ada satu hal yang unik yaitu diantara sembilan bongkahan kecil itu, ada satu fragmen yang berwarna agak kemerahan. Kemungkinan pertama, prasasti ini dibuat dengan bahan batuan campuran. Tapi kok cuma satu? Oh mungkin pecahan lainnya hilang. Kemungkinan kedua, satu bongkahan kemerah-kemerahan ini merupakan bagian dari prasasti lain yang tersangkut di situs Prasasti Kusambyan. Hmmm... Warnanya kemerahan, Prasasti Garudhamukha mungkin???

Atau ada kemungkinan ketiga : Berupa prasasti kemerahan yang lain lagi selain Garudamukha??

Bagian utuh hanya bawahnya sampai bagian tengah prasasti dengan tinggi sekitar 47cm, lebar 61cm dan tebal 17cm. Lapik di bagian bawahnya masih terlihat jelas dengan bentuk padmasana ganda dengan ukuran 10cm dan diameter 22cm. Jika direkonstruksi, diperkirakan Prasasti Grogol berbentuk puncak lancip seperti banyak Prasasti peninggalan Prabu Airlangga lainnya.

Bentuk padmasananya terlihat jelas

Ini... kok kayak tulisan tapi sudah aus. Tapi katanya nggak ada apa2nya...

Padahal, tulisan dalam Prasasti Grogol ini sebagian masih bisa dibaca meski sebagian lainnya aus. Huruf-huruf kunonya juga masih tampak jelas. Aksaranya terpahat pada keempat sisinya, mirip dengan guratan di Prasasti Sumber Gurit. Ada di bagian depan (recto), bagian belakang (verso), dan bagian sampingnya (margin).


Tugu batu bertulis ini terpahat aksara jawa kuno, dengan bahasa Sansekerta yang dulunya menjadi bahasa resmi kerajaan yang didirikan Prabu Airlangga. Penduduk mungkin berbahasa jawa kuno, namun bahasa resmi yang ditulis untuk segala hal menyangkut keperluan resmi kerajaan seperti berita, pengumuman, titah biasanya menggunakan Bahasa Sansekerta.



Karena bagian atas Prasasti Grogol sudah rusak, angka tahun jadi sulit dibaca. Padahal, di bagian atas inilah dituliskan penanggalan pembuatan prasasti. Miriplah dengan surat perintah di era modern yang menuliskan lokasi, hari dan tanggal di bagian atas surat. Bagian yang bisa dibaca hanya menyebut paduka dengan sebutan Sri Maharaja, tanpa menyebutkan gelarnya.


Namun bila ditelusuri dari paleografi-nya, Prasasti Grogol diperkirakan dari masa Raja Airlangga yang memerintah dari tahun 1019 M - 1041 M. Paleografi merupakan ilmu yang mempelajari tulisan kuno berikut kajian perkembangan bentuk tulisannya yang bertujuan untuk menguak rahasia tulisan kuno. Karakteristik tulisan dan aksaranya merujuk pada era Pra-Majapahit, didukung lokasi dimana prasasti berada yang kebanyakan terletak di kawasan yang didominasi oleh peninggalan Raja Airlangga.

Diterpa sinar mentari senja

Raja Airlangga memang sering mengeluarkan prasasti batu yang mungkin untuk menegaskan wilayah kekuasaan. Setidaknya, ada tujuh prasasti yang ditemukan di kawasan utara Brantas, empat diantaranya dari Jombang dari total 28 prasasti keluaran Prabu Airlanggga yang sudah ditemukan. Angka tersebut pun belum bisa dijadikan nilai pasti karena masih belum mencantumkan bakalan prasasti  dan mungkin saja ada penemuan baru selanjutnya.


Dalam buku Airlangga : Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI prasasti ini diterbitkan tahun 959 Saka yang bila dikonversikan dalam tahun masehi adalah 1037 Masehi. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Prasasti Grogol merupakan peninggalan Raja Airlangga yang juga penerus kerajaan Medang periode Jawa Timur yang bergelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramotunggadewa.


Dalam dunia arkeologi, prasasti merupakan sumber sejarah kuno bertanggal mutlak. Dengan demikian bisa untuk memperkirakan dan menanggali temuan-temuan arkeologis lain yang punya keterkaitan. Sehingga dari situ bisa ditarik kesimpulan yang mungkin bisa melengkapi satu sama lain.


Dari pembacaan epigraf prasasti yang telah dilakukan, didapat muatan prasasti yang memuat berita penetapan daerah kuno bernama Kusambyan sebagai desa sima. Disebutkan di antaranya : "..simā ri pagĕḥ makarasa sumima thāninya °i kusambyan..", yang artinya "..daerah perdikan yang ditetapkan [dan] dinikmati [tersebut adalah] daerah perdikan di Desa Kusambyan..".


