Di
Sebelah Klentheng Jombang dekat Bubur Kacang Ijo Klentheng yang fenomenal itu, ada
bangunan lama peninggalan Belanda. Ketika mendekati bangunan itu, terlihat
kondisinya masih sangat kokoh, meski arsiteknya sudah lama diusir pulang ke
negrinya oleh para pribumi Jombang.
Gardu Listrik, yang dulunya dikenal dengan Rumah Transformator atau transformatorhuisje, dibangun oleh PLNnya Belanda di masa kolonial yang disebut Algemene Nederlandsche Indische Elestrich Maatschappij dan kemudian disingkat ANIEM. Akhirnya orang jaman dulu yang kini sudah sepuh di era kita menyebutnya Gardu Anim, mengikuti pengucapan lidah Jawa.
Pertanyaannya , tranformatornya sekarang ada di mana ya????????
Di Kota Santri Jombang BERIMAN, sebenarnya ada beberapa
gardu listrik peninggalan era kolonial sejenis yang masih tersisa. Beberapa diantaranya
dirawat dengan baik, contohnya Gardu Sirene Alun-Alun dan Gardu Listrik di perempatan Kebon Rojo. Sedangkan Gardu Listrik samping Klentheng Hok Liong Kiong ini masih belum dirawat dengan baik oleh pemerintah, meski sudah ada
upaya perlindungan dengan penguncian rapat pintu tunggalnya.
Gardu Listrik, yang dulunya dikenal dengan Rumah Transformator atau transformatorhuisje, dibangun oleh PLNnya Belanda di masa kolonial yang disebut Algemene Nederlandsche Indische Elestrich Maatschappij dan kemudian disingkat ANIEM. Akhirnya orang jaman dulu yang kini sudah sepuh di era kita menyebutnya Gardu Anim, mengikuti pengucapan lidah Jawa.
Di zaman itu, teknologi ini sudah yang paling
maju, mengingat listrik belum bisa dinikmati semua orang. Hanya kalangan atas
dan penjajah kolonial saja yang bisa menikmatinya. Fungsi utama gardu ini
adalah mengalirkan listrik ke rumah-rumah warga Belanda dan kantor pemerintahan
kolonial Belanda, dengan terlebih dahulu mengubah tegangan dari 6000 volt
menjadi 110volt. Sedangkan kaum pribumi yang bisa menikmati hanyalah golongan
kelas atas yang merupakan kaum ningrat.
Gardu Anim ini hakikatnya adalah sebuah bangunan
untuk melindungi transfromator, sebuah alat penurun tegangan listrik dari hujan
maupun panas. Untuk melindungi mesin ini, akhirnya dibangunlah rumah kecil
khusus sebagai tempat penyimpanan dan perlindungan transformator ini. Rumah ini
bisa berbentuk macam-macam sesuai kreasi tim tata kota di masa itu, karena ada
bentuk dan perbedaan desain di tiap kota setelah Jombang City Guide bandingkan
saat melintas di beberapa daerah di Jawa. Namun meski gardu kecil ini bentuknya
bisa beragam di setiap kota, ciri khasnya tetap satu : Tanpa Jendela dan Berpintu
Tunggal.
Pintu tunggal dimaksudkan supaya mencegah
orang untuk masuk maupun mendekatinya. Hanya petugas ANIEM saja yang boleh
memasukinya apabila ada perbaikan maupun pengecekan. Ini disebabkan karena
adanya tegangan yang sangat tinggi yang bisa menewaskan orang yang memegangnya.
Untuk mencegah adanya orang yang kengangguren dan yang tidak paham tapi
berkeingintahuan besar seperti penduduk pribumi di masa itu (Xixixixi….. sampai
sekarang kali yaa….) ANIEM membuat peringatan dalam tiga bahasa yaitu Belanda,
Indonesia dan Jawa. Yang intinya peringatan supaya tidak mendekati bangunan
ini.
Bunyinya bisa beragam, seperti yang tertulis
di pintu tunggal gardu listrik ini yang bertuliskan “Levensgevaar” yang menurut
google translate artinya ‘berbahaya bagi kehidupan’. Mungkin maksudnya bisa
mengancam jiwa. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia disebutkan peringatan ”Awas
Elektrik”. Yang merujuk pada listrik yang memiliki strum yang bisa mengancam
keselamatan.
Nah karena Jombang City Guide orang Jawa yang
gak bisa baca aksara Jawa (memalukan sekali) tanpa membuka buku Pepak Bahasa
Jawa, aksara Jawa yang tertulis ini kami ndak paham artinya. Kira-kira kurang
lebih maksudnya sama lah ya?? Hehhehe…………..
Sekarang Belandanya sudah ditendang dari
Indonesia, gardu ini pun diambil alih oleh PLN, meski akhirnya tidak lagi
difungsikan. Ada beberapa gardu yang masih tersisa, beberapa dirawat dengan
baik oleh pemerintah. Namun yang tidak dijaga oleh pemerintah kebanyakan
diratakan dengan tanah oleh warga ataupun difungsikan sebagai tempat tambal
ban, gudang atau bahkan tempat sampah. Menyedihkan sekali ya…
Tentunya kita sebagai pewaris peninggalan
bersejarah ini hendaknya memberikan yang terbaik pada bangunan sarat makna ini.
Meski kita sebagai warga pribumi tidak bisa berbuat apa-apa, minimal jangan
mencoret-coret dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi, karena akan
mengurangi keindahan bangunan yang masih kokoh berdiri ini.
Pertanyaannya , tranformatornya sekarang ada di mana ya????????
Gardu Listrik Klenteng
Jalan R.E Martadinata
Samping Klentheng Hok Liong Kiong
Jombang
Jalan R.E Martadinata
Samping Klentheng Hok Liong Kiong
Jombang
iya ya, aku pikir juga gardu listrik jaman dulu ya. kalo di jakarta aku juga pernah liat menara kayak gini tapi itu menara air. Jadi, semacam menara pengawas untuk melihat ketinggian air tempo dulu. cuma, berhubunng sekarang di sekelilingnya udah penuh pemukiman padat, jadi nama daerahnya aja yang dikenal menara air tapi sungainya mah udah gak mirip sungai lagi, tapi mirip selokan.
BalasHapusEmang serba salah ya, mau jaga warisan sejarah, tapi tempatnya padat, jadinya dukungan pemerintah kayaknya nggak mempan lagi.
Hapusalhamdulillah di Jombang kota yang 'terlalu' damai, jadi meski tidak sepenuhnya diperhatikan, tapi terjaga dengan kokoh seperti di gambar.
di Surabaya sepertinya ada bangunan sejenis, tapi kalo ada di tempat yang tidak 'elit' biasanya malah dimanfaatkan sebagai tempat tambal ban atau tidur2 tukang parkir.
monggo, kapan2 mampir ke Jombang, sepi2 aja dibanding Jakarta, tapi damainya minta ampun.
terimakasih sudah mampir di Jombang CIty Guide, semoga dengan mampir kesini bisa menggambarkan suasana kota Santri dan tidak mengurangi keinginan untuk mampir ke Jombang, AMIN.
sing themek mati artine cak..
BalasHapus.
.
.
Nek versi aksorojowo google dadine ngene..ꦱꦶꦁꦛꦼꦩꦺꦏ꧀ꦩꦠꦶ꧉