Sabtu, 02 Mei 2020

Prasasti Katemas : Warisan Arkeologis Yang Belum Terkuak

Tak banyak yang diketahui mengenai Prasasti Katemas. Keberadaannya yang bersemayam bersama sekumpulan prasasti lain di Museum Mandala Majapahit di Trowulan membuat eksistensinya kurang terekspos. Berdiri tegak di antara rekan-rekannya dalam kondisi tanpa profil, membuat sejarahnya terasa tenggelam.

 

Bahkan tak banyak yang tahu bahwa Prasasti Katemas merupakan salah satu inskripsi yang dari masa Prabu Airlangga yang berasal dari kawasan Jombang di utara Brantas. Bersama empat prasasti lain yang pernah ditemukan dalam jarak yang tak jauh, eksistensi tugu batu bertulis dari Katemas ini sedikit terpinggirkan.


 

Diboyong dari Dusun Katemas, Desa Katemas, Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang tahun 2003, inskripsi ini pun dijuluki Prasasti Katemas sesuai nama tempatnya berasal. Katemas sendiri berasal dari nama baru yang dari cerita penduduk setempat berasal dari Bahasa Jawa yaitu kata kate yang artinya akan atau mau, dan mas yang artinya emas atau kejayaan. Jadi Katemas bisa diartikan menuju kejayaan, sebuah nama yang berisi doa dan pengharapan yang berasal dari potensi setempat yang penuh dengan sejarah emas dari era Airlangga.

 

Awalnya tugu batu bertulis dari Katemas berada tergeletak di pinggir jalan tepat di tepian sungai Desa Katemas, dimana lapiknya ditemukan pula terpisah beberapa meter dari badan prasastinya. Lapiknya berhias padma yang masih sangat jelas tellihat kelopaknya dan punya dua tingkat hiasan. 




Diceritakan oleh Pak Badri selaku juru pelihara kawasan sekaligus penduduk setempat bahwa tugu batu bertulis ini sering menyebabkan orang-orang yang melintas dan memegangnya kesurupan. Karena banyaknya ‘korban’ yang mungkin sekedar iseng atau ingin tahu tentang prasasti ini dan memerlukan penanganan non-medis, akhirnya tugu batu bertulis ini diamankan ke rumah warga bernama Pak Aslan yang berada tak jauh dari lokasi insitu terakhir dari inskripsi ini.

 

Pak Aslan merupakan seorang tokoh yang dihormati di kawasan ini, selain itu beliau dipercaya mampu mengobati orang-orang yang punya keluhan non-medis seperti para korban yang menyentuh prasasti keramat ini. Dengan diamankannya prasasti ke halaman rumah Pak Aslan, diharapkan tak ada lagi warga kesurupan akibat penasaran pada prasasti ini.

 


Kini lokasi penemuan prasasti yang sering mengakibatkan orang kesurupan karena menyentuhnya itu menjadi pinggiran sungai yang sudah dibangun pos dam Katemas. Bangunannya benar-benar baru, mungkin umurnya bahkan belum sampai satu tahun. Pak Badri selaku jupel kawasan ini menyatakan bahwa diduga di dasar sungai dan sekitar lokasi masih ada pecahan bata maupun benda bersejarah yang mungkin bisa menjadi petunjuk tambahan mengenai tugu batu bertulis ini.

 



Terlebih lagi, tak jauh dari lokasi ditemukannya kedua prasasti terdapat makam islam Desa Katemas yang ternyata di salah satu pesarean penduduk yang semasa hidupnya cukup dihormati, nisannya terbuat dari lingga. Batu lingga yang digunakan tersebut merupakan tugu yang kerap difungsikan sebagai batas sima. Sangat mungkin nisan tersebut merupakan lingga tugu batu yang dulunya digunakan sebagai batas sima yang diperdikankan oleh Sang Prabu yang menghadiahkan kawasan ini sebagai daerah istimewa.




Lalu, tahun 2003 diputuskan prasasti ini diboyong ke Museum Trowulan untuk diamankan secara optimal. Menariknya, selain Prasasti Katemas ditemukan pula tugu batu bertulis lainnya yang diboyong ke Museum Trowulan dari tempat yang sama dan dari era Airlangga. Bukti pemindahan kedua prasasti ke Museum Trowulan didapat dari dokumen yang dimiliki jruu pelihara kawasan ini.








Terbaca dari ‘surat perintah’ pemboyongan yang bukan tertanggal sebelas maret #eh tertanggal sejak 29 September 2003, kedua prasasti dari Katemas menjadi penghuni baru Museum Trowulan.



Berhubung ada dua prasasti dari Katemas yang diboyong, maka kedua inskripsi ini pun kerap disebut Prasasti Katemas I dan Prasasti Katemas II sesuai lokasi insitunya. Namun perkembangan kedepannya, prasasti Katemas II ternyata diidentifikasi sebagai lapik dari  Prasasti Garudamukha yang berasal dari gambar lencana di pahatannya setelah dilakukan pembacaan oleh para peneliti. Kondisi Prasasti Garudamukha sendiri lebih mengenaskan, lebih memprihatinkan karena terpecah pecah menjadi fragmen-fragmen yang bahkan sampai sekarang masih sulit disatukan lagi.

 

Bila ditelaah lebih lanjut, kedua prasasti berada dan diamankan bersamaan dari lokasi yang sama, kemudian diboyong bebarengan ke Museum Trowulan dalam kondisi yang sudah tak utuh bahkan salah satunya sudah pecah berkeping-keping. Dua prasasti, berada di tempat yang sama. Mungkinkah???

 

Biasanya prasasti memuat berita, peraturan, atau perintah dari raja yang menyatakan sebuah daerah ditetapkan sebagai daerah istimewa seperti sima. Bisa diletakkan tak jauh dari candi sebagai inskripsi yang menjelaskan fungsi bangunan suci, atau ditempatkan di sebuah lokasi yang kawasannya menjadi daerah perdikan.

 

Tapi bila ada dua prasasti yang ditemukan tergeletak di satu tempat yang sama, apa mungkin lokasi itu merupakan insitu keduanya??? Jombang City Guide menduga tidak. Terutama melihat kondisi kedua prasasti yang sudah tak utuh lagi. Keduanya bahkan terlihat sebagai korban tangan jahil oknum yang masih percaya ada kandungan emas di dalam tugu batu bertulis itu, seperti yang dialami oleh Prasasti Kusambyan.

 

Patahannya terlihat tipis, seperti prasasti ini sengaja ‘dikuliti’ untuk dilihat bagian dalamnya. Semacam mencari kandungan di dalam batu yang hasilnya jelas nihil. Padahal, sebuah prasasti jelas-jelas yang terbuat dari batu andesit biasanya bahannya diambil dari bebatuan sungai. Bongkahan bebatuan sungai itu kemudian dibentuk sedemikian rupa sesuai kebutuhan pembuatan prasasti.

 

Bila memang batu itu mengandung unsur lain, mungkin hanya akan berupa bebatuan mulia seperti akik, granit, giok, bahkan permata. Pastinya, tidak akan mungkin di dalamnya berisi emas. Emangnya bikin dari adonan semen trus dicetak lalu dalamnya diselipin emas gitu?? Kok lalar gawe. Iyo lek lemper atau rolade gitu???

 

Jadi, Jombang City Guide menduga bahwa oknum pemecah kedua batu inskripsi tersebut tak mendapatkan apa yang dia cari kemudian mencampakkan kedua tugu batu bertulis itu begitu saja di pinggir jalan di tepian sungai. Karena tindakan itu, sangat mungkin insitu kedua prasasti bukanlah di tempat terakhir di pinggir sungai itu. Bisa jadi dari dua lokasi berbeda, yang sayangnya kini tak bisa dilacak lagi asalnya karena tak ada lagi petunjuk yang tersisa.

 

Setidaknya ada lima prasasti peninggalan Airlangga dari Jombang kawasan utara Brantas. Sebut saja Prasasti Pucangan, Prasasti Sumber Gurit / Prasasti Munggut, Prasasti Kusambyan / Prasasti Grogol, Prasasti Garudamukha, Prasasti Sendang Made dan Prasasti Katemas. Prasasti-prasasti itu menjadi sangat penting karena dengan berhasilnya pembacaannya, bisa menguak peran Jombang di masa kerajaan kuno yang ternyata sangat strategis dalam sejarah nusantara.

 

Terbuat dari batu andesit yang diduga berasal dari bebatuan pegunungan terdekat, Prasasti Katemas berbentuk blok segi empat. Bagian atasnya meruncing ke tengah yang diperkirakan berbentuk lancip tanpa lapik. Panjang bagian bawahnya tercatat 68,5 cm, sedangkan panjang bagian gupilnya sebesar 63,5 cm. Hampir setengah bagian badannya.

 

Prasasti Katemas punya tinggi 91,5 cm dengan sisi panjangnya berbentuk cembung. Tebal bagian bawah sisi kanan dan kiri yaitu 18 -18,5 cm, sedangkan tebal bagian bawah sisi tengah dicatat sebesar 25,5 cm. Tugu batu bertulis dari Katemas ini dipahat tulisan aksara Jawa Kuno di kedua sisi panjangnya.