Karena memuat nama daerah Kusambyan yang diperdikankan, Prasasti Grogol juga kerap disebut sebagai Prasasti Kusambyan. Statusnya pun lebih spesifik, yaitu sebagai desa sima sawah. Mungkin Prabu Airlangga memahami bahwa daerah utara Brantas ini merupakan kawasan yang subur dan potensial dalam bidang pertanian.


Penetapan daerah perdikan untuk Desa Kusambyan selain daerahnya subur juga karena rakyatnya berjasa pada kerajaan. Bentuk jasa penduduk yang dianggap memberikan sumbangsih penting bagi kerajaan mungkin tak lepas dari masa pelarian Airlangga. Setelah mendapat serangan tiba-tiba dari Raja Wura-Wuri, Sang Prabu memang melarikan diri ke banyak tempat, salah satunya ke daerah Malang. Namun dikatakan, hanya di lereng pegunungan kawasan utara Brantas inilah Sang Prabu merasa aman.



Dikatakan, kala itu kawasan ini sudah padat oleh penduduk. Raja Airlangga yang menyamar sebagai pengamen, mendirikan tempat perlindungan untuk rombongannya (yang kini masuk kawasan Sendang Made) tak jauh dari lokasi Prasasti Kusambyan. Selama tiga tahun dalam persembunyian dari kejaran musuh, Prabu Airlangga juga mendapat perlindungan dari penduduk. Bentuk upaya perlindungan inilah yang diduga menjadikan daerah setempat dihadiahi status bebas pajak dan upeti, sebagai balas budi Sang Raja terhadap jasa penduduk Desa Kusambyan.


Daerah Kusambyan sendiri, diperkirakan dari toponim sebagai bagian dari wilayah yang kini bernama Kesamben, Jombang. Lokasinya kini jadi nama kecamatan yang juga ada di kawasan utara Brantas dan masih dalam satu rute dengan Grogol di Katemas. Mungkin dulunya Prasasti Kusambyan berada di wilayah kesatuan desa kuno Kusambyan.


Menariknya, ada daerah lain yang juga mengklaim sebagai wilayah Kusambyan yang dimaksud. Ini disebabkan daerah tersebut juga punya kemiripan nama dengan Kusambyan yang disebutkan dalam Prasasti Grogol. Harus ditunggu penemuan bukti arkeologis baru yang memperkuat dugaan, sehingga misteri tepatnya lokasi Kusambyan yang dimaksud jadi lebih jelas.


Kemungkinan besar, masih banyak prasasti kuno yang belum ditemukan. Terlebih lagi, peninggalan Airlangga benda kuno seakan begitu banyak ditemukan di kawasan Gunung Pucangan yang identik denga masa Airlangga. Bisa jadi masih terkubur di dalam tanah, atau tertutup hutan belantara. Sebagian karena ketidaktahuan masyarakat, atau malah dihancurkan karena sentimen agama maupun seperti kasus khayalan tingkat tinggi yang mengakibatkan rusaknya Prasasti Kusambyan.


Berikut Pembacaan dan Alih Aksara – Terjemahan Prasasti Kusambyan :
Sisi Depan
1…. (Tidak Terbaca)
2.... bhadra rahyaŋ iwak... (.... keselamatan rahyang iwak - Arti harafiah dari rahyaŋg iwak adalah ikan yang dipuja atau ikan yang suci)
3. aṅkĕn pūrṇnama niṅ=asuji māsa. kabhaktyan nikanaŋ karamān. i kusambyan. Sapasuknya (Setiap purnama pada bulan Asuji 7, kebaktian [yang dilakukan] oleh penduduk Desa Kusambyan dan sekitarnya - Bulan Asuji jatuh pada bulan September-Oktober (Zoetmulder, 2004: 73). 72)
4. makabeḥ. mapakna paṅrana niŋ samahaywanya samanāryyā ya ta na bhadra rahyaŋ iwak. i kusambya (semua dimaksudkan untuk... sama-sama baiknya, sama-sama mulianya untuk keselamatan rahyang iwak di Kusambyan)
5. n. kaharan puṣpa palanya pacara. tila. tela. dhūpa. gandhakṣani wedyādiprakāra mūjā ([Persembahan] berupa bunga [dan] buah dilengkapi dengan wijen, minyak wijen, dupa, wangi-wangian. Kemudian para ahli weda yang utama melakukan pemujaan)
6. knanyāṅkĕn pūrṇnama ni asuji māsa. i bhadra rahyaṅ=iwak i kusambyan. maṅkana rasa ni saŋhyaŋ (setiap purnama bulan Asuji untuk keselamatan rahyang iwak di Desa Kusambyan. Demikian maksud dari penghormatan)
7. nikanaŋ karamān i kusambyan sapasuknya makabeḥ i pāduka śrī mahārāja kunaŋ saṅkā (penduduk Desa Kusambyan dan sekitarnya semua kepada Pāduka Śrī Mahārāja. Adapun sebabnya [adalah])
8. ri gĕŋ ni karuṇyānumoda śrī mahārāja samaŋhyan nikanaŋ karamān i kusambyan maka (besarnya kemurahan hati [dan] restu Śrī Mahārāja kepada permohonan penduduk Desa Kusambyan. Adapun )
9. hetu ri kadonani mahābhāra ni giṇatāyotsāhanyan tanakapālalaṅala suṣṭu bha (. alasan dari tujuan yang sangat penting [adalah] keunggulan [dan] kekuatan yang tidak terhalang [dan] kesetiaan yang tidak tergoyahkan)
10. kti dāśabhuta sakacumba. makatoŋ swajīwītanyan pamrihakĕn pāduka śrī mahārāja (oleh daśabhuta (sepuluh unsur jasmani), menyayangi (?), menghormati [sang raja] dengan hidupnya sendiri [dan selalu] berjuang untuk Pāduka Śrī Mahārāja [ketika] melakukan)
11. riŋ samarakāryya. ṅūni ri kāla nikanaŋ śatru si cbek an tamolaḥ madwal makadatwan (peperangan dahulu, pada saat musuh si Cbek terus menerus merusak keraton Bedander)
12. i madanḍĕr. yatika nuwuhakĕn pūrwwas[th] aṇā sama sama ri manaḥ nilwu ni pāduka śrī mahā (di Madaṇḍĕr. Itulah [alasan] membangun [kembali] keraton yang lama sama seperti dengan semangat Pāduka Śrī Mahā-)
13. rāja. kāratonyan i ---- ------ ta samaŋhyaŋ nikanaŋ karamān i kusambyan sapasak=thani 2 (rāja. Keratonmya di... yang dipuja oleh penduduk Desa Kusambyan dan sekitarnya)
14. kabeḥ. de śrī mahārāja makaciḥna ri samaŋhyaŋ wineḥ makmitana saŋhyaṅ=ājñā haji prasasti (semua. Oleh Śrī Mahārāja yang dipuja itu ditandai [dengan] diberi pelindung [berupa] saŋhyaṅ=ājña haji prasasti)
15. simā ri pagĕḥ makarasa. sumima thāninya i kusambyan maŋkananyana bhadra rahyaŋ 2 Baca: sapasuk=thani. (Daerah perdikan yang ditetapkan [dan] dinikmati [terrsebut adalah] daerah perdikan di Desa Kusambyan. Demikianlah keselamatan rahyang [iwak].)


