Ada sembilan
bongkahan batu yang berasal dari pecahan Prasasti Grogol. Dulunya, prasasti ini
utuh seperti prasasti batu balok pada umumnya. Diperkirakan dulunya prasasti
ini berbentuk balok berpuncak runcing. Sayangnya karena ketololan tingkat tinggi, oknum yang mengklaim mendapat ilham alias bisikan setan bahwa
di dalamnya ada emas, akhirnya batu bertulis berisi informasi penting yang
penuh sejarah itu dipecah hingga menyisakan sembilan bagian.
Faktanya, emasnya ada atau tidak??? Jelas tidak, tapi prasasti telanjur dirusak. Entah alat
apa yang digunakannya, entah pula apa yang dipikirkannya. Yang pasti pelakunya adalah oknum congok pol. Tak ada catatan
apapun mengenai kapan terjadinya peristiwa pengrusakan Prasasti Grogol. Yang
jelas ketika Pak Badri Sang Juru Pelihara Prasasti Grogol mulai bertanggung
jawab merawat tugu batu bertulis ini, kondisinya sudah tinggal pecahan
berkeping-keping.
Sebuah
tugu batu prasasti jelas-jelas terbuat dari batu andesit yang diambil dari
bebatuan sungai. Bongkahan bebatuan sungai itu kemudian dibentuk sedemikian
rupa sesuai kebutuhan pembuatan prasasti. Bila memang batu itu mengandung unsur
lain, mungkin hanya akan berupa bebatuan mulia seperti akik, granit, giok,
bahkan permata. Pastinya, tidak akan mungkin di dalamnya berisi emas. Emangnya bikin dari adonan semen trus dicetak lalu dalamnya diselipin
emas gitu?? Kok lalar gawe. Iyo lek lemper.
Bongkahan
besarnya masih ada, dan biasanya diletakkan di atas prasasti. Pecahan kecilnya, beberapa diantaranya mungkin sudah hilang entah kemana. Saat disusun kembali, posisinya sudah tak memungkinkan untuk ditegakkan dan jelas fragmennya tak utuh lagi. Oknum pemecah prasastinya 'begitu telaten' membelah supaya bagian tengahnya terlihat. Tujuannya jelas agar bisa menemukan logam mulia yang dicari. Jelasnya, hasilnya nihil. Kecele' berat, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tertivu itu urusan lu, tapi batu bersejarahnya jadi rusak, tak bisa dikembalikan lagi seperti asal. Sebuah harga yang tak bisa dinilai dengan apapun.
Hanya membayangkan : tak perlu gempa dahsyat, getaran kecil pun bisa merobohkan tatanan sekenanya itu. Atau mungkin ada hewan hutan atau kucing yang melintas di tatanannya, pasti akan roboh seketika, dan tercecer di bawahnya.
Di antara kesedihan saat melihat kondisi prasasti yang sangat memprihatinkan dan ketakutan akan munculnya tokek penghuni sela-sela prasasti, ada satu hal yang unik yaitu diantara sembilan bongkahan kecil itu, ada satu fragmen yang berwarna agak kemerahan. Kemungkinan pertama, prasasti ini dibuat dengan bahan batuan campuran. Tapi kok cuma satu? Oh mungkin pecahan lainnya hilang. Kemungkinan kedua, satu bongkahan kemerah-kemerahan ini merupakan bagian dari prasasti lain yang tersangkut di situs Prasasti Kusambyan. Hmmm... Warnanya kemerahan, Prasasti Garudhamukha mungkin???
Mencoba menyusun kembali seperti puzzle |
Tak bisa... karena beberapa bagian hilang |
Sebuah Teka-Teki : Ada satu fragmen dengan tone kemerahan |
Bagian
utuh hanya bawahnya sampai bagian tengah prasasti dengan tinggi sekitar 47cm,
lebar 61cm dan tebal 17cm. Lapik di bagian bawahnya masih terlihat jelas dengan
bentuk padmasana ganda dengan ukuran 10cm dan diameter 22cm. Jika
direkonstruksi, diperkirakan Prasasti Grogol berbentuk puncak lancip seperti
banyak Prasasti peninggalan Prabu Airlangga lainnya.
Bentuk padmasananya terlihat jelas |
Ini... kok kayak tulisan tapi sudah aus. Tapi katanya nggak ada apa2nya... |
Padahal,
tulisan dalam Prasasti Grogol ini sebagian masih bisa dibaca meski sebagian
lainnya aus. Huruf-huruf kunonya juga masih tampak jelas. Aksaranya terpahat
pada keempat sisinya, mirip dengan guratan di Prasasti Sumber Gurit. Ada di
bagian depan (recto), bagian belakang (verso), dan bagian sampingnya (margin).
Tugu batu
bertulis ini terpahat aksara jawa kuno, dengan bahasa Sansekerta yang dulunya
menjadi bahasa resmi kerajaan yang didirikan Prabu Airlangga. Penduduk mungkin
berbahasa jawa kuno, namun bahasa resmi yang ditulis untuk segala hal
menyangkut keperluan resmi kerajaan seperti berita, pengumuman, titah biasanya
menggunakan Bahasa Sansekerta.
Karena
bagian atas Prasasti Grogol sudah rusak, angka tahun jadi sulit dibaca.
Padahal, di bagian atas inilah dituliskan penanggalan pembuatan prasasti.
Miriplah dengan surat perintah di era modern yang menuliskan lokasi, hari dan
tanggal di bagian atas surat. Bagian yang bisa dibaca hanya menyebut paduka
dengan sebutan Sri Maharaja, tanpa menyebutkan gelarnya.
Namun bila
ditelusuri dari paleografi-nya, Prasasti Grogol diperkirakan dari masa Raja
Airlangga yang memerintah dari tahun 1019 M - 1041 M. Paleografi merupakan ilmu
yang mempelajari tulisan kuno berikut kajian perkembangan bentuk tulisannya
yang bertujuan untuk menguak rahasia tulisan kuno. Karakteristik tulisan dan
aksaranya merujuk pada era Pra-Majapahit, didukung lokasi dimana prasasti
berada yang kebanyakan terletak di kawasan yang didominasi oleh peninggalan
Raja Airlangga.
Raja
Airlangga memang sering mengeluarkan prasasti batu yang mungkin untuk
menegaskan wilayah kekuasaan. Setidaknya, ada tujuh prasasti yang ditemukan di
kawasan utara Brantas, empat diantaranya dari Jombang dari total 28 prasasti
keluaran Prabu Airlanggga yang sudah ditemukan. Angka tersebut pun belum bisa
dijadikan nilai pasti karena masih belum mencantumkan bakalan prasasti dan mungkin saja ada penemuan baru
selanjutnya.
Dalam buku
Airlangga : Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI prasasti ini diterbitkan tahun
959 Saka yang bila dikonversikan dalam tahun masehi adalah 1037 Masehi. Dari
sini bisa disimpulkan bahwa Prasasti Grogol merupakan peninggalan Raja
Airlangga yang juga penerus kerajaan Medang periode Jawa Timur yang bergelar
Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramotunggadewa.
Dalam
dunia arkeologi, prasasti merupakan sumber sejarah kuno bertanggal mutlak.
Dengan demikian bisa untuk memperkirakan dan menanggali temuan-temuan
arkeologis lain yang punya keterkaitan. Sehingga dari situ bisa ditarik
kesimpulan yang mungkin bisa melengkapi satu sama lain.
Dari
pembacaan epigraf prasasti yang telah dilakukan, didapat muatan prasasti yang
memuat berita penetapan daerah kuno bernama Kusambyan sebagai desa sima.
Disebutkan di antaranya : "..simā
ri pagĕḥ makarasa sumima thāninya °i kusambyan..", yang artinya
"..daerah perdikan yang ditetapkan [dan] dinikmati [tersebut adalah]
daerah perdikan di Desa Kusambyan..".
Karena
memuat nama daerah Kusambyan yang diperdikankan, Prasasti Grogol juga kerap
disebut sebagai Prasasti Kusambyan. Statusnya pun lebih spesifik, yaitu sebagai
desa sima sawah. Mungkin Prabu Airlangga memahami bahwa daerah utara Brantas
ini merupakan kawasan yang subur dan potensial dalam bidang pertanian.
Penetapan
daerah perdikan untuk Desa Kusambyan selain daerahnya subur juga karena
rakyatnya berjasa pada kerajaan. Bentuk jasa penduduk yang dianggap memberikan
sumbangsih penting bagi kerajaan mungkin tak lepas dari masa pelarian
Airlangga. Setelah mendapat serangan tiba-tiba dari Raja Wura-Wuri, Sang Prabu
memang melarikan diri ke banyak tempat, salah satunya ke daerah Malang. Namun
dikatakan, hanya di lereng pegunungan kawasan utara Brantas inilah Sang Prabu
merasa aman.
Dikatakan,
kala itu kawasan ini sudah padat oleh penduduk. Raja Airlangga yang menyamar
sebagai pengamen, mendirikan tempat perlindungan untuk rombongannya (yang kini
masuk kawasan Sendang Made) tak jauh dari lokasi Prasasti Kusambyan. Selama
tiga tahun dalam persembunyian dari kejaran musuh, Prabu Airlangga juga
mendapat perlindungan dari penduduk. Bentuk upaya perlindungan inilah yang
diduga menjadikan daerah setempat dihadiahi status bebas pajak dan upeti,
sebagai balas budi Sang Raja terhadap jasa penduduk Desa Kusambyan.
Daerah
Kusambyan sendiri, diperkirakan dari toponim sebagai bagian dari wilayah yang
kini bernama Kesamben, Jombang. Lokasinya kini jadi nama kecamatan yang juga
ada di kawasan utara Brantas dan masih dalam satu rute dengan Grogol di Katemas.
