Minggu, 17 Desember 2017

Penemuan Potongan Arca Kepala Brahma Empat Wajah di Makam Keramat Pandegong


Tahun 2017 sepertinya menjadi tahun dimana banyak penemuan sejarah peninggalan kerajaan kuno ditemukan di Jombang setelah lama terkubur di bawah permukaan tanah. Setelah penemuan Situs Sugihwaras dan Situs Karobelah, sebuah potongan arca berbentuk kepala Dewa Brahma dengan empat wajah ditemukan seorang warga di makam keramat Pandegong, di Dusun Kwasen, Desa Menganto, Kecamatan Mojowarno.

Pak Jayadi menunjukkan temuannya


Adalah Jayadi seorang juru kunci makam Pandegong yang tak sengaja menemukan  benda kuno itu akibat robohnya pohon tua raksasa yang selama ini sudah berdiri di areal makam. Pohon raksasa tersebut roboh dan akarnya terburai di permukaan tanah. Ketika membersihkan akar pohon yang ambruk itu, tak sengaja cangkul Cak Jayadi mengenai dua bongkah batu di kedalaman sekitar 1,5 meter. Ketika diambil dan dibersihkan, rupanya dua buah batu itu adalah benda kuno yang diyakini sebagai potongan arca kepala Brahma dan kucur candi.

Dari batu andesit

Potongan arca kepala Dewa Brahma ini sangat unik karena berbahan batu andesit lengkap dengan empat wajahnya. Meski terpotong di bagian leher, arca kepala Brahma ini masih digolongkan utuh. Terlihat hidung, telinga, dan senyum teduhnya serta beberapa bagiannya yang masih berada pada kondisi yang baik.



Ukurannya kepala arcanya ternyata lebih kecil dibanding yang Jombang City Guide bayangkan. Empat wajah Brahma ini seukuran telapak tangan laki-laki dewasa, ketika Jombang City Guide amati saat Pak Jayadi memegang benda kuno temuannya. Bisa diperkirakan ukuran tubuh arca mungkin juga tak terlalu besar.

Seukuran telapak tangan pria dewasa

Meski seringnya digambarkan sebagai pria tua dengan jenggot putihnya yang melambangkan leluhur jagat raya, arca empat wajah brahma yang ditemukan di situs Pandegong diwujudkan agak berbeda. Empat wajahnya tidak dihiasi dengan jenggot, tapi tetap lengkap dengan senyum teduhnya.

Senyum Sang Brahma

Ilustrasi empat wajah Brahma ini juga bisa dilihat dalam beberapa adegan di kartun anak-anak Little Krishna yang ditayangkan stasiun televisi swasta nasional. Empat wajah ini melambangkan pandangannya ke empat penjuru mata angin. Selain itu juga melambangkan kekuasaan terhadap empat siklus waktu dan empat pembagian masyarakat berdasarkan keterampilan.

Satu sisi yang asimetris

Dari empat wajah itu, bila dilihat dari atas ada satu bagian yang agak tidak simetris karena ukurannya lebih kecil dibandingkan tiga wajah lainnya. Entah disengaja atau tidak, belum diketahui pula mengapa ada perbedaannya.

Satu sisi lebih kecil dibandingkan yang lain
Sayangnya di salah satu sisi wajah ada bagian wajah yang kurang sempurna sehingga senyuman teduhnya tak tampak. Entah karena belum selesai dikerjakan ketika dalam proses pembuatannya dahulu atau terbentur sesuatu sehingga patah bagian-bagiannya.

Wajah yang tak sempurna

Sedangkan kucur candi juga berada dalam sebuah potongan yang belum bisa diperkirakan bentuk aslinya. Ukurannya lebih besar dibanding potongan arca kepala brahmana. Belum banyak yang bisa dibahas mengenai potongan kucur candi ini karena bentuknya yang tidak bisa diketahui aslinya. Bagian tubuh arca masih belum ditemukan begitu pula dengan bagian lain dari kucur candi. Entah hilang atau masih terkubur di dalam tanah.