Sisi Belakang
1.... rakryan pa... (.... [rakrya]n...)
2. hamba rakryan. stri haji. ma... (... hamba rakryan 8 Dalam Zoetmulder (2004:242), kata dwal, dol berarti barangbarang dagangan; madwal, adol: berjual, dan madwal, adol: berjual, sementara dalam Mardiwarsito (1978: 66) mempunyai dua pengertian dari akar kata dwal, pertama angdwal: pedagang, saudagar, berjualan; dumwal: menjual dan yang kedua berarti rusak, buruk. Dalam konteks kalimat ini, lebih tepat jika kata madwal diterjemahkan pengrusakan. 9 Pūrwwas[th]aṇā secara harafiah dapat diterjemahkan dengan tempat yang dulu atau tempat di sebelah timur, dari kata purwwa: permulaan, depan, bagian depan, timur, yang terlebih dahulu, sebelumnya, pertama, dahulu, pada masa yang lalu (Zoetmulder, 2004: 887) dan sthaṇā: tempat, tempat kediaman, tempat tinggal, rumah, status, kondisi (Zoetmulder, 2004: 1125). Apabila melihat konteksnya mungkin lebih tepat bila diterjemahkan dengan tempat/keraton yang lama, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk diterjemahkan dengan tempat/keraton di timur. 10 Saŋhyaṅ=ājña haji prasasti adalah prasasti yang dibuat atas perintah (ajña) raja. stri haji ma...)
3. [rakryā]n śrī parameśwarī. tka rikana[ŋ] mamanaḥ. magalaḥ. magaṇḍi. mahalimān. makuda. maka[rapa] ([rakryā]n śrī parameśwarī. Sampai ke pemanah, penombak, pelempar gaṇḍi)
4.... mahwan lĕmbu. mahwan haturan pāḍu haturan baŋ pabaraka. lāwan ------ ri saŋhyaṅ=ā[jña ha] (pengurus gajah, pengurus kuda, makarapa [penggembala babi, penggembala kambing], penggembala sapi, penggembala domba aduan, haturan bang, artisan dan.... Perintah ra- )
5. ji merāri baraweja malĕpas nasta. maŋlampa[ŋ]kĕn saŋhyaŋ juwuḥ ametyāka. inaŋ muṅga-aha-...(ja merāri baraweśa melepas kehancuran dan ketimpangan sanghyang juwuḥ [untuk] memperoleh. inaŋ muṅga-aha-... )
6. ṅkal matarmma wandana najaṇḍa hagi lañca jaṇḍa hagi pasagi parwwaṅtilan asarpān pasadhān wa (ṅkal matarmma wandana jaṇḍa hagi lañca jaṇḍa hagi basagi parwwantilan asarpān pāsadhān,)
7. tu kriya. parāhasyan. ametatar. dawudawutan aṅiṅu---- aṅiṅuṅuyu---. mwaŋ hasampan (usaha keras, tempat rahasia/tempat tinggal pribadi, ametatar, dawudawutan 13, memelihara ñjiŋ, memelihara burung puyuḥ, dan hasampan,)
8. hayam. tgĕl. kanwa. maṅilwakĕn. saŋ hyaŋ drabya haji baniŋ. baḍawaŋ. kura wuhaya. wuṅta nus. Tūmut (ayam, sabung ayam, kanwa, juga sanghyang drabya haji 14 [yaitu] penyu, kura-kura, kura-kura 15, buaya, wungta, cumi-cumi. Mengikuti )
9. an śrī mahārāja. an kapwā ta sira pamatĕkyĕna tan deyĕn baryyabaryya sīla molahulaḥ ta
10. n paṅalapa salinaraṅa ikanaŋ tanayan=thani tan pamraṅa tapa kayu priŋ. ptuŋ. hampyal. sarwwapala. Mu (Śrī Mahārāja, mereka semua mematuhi dan tidak ragu-ragu akan aturan [dengan tidak] merusak [seperti])
11. lapalanya pucaŋ sĕpaḥ tka riŋ wwaŋwwaŋ prakāra lāwan ri tanpa damĕl, damla nira ri sthana mwaŋ puri (tidak mengambil [tanaman] yang dilarang di wilayah itu dan tidak menebang kayu, bambu, bambu petung, bambu ampel, buahbuahan, umbi-umbian, pinang, sirih, sampai kepada jenis-jenis pohon tertentu dan tanpa mengerjakan pekerjaan mereka di rumah dan puri. )
12. ṅuniwaḥ 3 tanpa ra weditahĕn... pakmitan. sa...wananta ta sima tka nika[naŋ] (Demikian pula tanpa... menjaga... daerah perdikan sampai kepada… Karapa artinya kelapa atau mengumpulkan akar-akaran dan semak-semak liar (Zoetmulder, 2004: 462). Arti tersebut tidak sesuai dengan kalimat di atas, karena makarapa digolongkan dengan pengurus/penggembala binatang.)
13. wargga mūla smi 4 i kusambyan mwa[ŋ] tanpa nalitikusa. kewalā warimadāna... sira tumaṅga—ni (penduduk asli daerah perdikan di Desa 11 Ghaṇḍi: semacam senjata (Zoetmulder, 2004: 272). Arti dari dawudawutan adalah apa yang dicabut (Zoetmulder, 2004: 205).).
14. sapa... nikanaŋ wargga mūla sima i kusambyan sāmu i ta jāyawāśakti sakawa--an mawa----lā ka---- (.... penduduk asli daerah perdikan di Desa Kusambyan itu...
Drabya haji adalah kepunyaan raja dalam bentuk pajak, pelayanan, dan sebagainya (Zoetmulder, 2004: 226). 15 Ada tiga jenis kura-kura yang disebut di sini, yaitu baniŋ, baḍawang, dan kura. Baning atau penyu dapat dibedakan dengan kura-kura, akan tetapi baḍawang dan kura tidak bisa dibedakan.)
15. na ni... pāduka śrī mahārāja irikanaŋ wargga mūla sīma i kusambyan (.... Pāduka Śrī Mahārāja kepada penduduk asli daerah perdikan di Desa Kusambyan )
16. sama... de ya kna saŋ. pa. ra sra na[ŋ] sa... nikanaŋ wargga mula i kusambyan (Demikianlah maksud... penduduk asli daerah perdikan di Desa Kusambyan)
17. ta... (ta... - hanya terbaca ta, tak diketahui lanjutannya)
18. …….