Mungkin dulunya Prasasti Kusambyan berada di wilayah kesatuan desa kuno
Kusambyan.
Menariknya,
ada daerah lain yang juga mengklaim sebagai wilayah Kusambyan yang dimaksud.
Ini disebabkan daerah tersebut juga punya kemiripan nama dengan Kusambyan yang
disebutkan dalam Prasasti Grogol. Harus ditunggu penemuan bukti arkeologis baru
yang memperkuat dugaan, sehingga misteri tepatnya lokasi Kusambyan yang
dimaksud jadi lebih jelas.
Kemungkinan
besar, masih banyak prasasti kuno yang belum ditemukan. Terlebih lagi,
peninggalan Airlangga benda kuno seakan begitu banyak ditemukan di kawasan
Gunung Pucangan yang identik denga masa Airlangga. Bisa jadi masih terkubur di
dalam tanah, atau tertutup hutan belantara. Sebagian karena ketidaktahuan
masyarakat, atau malah dihancurkan karena sentimen agama maupun seperti kasus
khayalan tingkat tinggi yang mengakibatkan rusaknya Prasasti Kusambyan.
Berikut Pembacaan dan Alih Aksara –
Terjemahan Prasasti Kusambyan :
Sisi Depan
1…. (Tidak Terbaca)
2.... bhadra rahyaŋ
iwak... (.... keselamatan rahyang iwak - Arti harafiah dari rahyaŋg iwak adalah
ikan yang dipuja atau ikan yang suci)
3. aṅkĕn pūrṇnama
niṅ=asuji māsa. kabhaktyan nikanaŋ karamān. i kusambyan. Sapasuknya (Setiap
purnama pada bulan Asuji 7, kebaktian [yang dilakukan] oleh penduduk Desa
Kusambyan dan sekitarnya - Bulan Asuji jatuh pada bulan September-Oktober
(Zoetmulder, 2004: 73). 72)
4. makabeḥ. mapakna
paṅrana niŋ samahaywanya samanāryyā ya ta na bhadra rahyaŋ iwak. i kusambya (semua
dimaksudkan untuk... sama-sama baiknya, sama-sama mulianya untuk keselamatan
rahyang iwak di Kusambyan)
5. n. kaharan puṣpa
palanya pacara. tila. tela. dhūpa. gandhakṣani wedyādiprakāra mūjā ([Persembahan]
berupa bunga [dan] buah dilengkapi dengan wijen, minyak wijen, dupa,
wangi-wangian. Kemudian para ahli weda yang utama melakukan pemujaan)
6. knanyāṅkĕn pūrṇnama
ni asuji māsa. i bhadra rahyaṅ=iwak i kusambyan. maṅkana rasa ni saŋhyaŋ (setiap
purnama bulan Asuji untuk keselamatan rahyang iwak di Desa Kusambyan. Demikian
maksud dari penghormatan)
7. nikanaŋ karamān i
kusambyan sapasuknya makabeḥ i pāduka śrī mahārāja kunaŋ saṅkā (penduduk Desa
Kusambyan dan sekitarnya semua kepada Pāduka Śrī Mahārāja. Adapun sebabnya
[adalah])
8. ri gĕŋ ni karuṇyānumoda śrī
mahārāja samaŋhyan nikanaŋ karamān i kusambyan maka (besarnya kemurahan hati
[dan] restu Śrī Mahārāja kepada permohonan penduduk Desa Kusambyan. Adapun )
9. hetu ri kadonani mahābhāra ni
giṇatāyotsāhanyan tanakapālalaṅala suṣṭu bha (. alasan dari tujuan yang sangat
penting [adalah] keunggulan [dan] kekuatan yang tidak terhalang [dan] kesetiaan
yang tidak tergoyahkan)
10. kti dāśabhuta sakacumba. makatoŋ
swajīwītanyan pamrihakĕn pāduka śrī mahārāja (oleh daśabhuta (sepuluh unsur
jasmani), menyayangi (?), menghormati [sang raja] dengan hidupnya sendiri [dan
selalu] berjuang untuk Pāduka Śrī Mahārāja [ketika] melakukan)
11. riŋ samarakāryya.
ṅūni ri kāla nikanaŋ śatru si cbek an tamolaḥ madwal makadatwan (peperangan
dahulu, pada saat musuh si Cbek terus menerus merusak keraton Bedander)
12. i madanḍĕr. yatika nuwuhakĕn
pūrwwas[th] aṇā sama sama ri manaḥ nilwu ni pāduka śrī mahā (di Madaṇḍĕr.
Itulah [alasan] membangun [kembali] keraton yang lama sama seperti dengan semangat
Pāduka Śrī Mahā-)
13. rāja. kāratonyan i
---- ------ ta samaŋhyaŋ nikanaŋ karamān i kusambyan sapasak=thani 2 (rāja.
Keratonmya di... yang dipuja oleh penduduk Desa Kusambyan dan sekitarnya)
14. kabeḥ. de śrī mahārāja makaciḥna
ri samaŋhyaŋ wineḥ makmitana saŋhyaṅ=ājñā haji prasasti (semua. Oleh Śrī
Mahārāja yang dipuja itu ditandai [dengan] diberi pelindung [berupa]
saŋhyaṅ=ājña haji prasasti)
15. simā ri pagĕḥ makarasa. sumima
thāninya i kusambyan maŋkananyana bhadra rahyaŋ 2 Baca: sapasuk=thani. (Daerah
perdikan yang ditetapkan [dan] dinikmati [terrsebut adalah] daerah perdikan di
Desa Kusambyan. Demikianlah keselamatan rahyang [iwak].)
Sisi
Belakang
1.... rakryan pa... (....
[rakrya]n...)
2. hamba rakryan. stri haji. ma... (...
hamba rakryan 8 Dalam Zoetmulder (2004:242), kata dwal, dol berarti
barangbarang dagangan; madwal, adol: berjual, dan madwal, adol: berjual,
sementara dalam Mardiwarsito (1978: 66) mempunyai dua pengertian dari akar kata
dwal, pertama angdwal: pedagang, saudagar, berjualan; dumwal: menjual dan yang
kedua berarti rusak, buruk. Dalam konteks kalimat ini, lebih tepat jika kata madwal
diterjemahkan pengrusakan. 9 Pūrwwas[th]aṇā secara harafiah dapat diterjemahkan
dengan tempat yang dulu atau tempat di sebelah timur, dari kata purwwa:
permulaan, depan, bagian depan, timur, yang terlebih dahulu, sebelumnya,
pertama, dahulu, pada masa yang lalu (Zoetmulder, 2004: 887) dan sthaṇā:
tempat, tempat kediaman, tempat tinggal, rumah, status, kondisi (Zoetmulder,
2004: 1125). Apabila melihat konteksnya mungkin lebih tepat bila diterjemahkan
dengan tempat/keraton yang lama, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk
diterjemahkan dengan tempat/keraton di timur. 10 Saŋhyaṅ=ājña haji prasasti
adalah prasasti yang dibuat atas perintah (ajña) raja. stri haji ma...)
3. [rakryā]n śrī parameśwarī. tka
rikana[ŋ] mamanaḥ. magalaḥ. magaṇḍi. mahalimān. makuda. maka[rapa] ([rakryā]n
śrī parameśwarī. Sampai ke pemanah, penombak, pelempar gaṇḍi)
4.... mahwan lĕmbu. mahwan haturan
pāḍu haturan baŋ pabaraka. lāwan ------ ri saŋhyaṅ=ā[jña ha] (pengurus gajah,
pengurus kuda, makarapa [penggembala babi, penggembala kambing], penggembala
sapi, penggembala domba aduan, haturan bang, artisan dan.... Perintah ra- )
5. ji merāri baraweja
malĕpas nasta. maŋlampa[ŋ]kĕn saŋhyaŋ juwuḥ ametyāka. inaŋ muṅga-aha-...(ja
merāri baraweśa melepas kehancuran dan ketimpangan sanghyang juwuḥ [untuk]
memperoleh. inaŋ muṅga-aha-... )
6. ṅkal matarmma wandana najaṇḍa
hagi lañca jaṇḍa hagi pasagi parwwaṅtilan asarpān pasadhān wa (ṅkal matarmma
wandana jaṇḍa hagi lañca jaṇḍa hagi basagi parwwantilan asarpān pāsadhān,)
7. tu kriya. parāhasyan. ametatar.
dawudawutan aṅiṅu---- aṅiṅuṅuyu---. mwaŋ hasampan (usaha keras, tempat
rahasia/tempat tinggal pribadi, ametatar, dawudawutan 13, memelihara ñjiŋ,
memelihara burung puyuḥ, dan hasampan,)
8. hayam. tgĕl. kanwa. maṅilwakĕn.
saŋ hyaŋ drabya haji baniŋ. baḍawaŋ. kura wuhaya. wuṅta nus. Tūmut (ayam,
sabung ayam, kanwa, juga sanghyang drabya haji 14 [yaitu] penyu, kura-kura,
kura-kura 15, buaya, wungta, cumi-cumi. Mengikuti )
9. an śrī mahārāja. an
kapwā ta sira pamatĕkyĕna tan deyĕn baryyabaryya sīla molahulaḥ ta
10. n paṅalapa
salinaraṅa ikanaŋ tanayan=thani tan pamraṅa tapa kayu priŋ. ptuŋ. hampyal.