Potongan Kucur Candi

Belum diketahui pasti bagaimana kedua benda itu bisa terkubur di dalam tanah. Bisa jadi memang bagian yang lain dari dua bongkahan benda kuno itu masih terkubur di dalam tanah, atau bisa jadi merupakan benda pusaka yang sengaja disimpan leluhur desa kwasen di punden, mengingat tempat tersebut adalah makam pendiri desa yang dikeramatkan.



Pak Jayadi menemukan dua benda kuno ini di dalam kedalaman sekitar 1,5 m dari atas permukaan tanah ketika menggalinya di sekitar bulan Juli 2017 dan tidak berani melanjutkan penggalian karena khawatir merusak benda keramat. Selain itu juga mengingat ada aturan larangan merusak benda cagar budaya.



Cak Hari, begitu sapaan Pak Jayadi sehari-hari, lalu menyimpan dua benda temuannya di rumah tanpa memberitahukan penemuannya pada BNPT Trowulan. Awalnya Pak Jayadi berniat menjual benda pusaka ini sebagai barang antik, dan meminta tolong kepada Rizal kawannya untuk mengunggahnya di lapak online maupun grup media sosial untuk menjaring pembeli. Dana yang didapatkan dari hasil penjualan rencananya digunakan untuk memugar makam Pandegong, karena kondisinya yang kurang terperhatikan.


Namun dengan kekuatan viral media sosial, akhirnya diketahui oleh BNPT Trowulan . Penemuan ini segera ditinjau langsung beberapa petugas dari balai purbakala yang mengayomi urusan-urusan penemuan benda kuno ini. Setelah melihat langsung, petugas tersebut menyatakan bahwa benda ini asli dari zaman kerajaan kuno dan mengandung nilai sejarah.


Pak Jayadi bersedia menyerahkan benda pusaka itu pada BNPT Trowulan dengan syarat pemerintah dan pihak berwenang memugar makam keramat dan membangun kuncup di atas punden kuno. Makam keramat yang dijaga oleh Pak Jayadi dipercaya sebagai pesarean Mbah Nambi dan Mbah Ijo yang merupakan dua orang yang pertama kali membangun kampung dengan membabat Kwasen yang dulunya merupakan hutan belantara.


Ditengarai masih banyak yang terkubur dalam situs Pandegong mengingat ada banyak bata kuno yang berserakan di samping makam dan tempat ini tersusun dari pondasi bata berukuran jumbo yang tertata rapi. Tatanan bata yang rapi ini disinyalir merupakan pondasi sebuah candi.


Dengan ditemukannya arca ini makam keramat ini bisa ‘dibaca’ sebagai tempat suci untuk pemujaan, mengingat Dewa Brahma adalah salah satu dewa dalam agama Hindu, yang dianut masyarakat kuno di zaman kerajaan terdahulu, termasuk Kerajaan Majapahit. Arca Dewa Brahma adalah simbol pemujaan, sehingga diyakini kompleks ini dulunya adalah tempat suci.



Masih ditunggu upaya dan izin ekskavasi dari pihak berwenang terutama dari Disbudpar Jombang sehingga harapan bisa menemukan badan brahma dan candinya sekaligus bisa terwujud. Besar harapan warga Jombang tempat ini bisa dijadikan destinasi ziarah maupun spot wisata baru yang akan menambah deretan peninggalan kerajaan kuno yang ada di Jombang.


Keseriusan pemerintah untuk menjaga dan melestarikan benda cagar budaya ini sangat dinantikan karena sangat penting untuk generasi mendatang, terutama anak muda di Jombang yang harus berbangga wilayahnya dulunya merupakan bagian dari ibukota dua kerajaan terbesar dan terkuat di nusantara.

Pak Jayadi dan Kedua Putrinya

Selain itu, guru-guru sejarah di seluruh nusantara hendaknya memotivasi para siswanya untuk menghargai peninggalan sejarah bangsanya, supaya bila ditemukan lagi situs bersejarah yang menjadi cikal bakal perjalanan bangsa ini, benda kuno tersebut bisa diselamatkan dengan sebaik-baiknya. 



Sehingga niat menjual benda cagar budaya seperti yang hampir dilakukan Pak Jayadi dan Rizal tidak lagi terjadi karena sudah adanya kesadaran tinggi atas nilai-nilai sejarah bangsa ini. Selanjutnya, kita sebagai generasi muda yang bertanggung jawab menjaga peninggalan kuno ini supaya tetap lestari.


Peninggalan sejarah itu sepertinya terkubur rapi di bawah tanah, mengingat adanya bencana alam dan letusan Gunung Kelud yang mengakibatkan terkuburnya banyak situs kuno di Jombang. Memang, wilayah ibukota kerajaan Majapahit dan beberapa kerajaan pendahulunya berada di Jombang. Tinggal menunggu waktu saja penemuan-penemuan ini menyeruak ataupun tak sengaja ditemukan.



Penemuan potongan arca kepala brahma dan kucur candi di areal Punden Pandegong menguak fakta baru terkait lokasi penemuan arca yaitu di makam keramat Pandegong, yang diyakini sebagai lokasi makam yang dipercaya sebagai pesarean Mbah Nambi Suro dan Mbah Ijo. Dua leluhur ini merupakan orang yang pertama kali membangun kampung dengan membabat Desa Kwasen yang dulunya merupakan hutan belantara

Jalan setapak menuju makam

Tempat punden tak jauh dari jalan utama desa, dan mudah terlihat dari jalan dimana warga berlalu-lalang. Ada jalan setapak kecil untuk mencapai lokasi dengan menyusuri lahan dari bibir jalan raya desa.


Areal Makam Pandegong dari kejauhan

Ketika Jombang City Guide berkunjung banyak orang sedang berada di areal makam. Sepertinya sudah banyak wartawan dari media lokal yang telah mengunjungi makam keramat ini.

Ramai orang nongkrong

Sekitar pukul tujuh pagi, areal makam ini sudah ramai oleh orang-orang seperti biasanya, entah sekedar nongkrong atau berziarah. Beberapa pria tua dan muda, bahkan anak-anak berada di lokasi punden. Sayangnya, anak-anak seusia SD di masa liburan sekolah jeda semester itu diantaranya sedang bergantian merokok .

Perokok usia dini

Menurut KBBI, punden adalah tempat terdapatnya makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa. Memang, areal makam Pandegong adalah lokasi makam dua pendiri desa kwasen yang disemayamkan bersebelahan di areal punden ini. Namun hanya terdapat satu nisan di punden ini. Ini disebabkan kesalahan pembangunan nisan dan keterbatasan dana. Sehingga hanya makam Mbah Nambi Suro yang diberi nisan dan dinaungi terpal biru. Sedangkan Makam Mbah Ijo di sampingnya, sudah rata dengan tanah.

Makam sesepuh desa

Makam keramat Pandegong, berdiri di atas sebuah lahan yang berada di ketinggian yang melebihi sawah di sekelilingnya. Menurut Cak Jayadi, di pinggiran areal makam ini dulunya ada sebuah liang yang bisa dimasuki orang seperti terowongan. Karena tidak berani merusak pondasi makam dan tidak berani melanjutkan penggalian dan khawatir merusak tempat keramat, liang tersebut ditutup.

Konon dulunya ada terowongan

Berdiri lebih tinggi dari areal sawah sekitarnya

Saat Jombang City Guide memasuki area punden, terlihat banyak tumpukan bata berserakan di sekitar makam, yang dikumpulkan di bawah pohon. Puing-puing batu bata tersebut berukuran besar, lebih besar dari batu bata produksi zaman modern. Ini merupakan bukti bahwa batu bata ini berasal dari zaman kuno yang memiliki nilai sejarah. Batu bata tersebut banyak yang sudah terpecah, dan berwarna hijau karena ditumbuhi jamur karena saking tak terperhatikannya.

