Selasa, 01 September 2020

Unfinished Arca Jemparing : Berhasil Lolos dari Perdagangan Ilegal

Tak jauh dari lokasi Candi aRimbi, terdapat sebuah desa yang bernama Jemparing. Sudah bukan rahasia lagi bila kawasan ini dan sekitarnya dikenal sebagai wilayah yang banyak peninggalan purbakala yang tersebar di berbagai sudut. Diantaranya adalah dua arca yang belum tuntas dikerjakan dan kini sudah diboyong ke Museum Trowulan.

Seperti pada umumnya, kedua arca ini dijadikan atribut punden bin pekunden yang dikeramatkan warga Jemparing, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang. Warga menjadikan dua arca ini sebagai patung yang sakral dan menjadi warisan leluhur yang sangat dihormati.

Dua Arca ini ramai jadi perbincangan sekitar tahun ‘90an karena punya kisah yang menarik. Ceritanya, pada suatu hari ada sekelompok orang dengan baju seragam yang lengkap dengan membawa truk besar berwarna merah datang untuk mengangkut patung tersebut untuk dibawa ke museum Trowulan.

Di masa itu, era orde baru berkuasa dan rakyat Indonesia sudah bukan rahasia lagi akan patuh terhadap apa yang dikatakan pemerintah. Melihat sekelompok orang berseragam layaknya petugas, jelas penduduk setempat percaya saja dan menuruti apa kata sekelompok orang tersebut. Terutama sekelompok orang itu juga menggunakan truk yang warnanya sama dengan truk yang dimiliki balai purbakala untuk mengangkut benda purbakala yang biasanya beratnya bukan main.

Entah bagaimana ceritanya, akhirnya terkuak bahwa orang-orang tersebut bukanlah petugas dari Balai Purbakala Trowulan. Mereka hanya sekelompok orang yang sengaja berseragam untuk menampakkan sosok petugas pemerintah sehingga membuat penduduk takut dan patuh. Dari penampilannya itu, nantinya bertujuan mengusung benda purbakala ini dengan aman tanpa pertikaian apapun, mengingat benda dari batu tersebut sangat dihormati oleh warga setempat. Sangat mungkin keduanya akan dibawa untuk diperdagangkan secara illegal.

Beruntung kejadian itu masih tertangani dan kedua arca bisa diselamatkan. Akhirnya, untuk menghindari kedua arca kembali terancam jatuh ke tangan orang-orang serupa, diputuskan kedua patung itu diboyong ke Museum Trowulan untuk upaya penyelamatan dan pengamanan yang lebih optimal. Kini, kedua patung sudah menghuni Museum Trowulan dan berada di halaman dan dilengkapi cungkup untuk peneduh bagian atasnya.

Ada dua arca dari Jemparing. Satu patung tingginya sekitar dua meter dengan posisi berdiri lengkap dengan stella berbentuk kurawal, mengingatkan Jombang City Guide pada tampilan sandaran arca Harihara dari Candi Simping yang kini bersemayam di Museum Nasional Jakarta. Sedangkan satunya lagi, dengan posisi duduk yang sepertinya berada pada pose mudra tertentu.

Kedua patung tampak berdiri di tengah halaman museum, di tengah pelataran. Arca-arca dari Jemparing ini, diperkirakan berasal dari era Majapahit sesuai dengan sebaran peninggalan yang ada di sekitar lokasinya berasal. Keduanya, tampak samar bentuknya. Memang, keduanya dikategorikan arca dengan status unfinished atau arca yang belum tuntas dikerjakan.

Arca yang belum tuntas dikerjakan karena penampilannya belum lengkap merupakan patung yang mungkin senimannya belum selesai mengerjakannya disebabkan berbagai hal. Misalnya karena senimannya meninggal dan belum ada yang melanjutkan pekerjaannya, atau mungkin senimannya mengalami kebuntuan kreasi dalam mengerjakannya. Iya kalau kita pas ngerjakan tugas akhir ya, xixixixixixi. Mungkin raja yang berkuasa sudah berganti sehingga proyek pembuatan arca terhenti, atau bisa jadi pula karena kerajaannya keburu runtuh.

Permukaan kedua patung masih tampak halus, belum terpahat ukiran raya yang biasanya ada di relief arca. Belum ada hiasan apapun di permukaan bahannya yang terbuat dari batu andesit itu.

Bagian stella di belakangnya mungkin digunakan untuk pahatan sinar surya Majapahit yang menandakan atribut kedewaan. Terlihat bagian kepala memakai sesuatu yang menjulang, sangat mungkin akan dibentuk sebagai jamakuta atau hiasan mahkota yang tinggi.

Kaki masih berbentuk persegi sedangkan tangan sudah terlihat bagian lengannya, meski jemari belum terbentuk. Tampak tangan dibuat lebih dari dua, yang mungkin akan membawa laksana tertentu. Dari tampilannya sangat mungkin arca ini adalah perwujudan dewa Hindu yang mengingatkan pada arca Harihara. Bedanya tangan kananlah yang berada di bawah, sepertinya diproyeksikan untuk membawa gada di tangan kanannya. Sedangkan Arca Harihara yang ada di Museum Nasional membawa gada di tangan kirinya.

Wajah yang masih tembem, belum terpahat secara jelas. Meski demikian, patung yang berdiri tampak memiliki mimik wajah yang mulai terlihat. Ada senyum teduh kedewaan dan mata yang sepertinya terpejam. Posisi berdiri kaku seperti ini biasanya merupakan indikasi arca perwujudan yang menandakan sosok yang diarcakan sudah meninggal dan kini didewakan.

Apakah yang ingin kau sampaikan

Patung yang kecil, juga terbuat dari batu andesit lengkap dengan stellanya yang berbentuk lengkung. Sangat mungkin juga stella digunakan untuk memahat sinar surya Majapahit berikut laksana yang mungkin melengkapi hiasan arca.

Bedanya arca yang kecil berpose duduk bersila dengan posisi lotus. Sepertinya bagian bawahnya akan diproyeksikan sebagai padmasana. Tangan berada pada posisi berbeda dimana satu tangan berada di atas pangkuan, sedangkan lengan lainnya diletakkan di lutut. Posisi ini  membentuk mudra yang mungkin akan dibentuk wara mudra atau bhumiparsa mudra. Wara mudra melambangkan kedermawanan, sedangkan bhumiparsa mudra berarti memanggil bumi sebagai saksi.

Tampak sepasang payudara sudah terpahat, menunjukkan sosok arca ini adalah seorang wanita. Kepala tampak menjulang, mungkin akan dibuat mahkota dan jamakuta. Sedangkan bagian wajah sama sekali belum terlihat baik mata, mulut, apalagi mimiknya.

Dikatakan oleh petugas museum bahwa arca ini merupakan patung yang tak boleh kehujanan. Sangat mungkin merupakan pesan dari warga setempat dimana arca ini berasal karena bentuk hormatnya terhadap peninggalan leluhur dari kawasannya. Balai Purbakala yang mengusungnya dari lokasi menyanggupi dengan optimal dengan pemberian cungkup untuk keduanya.

Petugas museum juga menyatakan saat dilihat dengan seksama, arca yang berdiri ini seperti ingin menyampaikan sesuatu. Sayangnya, Jombang City Guide tak punya kemampuan supranatural apapun sehingga tak bisa ‘menangkap’ apa yang ingin disampaikan oleh Sang Arca.

Sayangnya, tak ada keterangan apapun yang tertera di dekat kedua arca ini. Sehingga bila ada pengunjung yang penasaran dengan benda cagar budaya tertentu jelas harus melakukan upaya ekstra untuk meminta penjelasan petugas yang berjaga. Jika datang tanpa pemandu, mungkin informasi mengenai catatan sejarah benda purbakala terkait masih akan menjadi pertanyaan.

Perlunya pihak museum untuk segera melengkapi setiap benda cagar budaya dengan keterangan di tiap benda agaknya sangat dinanti oleh para pengunjung. Selain itu, ide seorang penulis yang pernah Jombang City Guide baca yaitu dengan memberikan background atau tampilan lokasi insitu benda terkait yang dipasang di dekat obyek. Dengan adanya ilustrasi tersebut, pengunjung museum setidaknya punya gambaran mengenai suasana insitu benda purbakala terkait. Agaknya ide ini cocok diterapkan di museum.

Sumber lain menyatakan bahwa setelah ada arca ini, kemudian ditemukan arca unfinished lain yang diperkirakan oleh itu Titi Surti sebagai arca Agastya. Kini arca tersebut disimpan di kediaman Pak Lurah setempat yang juga punya perhatian khusus terhadap benda cagar budaya.

Tentunya, sebaran benda cagar budaya haruslah dicatat dengan seksama. Terutama bila sebarannya begitu melimpah kemudian membentuk sebuah pola seperti yang sedang diteliti tim ahli dari Jombang. Sebaran memang kondisinya kebanyakan sudah hancur namun polanya masih bisa dilihat dan diperkirakan fungsinya kala disandingkan dengan peta lama dari manuskrip kuno.

Nama-nama tempat yang ada di sekitar Candi Arimbi juga patut dicurigai sebagai lokasi yang punya keterkaitan dengan candi. Lemahbang, Jurangbang, Balekambang, Gedhoganjaran, Jemparing, dan masih banyak lagi. Bisa jadi juga, masih ada candi yang berlum terkuak, karena ada arca perwujudan dewa seperti ini.

Berdiri dengan posisi kaku, sangat mungkin merupakan arca perwujudan tokoh penting

Toponim Jemparing sendiri bisa diartikan sebagai busur panah yang dibentangkan, siap untuk membidik sasaran. Sangat mungkin istilah ini merujuk sebagai lokasi latihan prajurit kerajaan yang salah satunya berupa kegiatan panahan. Bisa jadi, pusat pelatihan yang mungkin berupa asrama prajurit berisi kegiatan para ksatria dilakukan untuk upaya pengamanan kedaton atau lokasi penting yang harus dilindungi. 

Kejadian-kejadian seperti pemboyongan illegal benda cagar budaya dan sejenisnya jangan sampai terjadi lagi. Bagaimanapun benda peninggalan kuno tersebut jelas merupakan jejak yang bisa memberikan informasi mengenai asal muasal sebuah kawasan yang mungkin menyimpan sejarah yang nilainya tak bisa dibandingkan dengan apapun. Semoga tidak terjadi lagi.

Warga Jombang selaku ‘pemilik’ kedua arca unfinished juga harus berbangga bahwa kawasannya memiliki kekayaan benda cagar budaya yang dihargai sangat penting oleh Balai Purbakala Trowulan. Selain bangga tentunya harus melestarikan pula apa-apa yang telah diwariskan oleh leluhur. Supaya kekayaan budaya dan sejarah kawasan, tetap terjaga dan lestari.

 

Unfinished Arca Jemparing

Museum Trowulan,

Lokasi insitu :

Jemparing, Kecamatan Bareng,

Kabupaten Jombang



Btw, Apriliya Oktavianti dari situsbudaya.id monggo kopas-kopas sepuas-puasnya ya. Nanti silakan pura-pura lupa cantumkan sumber seperti biasanya, 'kan ya??? Haseeek, hasek hasek haseeeekkk!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Jombang Lainnya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...