Beberapa hari kemarin, berbagai infotainment dunia hiburan dipenuhi berita tentang Ahmad Dhani yang merayakan ulang tahun El, Anak ke-2nya dengan memaksa anak-anaknya menonton bareng film ‘Sang Kiai’. Tidak kalah dengan Ahmad Dhani, film garapan Rako Prijatno ini rupanya juga ditonton secara bersamaan oleh para Nahdliyin Kediri.
Bila keluarga kerajaan Inggris mengadakan nonton bareng ‘King’s Speech’, maka keluarga dan anak keturunan KH. Hasyim Asyari dari Ponpes Tebuireng Jombang dan Pesantren Madrasatul Quran, juga mengadakan nonton bareng 'Sang Kiai' di Bioskop 21 Delta Plaza Surabaya, hari ini 2 Juni 2013. Acara dihadiri tak lebih dari 75 orang keluarga Ponpes Tebuireng dan Madrasatul Quran Tebuireng. Seluruh ‘kontingen’ berkumpul di Delta Plaza Surabaya dengan berbagai kendaraan, mulai mobil pribadi, bemo, hingga mengendarai Bus Ponpes Tebuireng dari Jombang untuk mengangkut semua penonton ke lokasi nonton bareng di Surabaya.
Ya, Film yang rilis tanggal 30 April 2013 ini mengisahkan tentang peran dan sejarahhidup KH. Hasyim Asyari, yang merupakan kiai terbesar Indonesia di masa kemerdekaan. Film yang sarat tentang sejarah ini sangat membanggakan warga Jombang karena dengan
diangkatnya kisah ini ke layar emas, membuat semua orang pun tahu, bahwa
Jombang juga tidak kalah hebat dengan kota-kota besar lain seperti Surabaya,
Jakarta dan Jogja dalam menyumbang sejarah untuk mencapai dan mempertahankan kemerdekaan
negeri ini. Karena rupanya, segala keputusan perjuangan juga dimulai dari
Jombang. Wow.
Ini belum semua, soalnya yang lainnya gak sabar dan keburu masuk Studio 1 Delta Plaza
Wajarlah, Plaza 21 di kampung halaman Jombang, yang notabene bioskop terakhir dan satu-satunya tempat hiburan yang ada di Kota Santri sudah sangat tidak layak untuk
menghelat acara ini, selain lokasi yang sudah tidak memungkinkan, sudah menjadi
rahasia umum film rilisan terbaru hanya akan tayang disana setelah minimal enam
bulan berselang. Yah.... setidaknya warga Jombang bisa berbangga karena masih
punya bioskop, daripada kota tetangga.... (Hehheheee)
Banyak tokoh yang muncul dalam film merupakan kakek para peserta nonton bareng ini, sehingga setiap kemunculan seorang tokoh yang ditandai dengan teks nama tokoh terkait, maka sekelompok anak dan cucu tokoh tersebut akan tertawa terkikik. Karena setiap tokoh riil muncul bergantian, maka tertawa cekikikan pun terdengar bergantian dari setiap sisi kursi bioskop. Sayang, Brigjend Kretarto, pimpinan TKR Jombang saat itu tidak masuk dalam cerita...
Meski ada beberapa adegan yang termasuk movie mistakes yang tidak mungkin seperti saat Harun (yang diperankan Adipati Dolken), yang mengetahui jenis kelamin anak yang dikandung istrinya, padahal saat itu belum ada teknologi USG. Ada kursi kayu yang diduduki KH. Hasyim Asyari yang bisa berputar, padahal zaman dulu belum ada teknologi yang menghasilkan kursi yang bisa berputar 'secanggih' itu.
Selain itu absennya bambu runcing dalam film ini patut dipertanyakan, dimana bambu runcing (yang bahkan dijadikan monumen di Jombang dan Surabaya) adalah lambang dan senjata utama dalam perjuangan 10 November '45.
Tambahan bumbu fiksi dimana Harun salah seorang santri sebagai pembunuh BrigJend Mallaby, padahal sejarahnya Mallaby dan para tentara NICA itu tewas karena terkena granatnya sendiri saat dikepung oleh Arek-Arek Suroboyo (dan sekitarnya, termasuk Arek nJombang pisan Rek!!!).
Selain itu absennya bambu runcing dalam film ini patut dipertanyakan, dimana bambu runcing (yang bahkan dijadikan monumen di Jombang dan Surabaya) adalah lambang dan senjata utama dalam perjuangan 10 November '45.
Tambahan bumbu fiksi dimana Harun salah seorang santri sebagai pembunuh BrigJend Mallaby, padahal sejarahnya Mallaby dan para tentara NICA itu tewas karena terkena granatnya sendiri saat dikepung oleh Arek-Arek Suroboyo (dan sekitarnya, termasuk Arek nJombang pisan Rek!!!).
Akting Christine Hakim yang juga pernah menjadi juri di Festival Film Cannes sangat memukau. Sosok Sari yang menjadi istri Harun juga sangat tepat castingnya (tidak seperti banyak film yang lebih memilih memasang artis bule padahal perannya pribumi), yang menggambarkan gadis pribumi yang cantik asli Indonesia. Sebagai anak pesantren, Jombang City Guide hanya menyayangkan satu hal dari sosok Sari disini : Ngaji Qurannya kurang fasih, belum terlihat seperti ngajinya anak yang sudah sejak kecil di pesantren...
Kemunculan sosok Gus Dur yang saat film ini masih anak-anak sangat mencuri perhatian. Meski kemunculan bocah yang di masa depannya jadi pemimpin negri ini dilakukan tanpa dialog sekalipun, namun raut wajahnya sudah cukup menghibur dan membuat penonton tertawa. Mengingat mereka semua merupakan anggota keluarga Ponpes Tebuireng yang sudah biasa berinteraksi dengan almarhum semasa hidupnya.
Btw : Ada scene 'salim' yang sering dilakukan para mantan murid Eyang Subur. Dimana salimnya Eyang Subur itu sebenarnya niru tradisi salim tawaddu' para santri di berbagai pesantren termasuk Pesantren Jombang.
Padahal Eyang Subur lho, bukan santri....
Film ini mengajarkan bahwa murid haruslah tawaddu' pada guru, dan pentingnya menjadi guru yang bisa memberikan contoh teladan yang arif dan berwibawa. Dalam dialognya, 'Sang Kiai' juga menyisipkan berbagai nasihat, motivasi dari hadist yang biasa diajarkan di Pondok, dimana kata-kata tersebut sangatlah berharga dan penuh arti. Selain itu, dari film ini kita tahu bahwa Jombang sangat berperan penting dalam berbagai peristiwa menyangkut negara Indonesia kita tercinta. Sejauh ini sebagai warga yang juga santri Jombang, film ini sangat menghibur dan we are totally proud!!!
Selesai nonton, rupanya para sesepuh termasuk Bapak Ketua Yayasan yang datang dari Gresik pun juga turut serta, semua
bersalaman dan perhelatan pun ditutup dengan makan-makan di restoran cepat saji
dari Amerika dengan menu minuman dari Indonesia. Semoga segera mendunia suatu
hari, restoran makanan kebanggaan Jombang ya, sehingga kita bisa makan di restoran
kampung halaman, bukan restoran asing. AMIN.
Pelaksanaan acara ini, meningkatkan tali silaturrahmi diantara saudara dan dapat
juga mengingatkan seluruh anak cucu keturunan Ponpes Tebuireng dan Madrasatul
Quran tentang heroiknya perjuangan leluhurnya.
Diharapkan, makin banyak film yang bersetting di Jombang, sehingga warga
Jombang makin bangga dengan Kota Santrinya. Semoga dengan dibuatnya film ini,
mampu menginspirasi generasi muda untuk menghargai jasa-jasa pahlawannya, serta berpacu dan berprestasi untuk kemajuan Indonesia.
Ayo rek, bangga! Iki
filemme tentang perjuangan Wong nJombang,
ojo sampe gak
ndelok,, sumpah apik!!!!!!!
film ini sarat sejarah Islam di Indonesia masa kemerdekaan,
dimana Jombang ada di dalamnya,
Ayo nonton 'Sang Kiai', Rek....!!!!!
Peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia begitu besar. Semoga semangat 'api perjuangannya' dapat diserap oleh generasi muda untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Selamat dan sukses buat film 'Sang Kiai'.
BalasHapusWaaah...., wong Jombang rugi bangeeet.... ga nonton film iki rek....
BalasHapusWong Islam sing pengen ngerti perjuangan bangsa, rugi banget ga nonton film iki
wong Indonesia kabeh mestine yo rugi nek ga nonton, semangat perjuangane iku lho...