Sisi Kiri
1.... (Tidak Terbaca)
2.... (Tidak Terbaca)
3.... [si]ma i kusa (.... daerah perdikan di Desa Kusam-)
4. m[byan] sapasuknya makabe (byan dan sekitarnya semua)
5. ḥ kapagĕhaknanya umo (. agar diteguhkan [dan tidak] di-)
6. laḥ i manataranya sowaŋ (ganggu manataranya masing)
7. sowaŋ tan kolahu (masing agar tidak diu-)
8. laha de saṅ=anāgata 5 pra (bah oleh raja yang akan datang)
9. bhu mwaŋ saṅ=anāgata wineḥ (dan [raja] yang akan datang diberi)
10. madaṇḍĕr ṅuniweḥ I (Madaṇḍĕr. Demikian pula)
11. kanaŋ... (kanaŋ...)
12.... niŋ... (pen-)
13. a... nikanaŋ wa
14. rgga mūla sima i kusambyan (duduk asli daerah perdikan di Desa Kusambyan)
15.... (Tidak Terbaca)
16.... (Tidak Terbaca)
17..... (Tidak Terbaca)


Sisi Kanan
1..... (Tidak Terbaca)
2. tan tmwaŋ sāma –ma (tidak bertemu...)
3. yan ji na—sāma (???)
4. saŋ sārāsa jiwatāla (sang sārāsa jiwatāla)
5. ṅkanakna hana nika wwaŋ anya (jika ada orang menganiya-)
6. ya umulahulaḥ ikeŋ (ya [dan] menganggu)
7. sīma i kusambyan anu (daerah perdikan ini di Desa Kusambyan, anu-)
8. graha śrī mahārāja iri (gerah Śrī Mahārāja ke-)
9. kanaŋ wargga mūla sima i kusa (pada penduduk asli daerah perdikan di Desa Kusam-)
10. mbyan i wruha nira ka (byan agar diketahui mereka...)
11. prayatna. ata[ḥ] (.... hanya)


Bagian Bongkahan
Fragmen 1: 1. k[ṛ]ṣṇapakṣa wu. ka. śa [wāra] 1: 1. parogelap hari Sabtu Wurukung Kaliwuan 2.... 5 Baca: saṅ=anagata prabhu.
Fragmen 2: 1. mamumpaŋ. lūdan. tūtan. aṅśa pratyaṅśa mamumpaŋ. lūdan. tūtan. aṅśa pratyaṅśa 2. na sima i kusambyan. kewāla ikanaŋ drabya tanah perdikan di Kusambyan. hanya penarik [pajak] 3. rṇama ri asuji māsa. i bhadra ri rahyaṅ=i [pur]nama pada bulan Asuji. Keselamatan rahyang i[wak] 4. 5.... wadwā haji. wadwā rakryan .... wadwā haji. wadwā rakryan 6. n rāja... n rāja...
Fragmen 3: 1.... 2.... 3. prakara saŋ maṅila[la] Segala jenis penarik pajak 4.... 5.... 6.... 7.... 8.... 9.... 2.2


Dari pembacaan Prasasti Kusambyan, selain memuat penetapan Desa Kusambyan sebagai daerah perdikan, Prasasti Grogol juga memuat informasi mengenai Keraton Medander yang diperkirakan merupakan lokasi istana kerajaan. Disebutkan tentang keraton Maḍaṇḍĕr : "..ri kāla nikanaŋ śatru si cbek °an tamolaḥ madwal makadatwan °i madanḍĕr..", yang artinya "..pada saat musuh si Cbek terus menerus merusak keraton di Madaṇḍĕr..". Medander kemudian diidentifikasi sebagai wilayah Bedander yang kini masuk wilayah Kecamatan Kabuh, dan letaknya tak jauh dari lokasi Prasasti Kusambyan berada.


Di Bedander sendiri, juga ada kompleks situs purbakala di atas gunung yang memiliki spesifikasi lengkap sebagai lokasi persinggahan raja. Dugaan Bedander yang dimaksud Medander diperkuat pula dari peristiwa pelarian Raja Jayanegara dari era Majapahit karena pemberontakan. Sang Raja Kalagemet itu, dilarikan oleh Pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada ke sebuah tempat yang merupakan peninggalan raja terdahulu. Bedander yang dekat dengan Modo, desa asal Gajah Mada memperkuat dugaan ini.


Dalam prasasti Kusambyan juga disebutkan mengenai perluasan wilayah Kusambyan, Bedander hingga Lamongan. Penyebutan Madaṇḍĕr dalam isi prasasti Kusambyan menjadi sangat penting karena disebutkan Medander sebagai keraton yang tidak ditemukan pada prasasti-prasasti Airlangga lainnya Selain itu ada pula ancaman yang menyebutkan barangsiapa mengusik silayah Kusambyan, sanksi akan diberikan seperti jika ada yang ada yang mengganggu di daerah Munggut.