Bata berserakan seperti potongan puzzle

Lokasi bata yang tersusun rapi

Di sisi timur makam yang masih dalam satu area, terdapat batu bata yang tersusun rapi dan sedikit menyembul di permukaan tanah. Seperti tumpukan bata lainnya, ukurannya jauh lebih besar dari bata pada umumnya. Meski tidak terlihat bentuk bangunannya karena terkubur dalam tanah, namun tatanan batu bata kuno itu seperti sebuah pondasi bangunan.

Tatanan Bata yang rapi
Saat Jombang City Guide mengamati tatanan bata itu, Cak Jayadi mengambil salah satu bata tersebut. Semua bata yang tertata rapi itu berukuran jumbo, lebih besar dari bata produksi zaman modern. Menariknya saat bata diambil, masih ada bata lain yang tertata rapi di bawahnya. Begitu seterusnya.

Bata ukuran jumbo

Tatanan bata ini sepertinya adalah sebuah bangunan yang ditumpuk menggunakan metode gesek, yang merupakan metode bangunan zaman dulu dimana belum ada semen. Hebatnya, hanya dengan metode gesek teknologi lampau ini tanpa semen bangunan sudah bisa berdiri dengan tatanan yang terpasang rapi.



Dari pengamatan tersebut, disinyalir bangunan di samping Punden Pandegong dulunya adalah pondasi sebuah candi atau bangunan dari kerajaan kuno. Dalam kultur masyarakat Hindu kuno, di sebuah desa setidaknya terdapat sebuah bangunan suci. Situasinya mirip dengan di zaman sekarang dimana umat islam di Indonesia memiliki masjid dan mushollah untuk ibadah.

Saat diambil satu bata,
Di bawahnya masih ada bata lainnya

Bangunan yang terdapat dalam area punden dianggap suci oleh masyarakat setempat, berfungsi sebagai pemujaan atau penghormatan terhadap leluhur terkait. Biasanya, di dalam bangunan suci tersebut ada sebuah arca dewa yang merupakan arca perwujudan. Karena fungsinya sebagai tempat persembahyangan, masyarakat kemudian menganggapnya sebagai tempat keramat yang  biasanya punya nuansa mistis.

Pohon besar

Banyak pohon yang tumbuh di atas areal makam, dan ukurannya tidak kecil. Karena tinggi dan besarnya, pepohonan itu mengayomi bagian bawahnya sehingga punden terasa sejuk dan rindang. Pohon-pohon itu salah satunya roboh yang kemudian berujung penemuan potongan arca kepala brahmana dan kucur candi oleh Cak Hari, sapaan akrab Pak Jayadi.

Cak Jayadi Sang Penemu Arca

Bagian tubuh arca masih belum ditemukan begitu pula dengan bagian lain dari kucur candi. Entah hilang atau masih terkubur di dalam tanah. Belum diketahui pasti bagaimana kedua benda itu bisa terkubur di dalam tanah. Bisa jadi memang bagian yang lain dari dua bongkahan benda kuno itu masih terkubur di dalam tanah, atau bisa jadi merupakan benda pusaka yang sengaja disimpan leluhur Desa Kwasen di punden, mengingat tempat tersebut adalah makam pendiri desa yang dikeramatkan.

Yoni Pandegong

Selain itu terdapat yoni dari batu andesit berbentuk segi empat di di samping makam. Dulunya juga terdapat lingga perlambang Dewa Siwa di samping tumpukan bata kuno diantara pohon. Lingga biasanya diletakkan di cekungan yoni, dimana lingga biasanya juga berbentuk arca perwujudan yang dipuja di dalam bangunan. Sayangnya,lingga di punden Pandegong sudah hilang dicuri orang.