 

Berdiri dengan sebagian puncak yang entah dimana cuilannya, Prasasti Katemas bersebelahan di samping lapiknya yang membentuk padmasana. Masih lengkap pula dengan pasaknya yang berupa tonjolan untuk ‘akar’ prasasti. Pasak ini berfungsi sebagai pijakan saat tugu batu bertulis ini ditancapkan ke dalam lokasi insitunya. Kedua bagian prasasti yang terpisah ini, diletakkan berdampingan bersama prasasti-prasasti lainnya di Museum Trowulan.

 

Berbeda dengan rekan-rekan prasasti satu kawasan lainnya seperti Prasasti Sumber Gurit yang masih utuh sehingga informasinya sangat lengkap dan bisa dibaca, kondisi Prasasti Katemas sudah sulit diteliti. Huruf-hurufnya sudah aus, sehingga Bahasa Jawa Kuno dalam guratannya sangat sulit dibaca. Akibatnya misteri informasi yang terkandung di dalamnya jadi terlalu menantang untuk diungkap karena tingkat kesulitannya.

 

Tak diketahui apa sebab rompalnya sebagian badannya, karena kondisinya sudah demikian saat ditemukan kemudian diboyong ke Trowulan. Tapi dilihat dari bentuk patahannya sepertinya memang akibat dari ulah oknum putus asa yang punya level ketotolan tingkat dewa. Beberapa prasasti dari kawasan Jombang regional utara Brantas punya nasib serupa seperti Prasasti Garudamukha dan Prasasti Kusambyan.

 

Tulisannya yang hanya terlihat samar membuat peneliti susah membaca isi Prasasti Katemas. Penanggalan prasastinya pun tak terlihat, mungkin juga karena patahan bagian kanannya yang sudah hilang. Biasanya angka tahun tercatat berada di puncak prasasti, sedangkan bagian kaki juga masih terlihat ada tulisannya tapi sudah aus. Catatan peristiwa yang tercantum dalam kandungan prasasti juga tak bisa dibaca.

 

Dikatakan dalam catatan mengenai profil Prasasti Katemas, guratan tulisan aksara jawa kuno berada di keempat sisinya yang cenderung cembung itu. Terlihat ada tulisan sebanyak 34 baris di bagian depan (recto) yang bagian kanannya cuil, dan bagian belakang (verso) yang agak utuh. Namun dari pengamatan Jombang City Guide, bagian samping (margin) tidak terlihat ada tulisannya. Sangat mungkin pengamatan ini disebabkan keawaman Jombang City Guide yang sama sekali tak punya latar belakang di bidang arkeologi.

 

Para ahli epigrafi jelas kesulitan menetapkan dari mana Prasasti Katemas berasal, namun tertulis dalam catatan pengamatan prasasti ini bahwa di baris ketiga tertulis : Swasti saka warsatita 9… Setelah angka 9 batunya sudah pecah. Namun dilihat dari masanya, tahun saka berawalan angka 9 biasanya berada di masa Prabu Airlangga.

 

Beruntung, di baris kelima terbaca  : …. warista Airlangga Anantawikramotunga …. Dimana bisa dipastikan bahwa prasati ini merupakan peninggalan dari Sang Raja Pembangun Bendungan seperti keempat rekannya yang juga berasal dari kawasan yang sama.


Keausan inskripsi memang menyulitkan para ahli epigrafi, dimana kondisi ini umumnya terjadi karena faktor alam maupun usia. Bisa pula karena faktor dihapus karena dianggap sudah tak berlaku lagi. Memang, beberapa hukum dan kandungan prasasti hanya berlaku kala Sang Raja penetap prasasti bertakhta. Sehingga saat raja turun dari singgasananya prasasti terkait tak lagi relevan dengan situasi saat itu. 


Kemungkinan lain bisa muncul karena prasasti adalah lambang legitimasi raja. Musuh-musuh Sang Prabu mungkin sengaja merusaknya sebagai bentuk perlawanan. Kadang pula terjadi peperangan sehingga prasasti yang dikeluarkan raja yang terdahulu dirusak oleh raja baru sebagai pemenang perang yang mungkin ingin mendirikan dinasti baru.


Prasasti sengaja dirusak agar keputusan raja terdahulu tak lagi dipatuhi oleh masyarakat karena ketetapannya sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi pemerintahan baru. Jadi, pihak raja baru sengaja menghancurkan simbol kekuasaan terdahulu. Simbol itu berupa prasasti, istana, maupun struktur pemerintahan. Kondisi tersebut bisa saja menimpa Prasasti Katemas, dan melanda Kedaton Bedander yang berada tak jauh dari Katemas.


Kondisi fisik Prasasti Katemas memang lebih baik dari Prasasti Garudhamukha yang sudah pecah berkeping-keping. Lapiknya ditemukan bersamaan dengan Prasasti Katemas dan diangkut bersamaan ke museum. Namun guratan tulisan di Prasasti Katemas tak lagi bisa dibaca karena aus. Sehingga peneliti yang ingin mengungkap misteri informasi yang terkandung di dalamnya juga sangat kesulitan. Prasasti Katemas sama sekali bukan tantangan, tapi sebuah kesedihan akan sesuatu yang sangat disayangkan.

 

Prasasti Katemas memang masih tegak berdiri dan keberadaannya sudah diamankan di museum. Rencana kedepannya semua prasasti di museum akan diberdirikan, namun harus direkonstruksi dulu sebelumnya.

Prasasti Katemas masih lebih aman keberadaannya dan baik kondisinya dibanding Prasasti Grogol yang sudah pecah jadi sembilan bagian dan telantar di tengah ladang. Namun karena keausan pahatan tulisannya, tugu batu bertulis dari Katemas ini serasa masih kalah dari segi pembacaan dibanding Prasasti Kusambyan yang meski pecah tapi masih bisa diambil informasi yang terkandung di dalamnya.

 

Sedangkan Prasasti Pucangan yang memuat informasi penting tentang silsilah kerajaan, meski kondisinya masih utuh namun wujudnya tak berada di bumi pertiwi. Keberadaannya yang masih tersandera tapi telantar di negeri Taj Mahal membuatnya susah untuk diteliti. Untuk memulangkannya perlu jalur diplomasi yang sangat kuat luar biasa untuk melobi India yang kebetulan sesama negara berkembang.

 

Prasasti Katemas, berdiri berjajar bersama kawan-kawannya di samping replika rumah majapahit tapi tanpa petunjuk apapun mengenai asal-usulnya. Padahal catatan informasi mengenai prasasti harusnya dicantumkan di dekatnya. Seharusnya tiap benda cagar budaya termasuk prasasti diberi petunjuk atau keterangan di sampingnya. Sehingga memudahkan pengunjung untuk mengetahui kisahnya, meski datang tanpa panduan guide dan petugas museum yang hadir.

 

Beruntung Jombang City Guide bisa mengenal Pak Badri juru pelihara regional Katemas dan Bu Eva selaku petugas di Museum Trowulan sehingga penelusuran bisa dilakukan. Foto insitu pun didapat dari Mas Yogi Mahadev yang menjadi dasar ide penulisan artikel ini. Jadi bisa didapat profil singkat tentang Prasasti Katemas yang belum banyak diangkat dalam ulasan arkeologi maupun artikel amatir.

 

Perlu adanya sinergi yang baik antara petugas balai purbakala dan penduduk setempat. Sehingga bila ada penemuan baru di wilayah utara Brantas agaknya bisa segera dilakukan upaya penyelamatan. Jadi, bukti sejarah dan jejak arkeologis dari kawasan penuh sejarah ini tak hilang ditelan kapitalisasi dalam era modern ini.

 

Keberadaan Prasasti Katemas yang sudah aman di Museum Trowulan harusnya menjadi aset generasi muda pecinta sejarah terutama dari Jombang. Sebuah bukti arkeologis yang sangat berharga sebenarnya, yang meski sulit untuk dibaca namun setidaknya harus diketahui eksistensinya. Tak boleh terpinggirkan apalagi terlupakan.

 

Prasasti Katemas dan empat tugu batu bertulis lainnya mungkin hanyalah beberapa diantara inskripsi peninggalan Airlangga dari Jombang bagian utara Brantas yang diduga sebagai ibukota kerajaan kala Sang Prabu Pembangun Bendungan bertakhta. Inskripsi penting lainnya, bisa jadi berupa bakalan prasasti atau masih terkubur. Menunggu untuk ditemukan lalu dikuak misterinya.

 

Prasasti Katemas

Museum Mandala Majapahit

Sebelah Replika Rumah Majapahit

Insitu :

Dusun Katemas, Desa Katemas,

Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang

 

Terimakasih banyak untuk Mas Yogi Mahadev atas foto insitunya, Pak Badri atas datanya dan Bu Eva atas informasinya, dan Pak Ikhwan yang sudah dengan sangat baik menunjukkan tugu batu bertulis dari Jombang ini kala berkunjung ke Musem Trowulan. 

  

Btw, Apriliya Oktavianti dari situsbudaya.id monggo kopas-kopas sepuas-puasnya ya. Nanti silakan pura-pura lupa cantumkan sumber seperti biasanya, 'kan ya??? Haseeek, hasek hasek haseeeekkk!!! Lovyu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Jombang Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...