Menariknya, di dalam prasasti juga disebutkan seorang tokoh bernama Sanghyang Iwak. Nama tokoh ini disebutkan berulang-ulang di bagian depan prasasti. Dari banyaknya perulangan, bisa disimpulkan bahwa sosok Rahyan Iwak jelas merupakan tokoh penting yang berpengaruh di Kusambyan. Mirip dengan sosok Dang Acaryya yang disebutkan dalam Prasasti Poh Rinting, dimana seorang tokoh punya peranan penting dalam upaya mewujudkan bangunan suci.


Sosok sebenarnya Rahyan Iwak ini juga masih menjadi misteri dan apa tepatnya peranannya dalam keberlangsungan desa. Karena begitu sentralnya peranannya, disebutkan penduduk Kusambyan menggelar ritual doa untuk mendoakan keselamatan Sang Hyang Iwak. Setiap tanggal 12 Asusi, dilakukan prosesiyang menggunakan wangi-wangian, mintyak wijen, dupa, dan buah-buahan.



Sanghyang Iwak ini juga disebutkan dalam Prasasti Tunaharu (1323 M) keluaran Raja Jayanegara dari Majapahit dengan nama Hyang Iwak. Disebutkan dalam Prasasti Tunaharu, bahwa perintah Sri Maharaja telah turun pada daerah Kusambyan dan Tunaharu. Titah Sang Prabu telah dilaksanakan dengan ditandai sebuah prasasti berlencana ikan.


Lencana dua ikan dalam Prasasti Tunaharu agaknya menjadi sebuah simbol dari Rahyan Iwak. Memang, dalam bahasa Jawa, kata iwak berarti ikan. Simbol ikan itu seakan sebuah pertanda bahwa adanya kesamaan  nama daerah dan kesinambungan nama tokoh dalam rentang waktu yang terpaut selama sekitar 200 tahun.



Bisa jadi, sosok Rahyan Iwak adalah posisi pejabat desa setempat yang ada di Kusambyan. Posisi tersebut mungkin masih tetap dijadikan tokoh penting yang berpengaruh dan dijabat sosok yang berbeda selama rentang 200 tahun. Selain itu, Raja Jayanegara yang pernah bertandang di Desa Bedander jelas punya kisah tersendiri dari kawasan yang dijadikan tempat perlindungannya.


Terbukti dalam Prasasti Tunaharu juga disebutkan pengukuhan kembali Kusambyan sebagai daerah perdikan. Pengukuhan desa sima biasanya runtuh kala raja yang menetapkan daerah perdikan wafat yang dalam kasus ini adalah Prabu Airlangga atau ketika kerajaan runtuh. Dengan rentang 200 tahun pengukuhan kembali Kusambyan sebagai daerah perdikan membuktikan bahwa Kusambyan memiliki peranan yang sangat penting dan menimbulkan kesan bagi Raja Jayanegara kala persembunyiannya di Bedander.


Diperkirakan, pemujaan kepada rahyang iwak atau hyang iwak oleh masyarakat Jawa Kuno menjadi penting, mungkin karena masyarakat yang memuja rahyang iwak atau hyang iwak hidupnya tergantung dari sungai. Selain itu Prabu Airlangga juga merupakan raja yang 'dekat' dengan sesuatu yang punya serba-serbi air : bendungan, saluran air, sistem irigasi, sungai, maupun namanya yang punya unsur air sesuai dengan kiprahnya.



Gagal menyusul puzzle karena kehilangan fragmen
Seperti diketahui bahwa prasasti Kusambyan letaknya tidak jauh dari Sungai Brantas wilayah Jombang. Didukung pula prasasti terbitan Raja Jayanagara yang ditemukan di Lamongan yang tak jauh dari perbatasan Jombang. Letak tepatnya berada di Dusun Grogol, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang. 




Dari letaknya ini, Prasasti Kusambyan juga disebut Prasasti Grogol. Lokasinya juga termasuk dekat dengan Prasasti Gurit, yang berada tak sampai satu kilometer. Dekat pula dengan lokasi terakhir ditemukannya Prasasti Katemas dan Prasasti Garudhamukha tepat sebelum diangkut ke Museum Trowulan.


Prasastinya ada di dalam hutan itu

Pakeo jaket, banyak nyamuknya

Berhubung ada di tengah hutan, pengunjung yang ingin melihat langsung Prasasti Kusambyan harus menyusuri jalan setapak sekitar 150 meter. Mobil harus diparkir di pemberhentian, begitu pula dengan sepeda motor. Bila musim hujan, jelas resiko jembrot harus ditelan tanpa drama.


