Rabu, 17 April 2019

Goa Made : Kecanggihan Sistem Kanal Era Airlangga












































 


SRI TRIBHUWANARESWARI ...


Adalah Permaisuri (isteri pertama Raja Wilwatikta / Majapahit : SRI KERTARAJASA JAYAWARDHANA), merupakan puteri sulung SRI KERTANEGARA , Raja Singhasari yang terakhir. Ini adalah arca beliau yang menjadi koleksi Gedung Arca - Museum Nasional Indonesia di Jakarta, yang diambil pada era kolonial dari Candi Rimbi (pendharmaan beliau) di lereng gunung Anjasmoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.


Sebenarnya beliau ini yang dipersiapkan oleh ayahandanya mengganti kedudukan sebagai penguasa atas Singhasari. Sehingga bekal ilmu kepemimpinan, pemerintahan maupun agama dan adat sangat tinggi. Konon ketika Singhasari runtuh dan berganti baju menjadi Majapahit, pasukan bekas ekspedisi Pamalayu Singhasari hanya mau tunduk kepada beliau selaku pewaris darah Rajasa.


Dari perkawinannya dengan Raden Wijaya atau Sri Kertarajasa Jayawardhana tidak dikaruniai keturunan (menurut teori saya adalah perkawinan politis dan bukan perkawinan biologis), dan beliau mengangkat putra Dyah Jayanegara (hasil perkawinan Raden Wijaya dengan istri kelima : Dyah Inderaswari Mauliwarmadewa atau Dara Pethak). Putra angkatnya itu pula yang kelak menjadi Raja Majapahit ke dua.


Sayang pengangkatan Dyah JAYANEGARA menjadi raja mendapat tentangan luas dari para senopati / militer bekas Singhasari yang bergabung dalam Majapahit. Mereka berpendapat bahwa mereka hanya mau setia kepada Trah Rajasa, dan meminta puteri dari perkawinan Raden Wijaya dengan Dyah Gayatri (puteri bungsu Sri Kertanegara, isteri keempat Raden Wijaya) : Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat Rajadewi lebih berhak atas tahta.


Maka terjadilah pemberontakan yang silih berganti dari para dharmaputra terhadap pemerintahan Dyah Jayanegara sebagai Raja Wilwatikta / Majapahit ke dua. Ini adalah masalah dilematis yang berat bagi SRI TRIBHUWANARESWARI, pada sisi yang satu beliau memahami tentang sumpah prajurit Singhasari yang teguh menjalankan dharma menjaga trah Rajasa, pihak yang lain harus menyelamatkan muka sang raja Wilwatikta yang sudah menjatuhkan sabda untuk pengangkatan penggantinya.


Hanya dengan tingginya pengabdian, pengorbanan serta ilmu politis yang tinggi semuanya berusaha dipecahkan oleh beliau. Dyah Jayanegara didudukan dalam musyawarah keluarga, diberi pengertian tentang hak sebuah tahta keluarga. Dan semua sepakat menerimanya : Jayanegara boleh menjadi raja untuk seterusnya bila melakukan perkawinan dengan darah Rajasa (para bangsawan yang tersebar di Tumapel dan Dhaha), dan bila sampai saat yang ditentukan belum menemukan jodohnya atau kawin dengan pihak luar maka tahtanya harus diserahkan kepada adik tirinya : Dyah Gitarja.


Konon Dyah Jayanegara mencari pasangannya secara gelap mata karena tidak mau kehilangan tahta. Kedudukannya sebagai Ywaraja ri Dhaha dan postur tubuhnya yang gagah serta wajah putih tampannya menjadikannya seorang Don Juan yang bebas berbuat sesuatu atas gadis di Dhaha dan Tumapel. Bahkan ada ide gilanya untuk menikahi adik tirinya sekaligus keduanya : Dyah Gitarja dan Dyah Rajadewi dengan alasan ingin memperkokoh tahta.


Jelas rencana gila itu ditentang keluarga besar Rajasa dan para senopati Majapahit eks Singhasari. Mereka ramai-ramai menghadap pada Sri Tribhuwaneswari dan meminta pertanggung jawaban beliau atas hal itu. Maka pertemuan rahasia pun digelar dilereng gunung Anjasmara guna memutuskan hal itu.


Sebagai seseorang yang berdaya linuwih dan jago berpolitis, tentunya itu bukan masalah yang sulit. Tetapi Dyah Jayanegara adalah putera angkat yang disayanginya bak putera sendiri, tetapi tingkah polahnya bisa menjadi duri dalam daging pemerintahan Majapahit yang masih muda. Dan beliau harus mengorbankan perasaan pribadi demi keutuhan sebuah negara.


Keputusan itu tidak jatuh menjadi perintah terbuka, tetapi beliau meminta para senopati perang mendengarkan ceritanya. Dan itu adalah perintah bertabir keindahan sastra (sanepan) yang harus diterjemahkan sendiri para senopati utama.


"Bahwa seorang bayi itu adalah karunia terbesar Tuhan atas sebuah keluarga. Secara biologis ibu dan bapaknyalah yang mengukir jiwa dan raganya. Tetapi ada pihak lain dan lingkungannya turut mengukir budipekertinya.


Dalam budaya Jawa ada juga inang penolong proses kelahiran sang jabang bayi dan turut mengasuhnya. Bila lelaki disebut Kaki Among dan bila wanita disebut nini among. Mereka adalah orang yang linuwih ilmu lahir dan batinnya serta berpengalaman membaca tanda-tandanya semesta.


Mereka dengan melihat dan memegang si jabang bayi sudah dapat mengetahui, apakah si bayi nanti menjadi anak yang berbhakti ataukah anak yang durhaka. Konon kawaskitan Kaki Among / Nini Among atas hal itu, telah mendorong kesaktian spiritualnya untuk menjaga calon anak berbhakti atau justru menghancurkan calon anak durhaka.


Dan aku adalah Nini Among Dyah Jayanegara. Bila matahari nya mampu membakar semesta, adalah wajib bagiku memadamkannya. Tapi bila matahari nya membunuh semesta maka wajibku untuk menghentikan selamanya".


Mengangguk paham semua senopati utama, menghaturkan sembah kepada Prameswari Rajasa. Memohon pamit menjalankan dharma, dan meletuslah berbagai pemberontakan atas pemerintahan Dyah Jayanegara di semua daerah oleh para senopati Majapahit alumni Singhasari. Ini yang kurang dipahami sejarah pada umumnya. Bahwa pemberontakan itu dilakukan bukan pengambilan kekuasaan, tetapi sebagai dharma bhakti para senopati atas sumpahnya menjaga dinasti Rajasa. Dan menghendaki pewaris sah Rajasa yang duduk diatas tahta.


Pemberontakan terbesar dilakukan oleh para Dharmaputra yang berhasil mengusir Dyah Jayanegara dari istana. Tetapi anehnya tidak sedikitpun pemberontakan itu mengusik kaputren tempat dua puteri Gayatri berada ataupun tempat bangsawan trah Rajasa. Sebab mereka berontak sejatinya membela trah Rajasa.


Jaya - Jaya - Wijayanti

Jakarta, 14 April 2015

DEDDY ENDARTO untuk WAHYU TAHTA TIDAK PERNAH KELIRU MEMILIH TUANNYA SEKALIPUN HARUS TERTUNDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Jombang Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...