sarwwapala. Mu (Śrī Mahārāja, mereka semua mematuhi dan tidak ragu-ragu akan
aturan [dengan tidak] merusak [seperti])
11. lapalanya pucaŋ
sĕpaḥ tka riŋ wwaŋwwaŋ prakāra lāwan ri tanpa damĕl, damla nira ri sthana mwaŋ
puri (tidak mengambil [tanaman] yang dilarang di wilayah itu dan tidak menebang
kayu, bambu, bambu petung, bambu ampel, buahbuahan, umbi-umbian, pinang, sirih,
sampai kepada jenis-jenis pohon tertentu dan tanpa mengerjakan pekerjaan mereka
di rumah dan puri. )
12. ṅuniwaḥ 3 tanpa ra
weditahĕn... pakmitan. sa...wananta ta sima tka nika[naŋ] (Demikian pula
tanpa... menjaga... daerah perdikan sampai kepada… Karapa artinya kelapa atau
mengumpulkan akar-akaran dan semak-semak liar (Zoetmulder, 2004: 462). Arti
tersebut tidak sesuai dengan kalimat di atas, karena makarapa digolongkan
dengan pengurus/penggembala binatang.)
13. wargga mūla smi 4
i kusambyan mwa[ŋ] tanpa nalitikusa. kewalā warimadāna... sira tumaṅga—ni (penduduk
asli daerah perdikan di Desa 11 Ghaṇḍi: semacam senjata (Zoetmulder, 2004: 272).
Arti dari dawudawutan adalah apa yang dicabut (Zoetmulder, 2004: 205).).
14. sapa... nikanaŋ wargga mūla sima
i kusambyan sāmu i ta jāyawāśakti sakawa--an mawa----lā ka---- (.... penduduk
asli daerah perdikan di Desa Kusambyan itu...
Drabya haji adalah
kepunyaan raja dalam bentuk pajak, pelayanan, dan sebagainya (Zoetmulder, 2004:
226). 15 Ada tiga jenis kura-kura yang disebut di sini, yaitu baniŋ, baḍawang,
dan kura. Baning atau penyu dapat dibedakan dengan kura-kura, akan tetapi
baḍawang dan kura tidak bisa dibedakan.)
15. na ni... pāduka śrī mahārāja irikanaŋ
wargga mūla sīma i kusambyan (.... Pāduka Śrī Mahārāja kepada penduduk asli
daerah perdikan di Desa Kusambyan )
16. sama... de ya kna saŋ. pa. ra
sra na[ŋ] sa... nikanaŋ wargga mula i kusambyan (Demikianlah maksud... penduduk
asli daerah perdikan di Desa Kusambyan)
17. ta... (ta... - hanya terbaca ta,
tak diketahui lanjutannya)
18. …….
Sisi Kiri
1.... (Tidak Terbaca)
2.... (Tidak Terbaca)
3.... [si]ma i kusa (....
daerah perdikan di Desa Kusam-)
4. m[byan] sapasuknya
makabe (byan dan sekitarnya semua)
5. ḥ kapagĕhaknanya
umo (. agar diteguhkan [dan tidak] di-)
6. laḥ i manataranya
sowaŋ (ganggu manataranya masing)
7. sowaŋ tan kolahu (masing
agar tidak diu-)
8. laha de saṅ=anāgata
5 pra (bah oleh raja yang akan datang)
9. bhu mwaŋ
saṅ=anāgata wineḥ (dan [raja] yang akan datang diberi)
10. madaṇḍĕr ṅuniweḥ I
(Madaṇḍĕr. Demikian pula)
11. kanaŋ... (kanaŋ...)
12.... niŋ... (pen-)
13. a... nikanaŋ wa
14. rgga mūla sima i
kusambyan (duduk asli daerah perdikan di Desa Kusambyan)
15.... (Tidak Terbaca)
16.... (Tidak Terbaca)
17..... (Tidak Terbaca)
Sisi Kanan
1..... (Tidak Terbaca)
2. tan tmwaŋ sāma –ma
(tidak bertemu...)
3. yan ji na—sāma (???)
4. saŋ sārāsa jiwatāla
(sang sārāsa jiwatāla)
5. ṅkanakna hana nika
wwaŋ anya (jika ada orang menganiya-)
6. ya umulahulaḥ ikeŋ
(ya [dan] menganggu)
7. sīma i kusambyan
anu (daerah perdikan ini di Desa Kusambyan, anu-)
8. graha śrī mahārāja
iri (gerah Śrī Mahārāja ke-)
9. kanaŋ wargga mūla
sima i kusa (pada penduduk asli daerah perdikan di Desa Kusam-)
10. mbyan i wruha nira
ka (byan agar diketahui mereka...)
11. prayatna. ata[ḥ] (....
hanya)
Bagian Bongkahan
Fragmen 1: 1.
k[ṛ]ṣṇapakṣa wu. ka. śa [wāra] 1: 1. parogelap hari Sabtu Wurukung Kaliwuan 2....
5 Baca: saṅ=anagata prabhu.
Fragmen 2: 1.
mamumpaŋ. lūdan. tūtan. aṅśa pratyaṅśa mamumpaŋ. lūdan. tūtan. aṅśa pratyaṅśa 2.
na sima i kusambyan. kewāla ikanaŋ drabya tanah perdikan di Kusambyan. hanya
penarik [pajak] 3. rṇama ri asuji māsa. i bhadra ri rahyaṅ=i [pur]nama pada
bulan Asuji. Keselamatan rahyang i[wak] 4. 5.... wadwā haji. wadwā rakryan ....
wadwā haji. wadwā rakryan 6. n rāja... n rāja...
Fragmen 3: 1.... 2....
3. prakara saŋ maṅila[la] Segala jenis penarik pajak 4.... 5.... 6.... 7....
8.... 9.... 2.2
Dari
pembacaan Prasasti Kusambyan, selain memuat penetapan Desa Kusambyan sebagai
daerah perdikan, Prasasti Grogol juga memuat informasi mengenai Keraton
Medander yang diperkirakan merupakan lokasi istana kerajaan. Disebutkan tentang
keraton Maḍaṇḍĕr : "..ri kāla nikanaŋ śatru si
cbek °an tamolaḥ madwal makadatwan °i madanḍĕr..", yang artinya
"..pada saat musuh si Cbek terus menerus merusak keraton di
Madaṇḍĕr..". Medander kemudian diidentifikasi
sebagai wilayah Bedander yang kini masuk wilayah Kecamatan Kabuh, dan letaknya
tak jauh dari lokasi Prasasti Kusambyan berada.
Di
Bedander sendiri, juga ada kompleks situs purbakala di atas gunung yang
memiliki spesifikasi lengkap sebagai lokasi persinggahan raja. Dugaan Bedander
yang dimaksud Medander diperkuat pula dari peristiwa pelarian Raja Jayanegara
dari era Majapahit karena pemberontakan. Sang Raja Kalagemet itu, dilarikan
oleh Pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada ke sebuah tempat yang merupakan
peninggalan raja terdahulu. Bedander yang dekat dengan Modo, desa asal Gajah
Mada memperkuat dugaan ini.
Dalam
prasasti Kusambyan juga disebutkan mengenai perluasan wilayah Kusambyan,
Bedander hingga Lamongan. Penyebutan Madaṇḍĕr dalam isi prasasti Kusambyan menjadi
sangat penting karena disebutkan Medander sebagai keraton yang tidak ditemukan
pada prasasti-prasasti Airlangga lainnya Selain itu ada pula ancaman yang
menyebutkan barangsiapa mengusik silayah Kusambyan, sanksi akan diberikan seperti
jika ada yang ada yang mengganggu di daerah Munggut.
Menariknya,
di dalam prasasti juga disebutkan seorang tokoh bernama Sanghyang Iwak. Nama
tokoh ini disebutkan berulang-ulang di bagian depan prasasti. Dari banyaknya
perulangan, bisa disimpulkan bahwa sosok Rahyan Iwak jelas merupakan tokoh
penting yang berpengaruh di Kusambyan. Mirip dengan sosok Dang Acaryya yang
disebutkan dalam Prasasti Poh Rinting, dimana seorang tokoh punya peranan
penting dalam upaya mewujudkan bangunan suci.
Sosok
sebenarnya Rahyan Iwak ini juga masih menjadi misteri dan apa tepatnya
peranannya dalam keberlangsungan desa. Karena begitu sentralnya peranannya,
disebutkan penduduk Kusambyan menggelar ritual doa untuk mendoakan keselamatan
Sang Hyang Iwak. Setiap tanggal 12 Asusi, dilakukan prosesiyang menggunakan
wangi-wangian, mintyak wijen, dupa, dan buah-buahan.
Sanghyang
Iwak ini juga disebutkan dalam Prasasti Tunaharu (1323 M) keluaran Raja Jayanegara
dari Majapahit dengan nama Hyang Iwak. Disebutkan dalam Prasasti Tunaharu,
bahwa perintah Sri Maharaja telah turun pada daerah Kusambyan dan Tunaharu.
Titah Sang Prabu telah dilaksanakan dengan ditandai sebuah prasasti berlencana
ikan.
Lencana dua
ikan dalam Prasasti Tunaharu agaknya menjadi sebuah simbol dari Rahyan Iwak.
Memang, dalam bahasa Jawa, kata iwak berarti ikan. Simbol ikan itu seakan
sebuah pertanda bahwa adanya kesamaan
nama daerah dan kesinambungan nama tokoh dalam rentang waktu yang
terpaut selama sekitar 200 tahun.
Bisa jadi,
sosok Rahyan Iwak adalah posisi pejabat desa setempat yang ada di Kusambyan.
Posisi tersebut mungkin masih tetap dijadikan tokoh penting yang berpengaruh
dan dijabat sosok yang berbeda selama rentang 200 tahun. Selain itu, Raja
Jayanegara yang pernah bertandang di Desa Bedander jelas punya kisah tersendiri
dari kawasan yang dijadikan tempat perlindungannya.
Terbukti
dalam Prasasti Tunaharu juga disebutkan pengukuhan kembali Kusambyan sebagai
daerah perdikan. Pengukuhan desa sima biasanya runtuh kala raja yang menetapkan
daerah perdikan wafat yang dalam kasus ini adalah Prabu Airlangga atau ketika
kerajaan runtuh. Dengan rentang 200 tahun pengukuhan kembali Kusambyan sebagai
daerah perdikan membuktikan bahwa Kusambyan memiliki peranan yang sangat
penting dan menimbulkan kesan bagi Raja Jayanegara kala persembunyiannya di Bedander.
Diperkirakan,
pemujaan kepada rahyang iwak atau hyang iwak oleh masyarakat Jawa Kuno menjadi
penting, mungkin karena masyarakat yang memuja rahyang iwak atau hyang iwak
hidupnya tergantung dari sungai. Selain itu Prabu Airlangga juga merupakan raja yang 'dekat' dengan sesuatu yang punya serba-serbi air : bendungan, saluran air, sistem irigasi, sungai, maupun namanya yang punya unsur air sesuai dengan kiprahnya.
Seperti diketahui bahwa prasasti Kusambyan
letaknya tidak jauh dari Sungai Brantas wilayah Jombang. Didukung pula prasasti
terbitan Raja Jayanagara yang ditemukan di Lamongan yang tak jauh dari
perbatasan Jombang. Letak
tepatnya berada di Dusun Grogol, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, Kabupaten
Jombang.
Dari letaknya ini, Prasasti Kusambyan juga disebut Prasasti Grogol.
Lokasinya juga termasuk dekat dengan Prasasti Gurit, yang berada tak sampai
satu kilometer. Dekat pula dengan lokasi terakhir ditemukannya Prasasti Katemas dan Prasasti Garudhamukha tepat sebelum diangkut ke Museum Trowulan.
Gagal menyusul puzzle karena kehilangan fragmen |
Prasastinya ada di dalam hutan itu |
Pakeo jaket, banyak nyamuknya |
Pecahan gerabah sepanjang jalan |
Prasasti
Kusambyan memang sudah terbelah menjadi sembilan bagian, kini berada di sebuah dataran
kecil di bawah pohon rindang. Ladang di sekitar prasasti ditanami tebu,
tembakau, padi, dan aneka tanaman palawija yang berganti-ganti musim, dengan
ketinggian 52 mdpl. Berhubung medan agak mbrasak, menghubungi Pak Badri selaku Jupel dirasa menjadi langkah yang tepat.
Pak Badri Sang Jupel akan selalu siap sedia. Bikin janji dulu ya, |
Lokasi Prasasti Kusambyan diperkirakan masih insitu, dimana
letaknya ada di tengah ladang di lahan yang dulunya milik Bapak Wadiso. Kemudian lahan yang kini difungsikan sebagai hutan jati itu menjadi milik PT. Intiland. Sejengkal tanah yang berada di sekitar prasasti, disisakan oleh pemilik lahan kini untuk kelestarian benda cagar budaya.
Karena
lokasinya tersembunyi, pengunjung hendaknya meminta panduan dari juru pelihara Prasasti Grogol yang juga merupakan penjaga Prasasti
Sumber Gurit. Jadi, bisa kontak petugas dulu saat di Prasasti Sumber Gurit, kemudian
bersama-sama ke lokasi Prasasti Kusambyan. Jarak keduanya pun tak jauh dan masih
dalam sesama lingkup Desa Katemas.
Meski sudah dilindungi secara hukum oleh BPCB Trowulan, Prasasti Kusambyan masih belum dipayungi secara fisik. Terletak
alam terbuka, tanpa cungkup atap peneduh maupun pagar pelindung yang layak. Kondisi
Prasasti Kusambyan sangat memprihatinkan. Tapi Pak Badri selaku juru pelihara
tetap merawatnya dengan baik, dengan kondisi yang ada. Meski secara rutin pelatarannya dibersihkan, apa daya terletak di hutan. Pastilah dedaunan dan rontokan dari pohon-pohon sekitarnya pasti 'menghiasi' sekelilingnya.
Pak Badri pun berinisiatif membuat pagar dari bambu secara swadaya. Masih menjadi mimpi untuk pengadaan cungkup sebagai penutup atap prasasti. Masih ditunggu pula, monggo bila ada yang mau mendonasikan cungkup yang layak seperti Prasasti Munggut untuk atap Prasasti Kusambyan.
Selain pecahan gerabah di sepanjang perjalanan menuju prasasti, terdapat pula benda
mirip lingga atau semacam kelengkapan prasasti yang mungkin bagian dari bangunan
atau prosesi pemujaan yang dulu digunakan kala prasasti masih berlaku.
Silau cyiiin... |
Menyapu hutan, Seperti nguyahi segoro |
Sekali angin berhembus, rontok lagi dedaunan di sekitarnya |
Penduduk
setempat kadang melakukan acara di sekitar prasasti dengan menggelar tikar dan
doa bersama sebagai bentuk penghormatan terhadap asal muasal desa. Kadang juga dilakukan pembersihan prasasti bareng-bareng sebagai bentuk solidaritas atas kecintaan terhadap peninggalan leluhur dan kelestarian benda cagar budaya. Sedangkan
pengunjung lain yang ingin bersemedi dan berziarah biasanya tetap dipersilakan
dengan kondisi yang ada.
Saat dilakukan pembersihan dan perawatan |
Sayangnya
belum ada upaya apapun selain pembacaan untuk merekonstruksi Prasasti Kusambyan,
meski Prasasti Grogol sudah masuk dalam data BPCB Trowulan sebagai benda cagar
budaya. Sudah ada papan nama perlindungan, yang menandakan benda tersebut dilindungi
undang-undang. Jadi misalnya dilakukan ‘pengeleman’ ulang, maka harus ada izin
khusus dan pengawasan langsung dari pakar BPCB Trowulan.
Meski Prasasti
Grogol sudah hancur menjadi sembilan bagian, tapi tetap menjadi kewajiban kita
sebagai generasi penerus bangsa hendaknya menjaga dan melestarikan benda peninggalan
cagar budaya ini supaya semakin rusak. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak
untuk melestarikan penemuan ini, termasuk kesigapan penduduk dan pamong desa
dalam perlindungannya.
Selain
itu, guru-guru sejarah di Jombang dan seluruh nusantara hendaknya memotivasi
para siswanya untuk menghargai peninggalan sejarah bangsanya, supaya bila
ditemukan lagi situs bersejarah yang menjadi cikal bakal perjalanan bangsa ini,
benda kuno tersebut bisa diselamatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga niat
menjual benda cagar budaya seperti yang dilakukan oknum-oknum tak bertanggung
jawab tidak lagi terjadi karena sudah adanya kesadaran tinggi atas nilai-nilai
sejarah bangsa ini.
Prasasti Kusambyan jelas merupakan bagian dari kompleks jejak Raja Airlangga yang tersebar di utara Brantas kawasan Jombang. Selain Prasasti Kusambyan juga ada Prasasti Sumber Gurit yang paling dekat dengan lokasi, Prasasti Sendang Made, Prasasti Jaladri dari Keraton Airlangga, Prasasti Pucangan yang sayangnya diboyong ke India dan telantar tapi belum dikembalikan, Prasasti Garudamukha dan Prasasti Katemas yang sudah diamankan di museum. Ada banyak pula peninggalan dan prasasti lainnya yang tak jauh dari lokasi tapi masuk wilayah kabupaten tetangga.
Pak Badri bersama seorang tamu : Kaosnya bagus ya, mupeng pol nJOMBANGan.com |
Lokasi Prasasti Kusambyan bertetangga desa dengan Sendang Made, tak jauh dari letak Prasasti Sumber Gurit yang berada di tengah pemukiman penduduk. Kedung Biru dan Gua Made yang berada di Situs Kedung Watu juga tak jauh. Pesarean Alas Tuo juga menjadi lokasi yang menjadi sejarah penting desa setempat. Desa Bedander di Kecamatan Kabuh yang disinyalir merupakan keraton peninggalan Airlangga yang kemudian dijadikan lokasi pelarian Jayanegara, juga masih satu rute.
Ada juga wisata Kebun Bunga Matahari di Bulurejo, dan Waduk Jegreg Embung Kepuhrejo yang bersebelahan desa. Jadi saat berkunjung ke lokasi, pengunjung bisa punya banyak destinasi sekaligus sehingga bisa mengeksplorasi wilayah utara Brantas ini. Panduan rute sudah bisa disimak lewat gmaps.
Orang Jombang harus bangga |
Meski tak ramai seperti Sendang Made, destinasi sejarah Prasasti Gurit merupakan bagian penting dari sejarah yang di kawasan Jombang. Warga
Jombang dan generasi muda Kota Santri haruslah berbangga, kawasannya dulu pernah
jadi lokasi yang sangat penting dari kerajaan yang sangat tersohor.
Merupakan tugas bersama untuk menjaga semua peninggalan purbakala penting ini,
maupun mengisi masa kini dengan prestasi yang melanjutkan kemasyhuran
sejarah kawasan ini di masa lalu.
Prasasti
Kusambyan / Prasasti Grogol
Lahan PT. Intiland Ex -Kebun Pak Wadiso
Dusun Grogol, Desa Katemas.
Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang
Dusun Grogol, Desa Katemas.
Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang
Admin saya tanya lokasi Prasasti Kusambyan/Grogol tahun 1037 M. ini apakah tdk jauh dari lokasi ditemukannya Prasasti Cane Airlangga (selain tdk jauh dari Prasasti Gurit) ??? Karena analisa saya, yang disebut istana/kedatuan Medander Airlangga itu mungkin ada keterkaitannya dengan istana WwatonMas Airlangga dilereng Timur Gunung Penanggungan (desa Katemas ada Candi Gapura Jedong) ??? Terimakasih.
BalasHapusMonggo di gmaps sudah kami tandai, prasasti kusambyan
Hapus