Pecahan gerabah sepanjang jalan

Sebenarnya ada dua jalur menuju Prasasti Kusambyan. Jalur pertama melalui hutan jati dengan medan lumayan full mbrasak penuh rontokan daun jati dari balik rumah penduduk. Sedangkan jalur kedua, melalui pematang sawah dengan jalur siap njegur setiap saat. Yang menarik, bisa kita temukan pecahan-pecahan gerabah dan tembikar di sepanjang jalan. Sangat mungkin, lokasi sekitar insitu Prasasti Kusambyan dulunya juga bagian dari pemukiman kuno.

Bukti dulunya merupakan pemukiman kuno

Prasasti Kusambyan memang sudah terbelah menjadi sembilan bagian, kini berada di sebuah dataran kecil di bawah pohon rindang. Ladang di sekitar prasasti ditanami tebu, tembakau, padi, dan aneka tanaman palawija yang berganti-ganti musim, dengan ketinggian 52 mdpl. Berhubung medan agak mbrasak, menghubungi Pak Badri selaku Jupel dirasa menjadi langkah yang tepat.


Pak Badri Sang Jupel akan selalu siap sedia. Bikin janji dulu ya,

Medan menyusuri pematang sawah

Lokasi Prasasti Kusambyan diperkirakan masih insitu, dimana letaknya ada di tengah ladang di lahan yang dulunya milik Bapak Wadiso. Kemudian lahan yang kini difungsikan sebagai hutan jati itu menjadi milik PT. Intiland. Sejengkal tanah yang berada di sekitar prasasti, disisakan oleh pemilik lahan kini untuk kelestarian benda cagar budaya. 


Karena lokasinya tersembunyi, pengunjung hendaknya meminta panduan dari juru pelihara Prasasti Grogol yang juga merupakan penjaga Prasasti Sumber Gurit. Jadi, bisa kontak petugas dulu saat di Prasasti Sumber Gurit, kemudian bersama-sama ke lokasi Prasasti Kusambyan. Jarak keduanya pun tak jauh dan masih dalam sesama lingkup Desa Katemas.


Meski sudah dilindungi secara hukum oleh BPCB Trowulan, Prasasti Kusambyan masih belum dipayungi secara fisik. Terletak alam terbuka, tanpa cungkup atap peneduh maupun pagar pelindung yang layak. Kondisi Prasasti Kusambyan sangat memprihatinkan. Tapi Pak Badri selaku juru pelihara tetap merawatnya dengan baik, dengan kondisi yang ada. Meski secara rutin pelatarannya dibersihkan, apa daya terletak di hutan. Pastilah dedaunan dan rontokan dari pohon-pohon sekitarnya pasti 'menghiasi' sekelilingnya.


Silau cyiiin...

Pak Badri pun berinisiatif membuat pagar dari bambu secara swadaya. Masih menjadi mimpi untuk pengadaan cungkup sebagai penutup atap prasasti. Masih ditunggu pula, monggo bila ada yang mau mendonasikan cungkup yang layak seperti Prasasti Munggut untuk atap Prasasti Kusambyan.


Menyapu hutan, Seperti nguyahi segoro

Sekali angin berhembus, rontok lagi dedaunan di sekitarnya

Selain pecahan gerabah di sepanjang perjalanan menuju prasasti, terdapat pula benda mirip lingga atau semacam kelengkapan prasasti yang mungkin bagian dari bangunan atau prosesi pemujaan yang dulu digunakan kala prasasti masih berlaku.

Seperti lingga atau entahlah


Penduduk setempat kadang melakukan acara di sekitar prasasti dengan menggelar tikar dan doa bersama sebagai bentuk penghormatan terhadap asal muasal desa. Kadang juga dilakukan pembersihan prasasti bareng-bareng sebagai bentuk solidaritas atas kecintaan terhadap peninggalan leluhur dan kelestarian benda cagar budaya. Sedangkan pengunjung lain yang ingin bersemedi dan berziarah biasanya tetap dipersilakan dengan kondisi yang ada.

Saat dilakukan pembersihan dan perawatan

Sayangnya belum ada upaya apapun selain pembacaan untuk merekonstruksi Prasasti Kusambyan, meski Prasasti Grogol sudah masuk dalam data BPCB Trowulan sebagai benda cagar budaya. Sudah ada papan nama perlindungan, yang menandakan benda tersebut dilindungi undang-undang. Jadi misalnya dilakukan ‘pengeleman’ ulang, maka harus ada izin khusus dan pengawasan langsung dari pakar BPCB Trowulan.


Meski Prasasti Grogol sudah hancur menjadi sembilan bagian, tapi tetap menjadi kewajiban kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya menjaga dan melestarikan benda peninggalan cagar budaya ini supaya semakin rusak. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk melestarikan penemuan ini, termasuk kesigapan penduduk dan pamong desa dalam perlindungannya.


Selain itu, guru-guru sejarah di Jombang dan seluruh nusantara hendaknya memotivasi para siswanya untuk menghargai peninggalan sejarah bangsanya, supaya bila ditemukan lagi situs bersejarah yang menjadi cikal bakal perjalanan bangsa ini, benda kuno tersebut bisa diselamatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga niat menjual benda cagar budaya seperti yang dilakukan oknum-oknum tak bertanggung jawab tidak lagi terjadi karena sudah adanya kesadaran tinggi atas nilai-nilai sejarah bangsa ini.


Prasasti Kusambyan jelas merupakan bagian dari kompleks jejak Raja Airlangga yang tersebar di utara Brantas kawasan Jombang. Selain Prasasti Kusambyan juga ada Prasasti Sumber Gurit yang paling dekat dengan lokasi, Prasasti Sendang Made, Prasasti Jaladri dari Keraton Airlangga, Prasasti Pucangan yang sayangnya diboyong ke India dan telantar tapi belum dikembalikan, Prasasti Garudamukha dan Prasasti Katemas yang sudah diamankan di museum. Ada banyak pula peninggalan dan prasasti lainnya yang tak jauh dari lokasi tapi masuk wilayah kabupaten tetangga.

Pak Badri bersama seorang tamu : Kaosnya bagus ya, mupeng pol nJOMBANGan.com

Lokasi Prasasti Kusambyan bertetangga desa dengan Sendang Made, tak jauh dari letak Prasasti Sumber Gurit yang berada di tengah pemukiman penduduk. Kedung Biru dan Gua Made yang berada di Situs Kedung Watu juga tak jauh. Pesarean Alas Tuo juga menjadi lokasi yang menjadi sejarah penting desa setempat. Desa Bedander di Kecamatan Kabuh yang disinyalir merupakan keraton peninggalan Airlangga yang kemudian dijadikan lokasi pelarian Jayanegara, juga masih satu rute.



Ada juga wisata Kebun Bunga Matahari di Bulurejo, dan Waduk Jegreg Embung Kepuhrejo yang bersebelahan desa. Jadi saat berkunjung ke lokasi, pengunjung bisa punya banyak destinasi sekaligus sehingga bisa mengeksplorasi wilayah utara Brantas ini. Panduan rute sudah bisa disimak lewat gmaps.

Orang Jombang harus bangga

Tak bisa dipungkiri, Prasasti Kusambyan merupakan peninggalan purbakala yang sangat menarik. Muatan informasi yang terkandung di dalamnya menunjukkan bahwa di wilayah Jombang pernah berdiri keraton Bendander dari salah satu kerajaan yang punya sejarah penting bagi negara ini. Prabu Airlangga yang dikenal sebagai Raja Pembangun Bendungan dan Irigasi pernah berjaya di kawasan Kota Santri.


Meski tak ramai seperti Sendang Made, destinasi sejarah Prasasti Gurit merupakan bagian penting dari sejarah yang di kawasan Jombang. Warga Jombang dan generasi muda Kota Santri haruslah berbangga, kawasannya dulu pernah jadi lokasi yang sangat penting dari kerajaan yang sangat tersohor. Merupakan tugas bersama untuk menjaga semua peninggalan purbakala penting ini, maupun mengisi masa kini dengan prestasi yang melanjutkan kemasyhuran sejarah kawasan ini di masa lalu.


Prasasti Kusambyan / Prasasti Grogol
Lahan PT. Intiland Ex -Kebun Pak Wadiso
Dusun Grogol, Desa Katemas.
Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang
Juru Pelihara : Pak Badri – 08560 828 5125



Btw, Apriliya Oktavianti  dari situsbudaya.id monggo kopas-kopas sepuas-puasnya ya. Nanti silakan pura-pura lupa cantumkan sumber seperti biasanya, 'kan ya??? Haseeek, hasek hasek haseeeekkk!!!

2 komentar:

  1. Admin saya tanya lokasi Prasasti Kusambyan/Grogol tahun 1037 M. ini apakah tdk jauh dari lokasi ditemukannya Prasasti Cane Airlangga (selain tdk jauh dari Prasasti Gurit) ??? Karena analisa saya, yang disebut istana/kedatuan Medander Airlangga itu mungkin ada keterkaitannya dengan istana WwatonMas Airlangga dilereng Timur Gunung Penanggungan (desa Katemas ada Candi Gapura Jedong) ??? Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Monggo di gmaps sudah kami tandai, prasasti kusambyan

      Hapus

Tentang Jombang Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...