Rizal

Yoni adalah sebuah obyek cekung atau berlubang yang umumnya di Indonesia berbentuk persegi dengan empat sudutnya. Di beberapa daerah di Indonesia, yoni disebut juga lesung batu karena menyerupai sebuah lesung dari batu. Namun ada kalanya yoni di nusantara menyimpang dari pakem lingga yoni, berbentuk tidak lazim, unik, maupun dilengkapi dengan ukiran yang detail seperti Yoni Gambar di Japanan, Mojowarno, tak jauh dari Kwasen. Keunikan tersebut terjadi karena faktor yang berbeda-beda sesuai letak geografis dan situasi maupun politik yang melatarbelakangi pembuatannya.

Yoni yang berada di antara pohon

Yoni ini sebagai tempat menampung air suci berenergi dewa untuk minum maupun membasuh wajah para peziarah untuk mendapatkan keberkahan. Sampai sekarang, beberapa peziarah datang ke tempat ini untuk memanjatkan doa. Tampak di sekitar yoni masih ada sesajen berupa bunga-bungaan yang ditebarkan. Pemujaan juga dilakukan sengan cara membawa sesembahan utama berupa kepala hewan. Sedangkan sayur-sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan dan wewangian tergolong sebagai pelengkap.

Sesajen

Meskipun masyarakat zaman sekarang tidak lagi memperayai animisme dan dinamisme, anggapan bahwa punden sebagai pemberi berkah dan keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kelimpahan rezeki pada masyarakat masih tetap ada. Terbukti, peziarah Punden Pandegong ini datang dari berbagai kota, tak hanya dari Jombang saja. Beberapa dari Ngajuk, Blitar, dan Mojokerto yang biasanya datang di siang hari hingga sore.

Kendi kecil di sekitar yoni

Yoni berpasangan dengan lingga. Lingga mempresentasikan dewa siwa secara simbolik sedangkan yoni melambangkan Dewi parwati, istri siwa. Yoni adalah perlambang ibu, kesuburan dan bumi pertiwi yang diwujudkan dalam sebuah pemukiman. Fungsi yoni selain sebagai petirtaan air suci juga sebagai pengukuhan tahta seseorang yang Berjaya di suatu tempat, dan memperingati suatu peristiwa penting misalnya sebuah kemenangan dalam perang.


Lingga dan yoni ditemukan paling sering berada dekat candi, atau bertempat di satu area dengan bangunan candi. Karena itu biasanya yoni ditemukan bersama sisa bangunan. Dengan adanya pasangan lingga dan yoni di suatu tempat seperti yang diletakkan di bilik bangunan candi adalah bukti bahwa dulunya lokasi Punden Pandegong adalah peribadatan berupa pemujaan sekaligus menandakan daerah tersebut termasuk wilayah yang subur.

Subur

Dengan ditemukannya arca brahma ini makam keramat ini bisa ‘dibaca’ sebagai tempat suci untuk pemujaan kaum brahmana. Arca Dewa Brahma adalah simbol pemujaan, mengingat Dewa Brahma adalah salah satu dewa dalam agama Hindu, yang dianut masyarakat kuno di zaman kerajaan terdahulu, termasuk Kerajaan Majapahit.


Belum jelas kerajaan mana yang memiliki dan membangun situs ini, namun diperkirakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang memang biasanya membangun beberapa bangunan dengan pondasi bata. Karena tidak ditemukan angka tahun dalam situs, belum diketahui pasti kapan era candi ini , apakah di masa awal atau akhir kerajaan. Maka perlunya peninjauan lebih lanjut dan ekskavasi untuk benar-benar memastikan fungsi candi.

Susunan bata sebuah bangunan kuno yang diyakini sebuah candi

Meski diyakini kompleks ini dulunya adalah tempat suci di era kerajaan Majapahit, menurut arkeolog Jombang dari tim Laskar Mdang telah berani memastikan bahwa candi ini dulunya adalah pura pemujaan yang ada di pemukiman kaum brahmana yang berada di luar areal istana. Tampak dari yoni yang berbentuk segi empat tanpa ukiran dan adanya arca brahmana sehingga situs ini diyakini tidak dibangun atas perintah istana. Selain itu tim Laskar Mdang menyimpulkan, wilayah Kwasen dulunya memang bukan bagian dari Madyopuro atau Kota Raja yang tercantum dalam Kitab Negarakertagama.

Puing-puing bata

Punden yang dijaga oleh Pak Jayadi dipercaya sebagai makam Mbah Nambi dan Mbah ijo ini memang dianggap keramat oleh warga sekitar hingga kini.  Belum diketahui apa hubungan Mbah Nambi Suro dengan Patih Nambi yang merupakan salah satu patih di era Kerajaan Majapahit pendahulu Patih Gajah Mada yang paling tersohor itu, apakah orang yang sama atau memiliki kesamaan nama saja.

Mengajukan syarat penyerahan

Wajarlah bila Cak Jayadi, Sang Penemu potongan arca kepala Brahma dan kucur candi sekaligus juru kunci makam memberikan syarat penyerahan benda temuannya untuk Balai Purbakala Trowulan dan pemerintah untuk memugar makam keramat dan membangun kuncup di atas punden kuno beserta fasilitas areal makam supaya lebih layak.

Makam Keramat

Ditengarai masih banyak yang terkubur dalam situs Pandegong mengingat ada banyak bata kuno yang berserakan di samping makam dan tempat ini tersusun dari pondasi bata berukuran jumbo yang tertata rapi, mirip seperti Situs Sugihwaras dan Situs Karobelah yang ditemukan di tahun yang sama.

Tatanan Bata yang tinggal reruntuhannya

Kondisi candi memang sudah rusak dan tidak memungkinkan dilakukan pemugaran. Meski kondisi candi sudah rusak dan tak diketahui bentuk aslinya, tetap diperlukan adanya koordinasi dari pemerintah kabupaten supaya bisa menyelamatkan sisa candi. Setidaknya reruntuhan yang ada bisa diamankan supaya tidak semakin rusak.

Puing-puing candi

Masih ditunggu upaya dan izin ekskavasi dari pihak berwenang terutama dari Disbudpar Jombang sehingga harapan bisa menemukan badan brahma dan candinya sekaligus bisa terwujud. Besar harapan warga Jombang tempat ini bisa dijadikan destinasi ziarah maupun spot wisata baru yang akan menambah deretan peninggalan kerajaan kuno yang ada di Jombang.

Areal candi misterius

Keseriusan pemerintah untuk menjaga dan melestarikan benda cagar budaya ini sangat dinantikan karena merupakan kewenangan pemerintah daerah sesuai UU nomor 11 Tahun 2010. Selain itu juga sangat penting untuk generasi mendatang, terutama anak muda di Jombang yang harus berbangga karena dulunya di Kota Santrilah berdiri  ibukota salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di nusantara.

Puing bata jumbo

Selain itu, guru-guru sejarah di Jombang dan seluruh nusantara hendaknya memotivasi para siswanya untuk menghargai peninggalan sejarah bangsanya, supaya bila ditemukan lagi situs bersejarah yang menjadi cikal bakal perjalanan bangsa ini, benda kuno tersebut bisa diselamatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga niat menjual benda cagar budaya seperti yang hampir dilakukan Pak Jayadi dan Rizal tidak lagi terjadi karena sudah adanya kesadaran tinggi atas nilai-nilai sejarah bangsa ini. Selanjutnya, kita sebagai generasi muda yang bertanggung jawab menjaga peninggalan kuno ini supaya tetap lestari.

Generasi Muda

Generasi Penerus Bangsa

Peninggalan sejarah itu sepertinya terkubur rapi di bawah tanah, mengingat adanya bencana alam dan letusan gunung meletus yang mengakibatkan terkuburnya banyak situs kuno di Jombang. Memang, wilayah ibukota kerajaan majapahit dan beberapa kerajaan pendahulunya berada di daerah Jombang. Tinggal menunggu waktu saja penemuan-penemuan ini menyeruak ataupun tak sengaja ditemukan.


Makam Keramat Pandegong
Punden Mbah Nambi Suro dan Mbah Ijo
Kwasen, Menganto, Mojowarno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Jombang Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...