Dulu ketika saya kecil yang saya masih bisa ingat, Ayah saya tercinta yang penggemar susu sapi, selalu mengajak saya membeli susu disini. Ayah saya suka minum STMJ disini, entah mengapa. Sedangkan saya, sering dipesankan susu sirup yang berwarna pink.
Selama
beberapa lama, saya tidak pernah tahu bahwa nama penjualnya bernama Pak Gempol. Baru tahu setelah baca spanduk yang
dipampang. “STMJ Pak Gempol”.
Jombang memang tidak punya sesuatu yang khas. Adapun makanan yang dijadikan kuliner khas Jombang adalah Soto Dhog. Namun dengan kemurnian rasa STMJ ini, pantaslah dijadikan salah satu kulinerisme kota santri yang begitu aman dan damai....
Lokasinya
berada di teras pertokoan di sebelah Plaza 21, satu-satunya bioskop di Jombang yang masih
bertahan, meski bertahannya juga tertatih-tatih, karena hanya memutar film yang
agak porno, atau film Indonesia yang nggak mutu banget atau yang sudah lamaaaa
sekali premiernya. Yaah... Marilah bersyukur, setidaknya warga Jombang masih punya bioskop,
daripada warga kota sebelah...
Awalnya saya tidak tahu-menahu apa yang
membuat ayah saya suka membeli STMJ disini. Saya hanya seorang anak yang
dibelikan susu oleh ayahnya di sebuah warung susu. Saya dulunya berpikir bahwa
semua penjual STMJ sama saja. Setelah saya dewasa, saya baru sadar bahwa ada
penjual susu (atau STMJ) yang menggunakan susu tidak asli misalnya dengan susu
bubuk. Atau bisa juga dengan
susu sapi murni, tapi dicampur air. Sehingga rasanya tidak pekat lagi. Olala...
mungkin inilah alasan mengapa Ayah saya suka minum disini ; karena rasanya
masih asli, pekat rasa susu sapi murni.
Selain itu Pak Gempol itu adalah orang yang gemar
kebersihan. Setiap melakukan pergerakan, selalu mengakhirinya dengan mengelap
bagian yang kotor. Ada susu yang tercecer sedikiiiit saja, Pak Gempol selalu
sigap mengelapnya. Jadi warung STMJ Pak Gempol selalu bersih.
Saya selalu memesan susu pink yang lucu itu,
atau STM tanpa J, karena unsur jahe yang saya rasakan begitu membara di mulut
saya. Saya memang tidak suka jahe...
Selain menjual susu sapi dan STMJ, disini
juga menjual aneka camilan seadanya, tapi tetap menimbulkan kerinduan (bagi
saya, selaku pelanggan tetap). Ada Sate Telur Puyuh yang berwarna coklat
yang begitu nikmat. Sate inilah yang suka saya minta ketika saya berkunjung
bersama Ayah saya dulu.
Ada
bihun praktis yang dibungkus rapi berjajar dan siap disantap, yang ditaburi
bawang goreng diatasnya (maaf gambar penampakan BIHUNnya belum tersedia).
Bawang inilah yang membuat rasanya makin enak, apalagi disantap dengan sate
telur puyuhnya. Wow. Bihun disini memang enak, walaupun sebenarnya rasanya
seperti bihun lain. Namun serasa spesial saja bila beli di warung STMJ Pak
Gempol, meski pernyataan saya ini dianggap lebay oleh kakak saya. Heheheh.....
Intinya saya suka makan bihun, dibanding ‘spesies’ mie lain.
Ada kacang dan kerupuk untuk pelengkap
camilan dan sajian STMJ yang panas.... Ah... saya memang suka susu sapi. Saya
adalah orang yang suka minum susu, tapi tidak suka susu putih, tapi suka susu
sapi. Aneh ya??? (curhat terselubung).
Sudah lama saya tidak kesana, karena sering
tutup ketika saya lewat. Selain itu, Ayah saya harus menjaga makanan yang
dikonsumsinya untuk kesehatan, sehingga tidak lagi meminum susu sapi. Kadang
saya kesana, namun yang menjual adalah Si Ibu. Saya ingat, ketika ditanya dimana
Bapak, Si Ibu menjawab bahwa suaminya sedang sakit. ”Olala... semoga cepat
sembuh ya Pak STMJ...”, gumamku.
Ketika saya berkunjung kesana, saya tidak mendapati Pak
Gempol yang biasa berjualan. Saya hanya mendapati pemuda gaul yang berpotongan rambut ala Korea banget.
”Mas, Bapaknya mana???” Tanya saya kepada Si Rambut
Korea.
”Sudah nggak ada Mbak. Sudah meninggal..” Jawab pemuda
gaul itu.
Jawaban itu seperti sambaran petir di film-film India. Innalillahi Wa
Innailahirojiun.... Bapak STMJ itu telah pergi...
”Sejak kapan meninggalnya Mas?? Kenapa??”
”Setahun lalu, Mbak... Darah Tinggi...” Si pemuda Korea
ini menjawab.
”Terus, Mas ini anaknya???” Tanyaku dengan penuh
keprihatinan.
”Ya.....”, jawabnya singkat dengan wajah mulai melas
dengan ekspresi yang ’ditabah-tabahkan’.
Allah telah mengambil pria itu, pria yang
saya kenal sejak memori otak saya mulai bekerja. Beliau belum terlalu tua,
bahkan kalah tua dibanding ayah saya. Badannya juga terlihat sehat ketika
terakhir kali bertemu. Dan takdir berkata demikian; saya sedang melanjutkan
kuliah saat ini, dan beliau telah tiada.
Usahanya dilanjutkan oleh putranya, yang
masih berusia delapan belas tahun ketika beliau tinggalkan. Istri Sang Bapak
juga kadang membantu disini, namun lebih sering anaknya yang bergaya korea
inilah yang berjualan. Salutnya, si anak ini tetap konsisten bergaya rambut
Korea dan tidak malu berjualan STMJ warisan bapaknya.
Coba
lihat pelajar yang sering tawuran dan membawa benda-benda yang tidak semestinya
dalam tasnya untuk peralatan tempurnya, yang tidak paham betapa sulitnya orang
tua mencari nafkah untuk mereka. Sungguh sebuah ironi yang menyayat hati... T_T
Naudubilah….
Seharusnya
semangat anak-anak itu tidak perlu dihilangkan, seperti dilakukan pembinaan
berlebihan. Karena sebenarnya semangat bertempur mereka sangat berguna bila
mereka dikirim ke Palestina. Supaya semangatnya bisa dimanfaatkan untuk
membantu pemuda Palestina mengalahkan Israel ...
Apapun itu, STMJ Pak Gempol dengan berbagai camilannya
tetap enak ketika saya nikmati di rumah. Semoga Si Anak tetap teguh pendirian, dan menjadi
pribadi yang makin kuat di jalan yang benar. Semoga STMJ Pak Gempol masih
bertahan, meski telah berganti kepemimpinan, dengan tetap menjaga konsistensi
rasa, dan kehalalan bahannya. AMIN.
STMJ Pak Gempol
Jalan Wahid Hasyim 48/42 Jombang
Samping Plasa 21, Halaman Ruko Kosong
Buka Senin - Sabtu
Pukul 16.00 WIB - 21.00 WIB
Buka Senin - Sabtu
Pukul 16.00 WIB - 21.00 WIB
081 230 633 111
Menerima pesanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar