Perlu
turun ke pematang sawah untuk melihat langsung benda peninggalan purbakala yang
terletak di Dusun Ngrembang, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro Kabupaten
Jombang ini. Bangunan kuno itu, berada di bawah pohon jati muda yang tegak sendirian
di tengah sawah. Seakan pohon itu ditanam untuk menandai lokasi dimana tumpukan
batu bata kuno itu berada.
Mbrasak bersama Pak Polo |
Jombang City Guide diantar langsung oleh Pak Kasun M. Yunus, yang berperan begitu penting dalam ‘penemuan’ benda purbakala ini. Tanpa mengenakan alas kaki, dengan luwesnya beliau menerobos kebun tebu milik Sari yang mulai meninggi hingga dedaunannya mampu menerpa wajah. Sesampainya di lokasi, bangunan kuno ini tampak sudah mulai ditumbuhi rerumputan dan bunga perdu liar yang cukup menutupi bagian atas bangunan kuno ini.
Kok nggak pakai sandal pak? |
Pak Polo M. Yunus ketika menunjukkan kondisi rentuntuhan bata kuno di dusunnya |
Awalnya,
bangunan ini sudah menjadi bagian dari salah satu ladang di Dusun Ngrembang.
Penduduk setempat termasuk Pak Polo M.Yunus, mengira susunan batu bata kuno ini
merupakan makam kuno peninggalan nenek moyang terdahulu. Namun semuanya berubah
saat Pak Polo mengunjungi penemuan petirtaan kuno Sumberbeji yang berada tak
jauh dari desanya.
Bila
diamati, tiap batu bata kuno di Petirtaan Sumberbeji tampak begitu besar, jauh lebih
besar dari batu bata kuno era modern. Kemudian Pak Polo teringat susunan batu
bata di tengah ladang di dusunnya lalu membandingkan batu bata di Sumberbeji
yang sepertinya punya ukuran yang sama-sama lebih besar dari batu bata produksi
zaman modern.
Lebih besar dari batu bata produksi modern |
Dari
keheranan itu Pak Polo kemudian berselacar di dunia maya dan mencoba mengetahui
serba-serbi bangunan dengan batu bata kuno. Pencarian informasi ini juga
dilakukan dengan melihat bentuk-bentuk bangunan purbakala termasuk potret Candi
Tikus yang katanya mirip dengan Sumberbeji, kemudian dibandingkan pula dengan
susunan batu bata kuno di ladang dusunnya. Akhirnya, dengan mengetahui beberapa
informasi tentang batu bata kuno, Pak Polo pun meyakini bahwa susunan batu bata
di dusunnya bukan sekedar tumpukan batu bata biasa, tapi merupakan benda cagar
budaya bagian dari sejarah kawasannya.
Berserakan |
Sebenarnya,
keheranan ini terjadi sebelum pemilihan kades serentak yang dilakukan Jombang.
Namun karena kerepotan penyelenggaraan pilihan kepala desa, akhirnya niat
membeberkan temuan menarik itu harus tertunda. Setelah hingar bingar pilihan
kades usai, Pak Polo kemudian mengunggah potret susunan batu bata kuno di ladang
desanya di laman facebook miliknya supaya yang melihat postingannya bisa
meneruskannya ke pihak yang berwenang. Gayung bersambut, postingan foto itu pun
viral dan direspon oleh Balai Penyelamatan
Cagar Budaya Trowulan dengan menurunkan tim untuk terjun ke lapangan.
Hanya tersisa pondasinya |
Arkeolog dari BPCB Trowulan Wicaksono Adi Nugroho langsung datang untuk menindaklanjuti laporan
ini dan mengidentifikasi temuan di lokasi. Bangunan kuno ini memang sudah
hancur dan diduga rusak karena terjangan lahar dingin Gunung Kelud. Beruntung,
bangunan masih menyisakan pondasinya dan tak dibongkar penduduk setempat. Yang
menarik, masih tampak bentuk lengkung dari batu batanya di empat sudutnya.
Seperti sebuah tampilan sisa ‘desain’ dari arsitektur bangunan kuno yang telah
runtuh.
Bersusun Meru |
Tumpukan
batu batanya, tampak dibuat berundak dengan dimensi yang makin mengecil ke
atas. Jadi empat sudut lengkung itu juga tampak makin mengecil di tiap ‘jenjangnya’.
Makin menarik saat susunan batu bata kuno itu tampak ‘lengket’ satu sama lain.
Entah karena faktor usia, ataupun dari desain awalnya yang menandakan teknologi
bangunan kala itu juga tak kalah hebatnya.
Tiap sudut masih terlihat bentuk lengkungnya |
Di bagian atas susunan batu bata
kuno itu, tak terlihat sekat ataupun sambungan antar batu bata yang lazim
tampak dalam tampilan bangunan kuno. ‘Mereka’ seperti menyatu satu sama lain,
yang mungkin dulunya dibuat demikian untuk pintu masuk dan sejenisnya.
Seperti lengket. tak terlihat sekat antar batu-batanya |
Bangunan
yang sudah tampak ke permukaan berukuran 3,5 x 2,5 meter persegi. Dari ukuran
dan tampilan fisiknya, bangunan ini berbentuk persegi panjang yang melebar ke
samping. Dari yang terlihat, bangunan kuno ini tersusun atas sekitar 10 lapis
batu bata kuno yang setiap batu batanya punya dimensi 35 x 20 x 8 cm. Bila
dilakukan ekskavasi, bisa jadi dimensi bangunan masih lebih dalam, meski
tampaknya di ladang ini tampaknya sudah pernah dilakukan galian pasir.
Bentuk persegi panjang |
Setelah
mengukur dimensi bangunan, tim arkeolog Trowulan menyimpulkan susunan batu bata
kuno ini adalah bangunan mandapa era Kerajaan Kediri. Karakteristik batu bata
setebal 8cm sama dengan yang dimiliki Petirtaan Sumberbeji. Seperti yang diduga
sebelumnya dimana Candi Petirtaan Sumberbeji diperkirakan dibangun di masa
Kerajaan Kediri dan masih digunakan di era Kerajaan Majapahit. Lokasi bangunan
kuno di Ngrembang ini juga mengindikasi bahwa struktur batu bata merah ini
masuk dalam radius kekuasaan Kerajaan Kediri.
Sudutnya lengkung dan berundak |
Batu bata
kuno dan wilayah Ngrembang disinyalir merupakan batur atau mandapa yaitu bangunan
suci yang digunakan untuk peribadatan para resi yang ada di setiap desa di masa
itu. Jadi di tiap desa biasanya ada pemukiman, ada tempat peribadatan, ada pula
mandapa yang fungsinya untuk tempat berkumpulnya para resi.
Asmara
Garudhara menyebut bangunan mandapa seperti semacam wanasrama, atau karesian
atau kadewaguruan. Mandapa yang berarti pendopo di masa kini juga berfungsi
sebagai tempat meletakkan sesaji oleh para peziarah dalam acara tertentu, sekaligus
tempat penahbisan para resi. Selain fungsinya sebagai tempat belajar agama juga
tempat bersemedi. Miriplah seperti ‘balai pendidikan’ atau semacam padepokan khusus
untuk menempa para resi.
Kadewaguruan
ini merupakan kompleks pertapaan yang dirancang khusus untuk pusat pendidikan. Area
ini dipimpin oleh maharesi atau dewaguru. Dalam tugasnya, dewaguru dibantu
murid-murid senior. Tempat tinggal dewaguru berada di tengah sedangkan para
murid mengelilinginya.
Umpak kecil |
Mandapa
juga memiliki fungsi sebagai aula maupun bilik khusus untuk ritual tertentu berupa
bangunan terpisah. Biasanya lokasinya berada di tengah hutan, jauh dari hiruk
pikuk keramaian maupun pusat pemerintahan tapi masih berada dalam satu lingkup
wilayah.
Di Mandapa murid bisa belajar secara perorangan atau kelompok, dengan mendiskusikan
berbagai bahasan dalam agama. Yang dibahas pun bisa bermacam-macam seperti tata
upacara, filsafat hingga ajaran inti dalam kitab suci. Karesian ini berupa
semacam padepokan, yang kemudian konsepnya menjadi cikal bakal pondok pesantren
di masa kini, sebuah wadah pendidikan khas nusantara.
Biasanya
kuil atau biara induk punya bangunan yang bisa berukuran besar atau kecil di
depannya yang merupakan sebuah mandapa. Bentuknya mandapa biasanya seperti
pura, bisa yang berdinding maupun tak berdinding.
Kini bangunan
mandapa Ngrembang ini atap dan tiangnya jelas sudah hilang, namun penemuan sisa
umpak kecil di keempat sudut bangunan ini sepertinya bisa menggambarkan
bentuknya yang dulunya memiliki atap dari ijuk yang disangga tiang dari kayu. Umpak-umpak
tersebut memang lazim digunakan untuk pijakan sebagai tiang penyangga atap.
Ambang Pintu : Pak Polo berdiri tepat di depan bagian tangga pintu masuknya |
Umumnya
mandapa menghadap ke timur dengan tangga masuk berupa undak-undakan dari sisi
dimana matahari terbit. Bangunan mandapa di Ngrembang ini juga memiliki
semacam struktur tangga yang berada di sisi timurnya, dimana tangganya tampak
sudah hancur namun masih terlihat sisanya. Bentu batu bata di bagian kanan dan
kiri reruntuhan tangganya masih terlihat, meski sudah tak tampak lagi
bentuknya.
Bangunan
suci jenis ini lazim terdapat di setiap desa pada zaman kerajaan bercorak
hindu. Mandapa juga erat kaitannya dengan sistem kasta yang dianut masyarakat
kala itu. Meski demikian, belum diketahui dari golongan kasta manakah mandapa
ini berperan dalam kehidupan masyarakat kala itu.
Bagian pintunya |
Bila
ditelusuri lebih lanjut bisa jadi ada penemuan lain di samping candi mandapa
ini karena pada hakikatnya mandapa adalah salah satu bagian dari kelengkapan
bangunan induk. Misalnya berupa reruntuhan pemukiman seperti di Mlaten, arca,
umpak, sumur jobong maupun bangunan induknya sendiri yang belum bisa dipastikan
keberadaannya.
Lokasi
candi reruntuhan mandapa ini bertetangga dusun dengan Mlaten yang juga
baru-baru ini terjadi penemuan aneka benda cagar budaya, aneka umpak, watudakon,
gapura paduraksa, dan dinding pemukiman bangsawan. Keduanya pun masih masuk
dalam kawasan Desa Rejoagung Kecamatan Ngoro, yang di era kerajaan kuno mungkin
saja berada dalam satu lingkup desa. Bisa jadi, keduanya punya keterkaitan,
misalnya pemukimannya berada di Mlaten sedangkan tempat perkumpulan para
resinya ada di Ngrembang.
Batu bata kuno |
Struktur
kuno ini diperkirakan juga berkaitan dengan petirtaan Sumberbeji di Desa
Kesamben, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. Dugaan ini menguat kala dilakukan
pengukuran dimana jarak antara Candi Mandapa Ngrembang ini seakan berada di
tengah-tengah rute Candi Surowono di Pare, Kediri dan Petirtaan Sumberbeji.
Candi Surowono berjarak 7km ke selatan sedangkan Petirtaan Sumberbeji
dinyatakan berada dalam rentang yang sama ke arah utara.
Untuk
menuju reruntuhan mandapa era Kerajaan Kediri ini, kita bisa menggunakan
panduan Gmaps dengan kata kunci Candi Mandapa Ngrembang. Jangan tuliskan
krembangan untuk alamatnya karena lokasinya ada di Ngrembang. Hampir semua
pemberitaan mencantumkan krembangan sebagai lokasi candi mandapa ini, padahal candi
mandapa ini ada di Ngrembang. Krembangan sendiri, bukan ada di Ngoro tapi di
Gudo, sehingga bisa dipastikan bila mengikuti arahan gmaps ke krembangan,
GPSnya pasti bingung. Btw siapa sih yang pertama nggarai nulisnya salah itu????
Dengan
adanya penemuan ini, jelasnya perpetaan kawasan kuno di Jombang lebih tergambar
jelas dimana benda cagar budaya yang ditemukan satu persatu ini seakan menambah
lebih banyak detail untuk ilmu sejarah dari Kota Santri Jombang BERIMAN sebagai
kawasan yang menjadi cikal bakal dan ibukota kerajaan kuno di Jawa Timur.
Sudah hancur |
Meski
bangunan hancur dan bentuk bangunan sudah tidak bisa diperkirakan lagi, tapi
kewajiban kita sebagai generasi penerus bangsa hendaknya menjaga dan
melestarikan benda peninggalan cagar budaya ini supaya tidak rusak. Diperlukan
kerjasama dari berbagai pihak untuk melestarikan penemuan ini, termasuk
kesigapan penduduk dan pamong desa dalam perlindungannya.
Pak Polo yang Visioner |
Pak
Polo M. Yunus dengan sangat hebat dan visioner telah ‘menguak’ susunan batu
bata di kawasannya sebagai benda cagar budaya penting di bagian selatan
Jombang. Di daerahmu ada jugakah????
Candi
Mandapa Ngrembang
Ladang Tebu milik Sari
Dusun Ngrembang, Desa Rejoagung,
Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang
Pak Polo M. Yunus : 081 61534 6791
Btw, Apriliya Oktavianti dari situsbudaya.id monggo kopas-kopas sepuas-puasnya ya. Nanti silakan pura-pura lupa cantumkan sumber seperti biasanya, 'kan ya??? Haseeek, hasek hasek haseeeekkk!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar