Sebutan Candi aRimbi berasal dari lokasi dimana bangunan cagar budaya itu berada, yaitu dari nama Desa Ngrimbi. Meski secara administratif Candi aRimbi sekarang berada di Desa Pulosari yang merupakan tetangga Desa Ngrimbi. Sangat mungkin pada saat pertama kali didokumentasikan dulu di masa penjajahan kolonial Belanda, Candi Rimbi masih berada dalam lingkup Desa Ngrimbi. Sedangkan batas wilayah zaman Belanda dan masa sekarang sudah berbeda sehingga kini masuk Desa Pulosari. Namun demikian, nama yang tersemat pada Candi Rimbi masih dipertahankan.
Toponim Rimbi di Desa Ngrimbi berasal dari sosok wanita legendaris cerita rakyat setempat yaitu Dewi Arimbi. Sosok Dewi Arimbi terkait dengan dengan dua makam misterius yang bersebelahan, dekat sungai tak jauh dari Candi Arimbi. Salah satu dari tiga makam itu diyakini sebagai makam Dewi Arimbi. Kisah pewayangan menyebutkan seorang tokoh dengan nama yang sama yang diceritakan sebagai raksasa cantik, istri Bima salah satu dari pandawa lima, sekaligus ibunda Gatotkaca dalam kisah pewayangan.
Warga setempat meyakini, tiga makam itu diduga merupakan pesarean Prabu
Arimba, Pangeran Arimbo dan adiknya Dewi Arimbi yang menjadi legenda kawasan ini. Meski belum
ada bukti ilmiah apalagi catatan apapun tentang sosok tersebut, agaknya detail ini bisa jadi
tambahan informasi mengenai asal muasal lokasi dan cerita budaya setempat.
Saat menelusuri lokasi, rupanya makam Dewi Arimbi berada di tengah sawah
yang berada tak jauh dari sungai. Di seberang sungai, terdapat sendang yang
airnya jernih dan dikeramatkan oleh penduduk setempat. Katanya, airnya sangat
jernih dan rasanya sangat segar jika diminum. Mungkin bahasa ilmiahnya kadar ph
airnya tinggi, sehingga rasanya lebih segar daripada air biasa. Katanya lho
ya, Jombang City Guide belum incip juga. Tapi sangat mungkin sendang ini terkiat Candi Rimbi. Bisa jadi dulunya menjadi lokasi pengambilan tirta suci ketika akan melakukan peribadatan ke Candi Rimbi.
Pesarean itu sudah dibangun berupa cungkup yang layak untuk dikunjungi,
meski harus melalui pematang sawah untuk mencapainya. Dari penelusuran
perangkat desa yang mengetahui seluk beluk kawasannya, disebutkan ada tiga
makam yang membujur dari utara ke selatan di lokasi yang dipercaya sebagai
Makam Dewi Arimbi itu.
Satu makam dipercaya sebagai makam Dewi Arimbi, satunya lagi diyakini
sebagai makam Prabu Arimbo. Makam yang di tengah yang diyakini sebagai makam Pangeran Arimbo ternyata bukan makam, tetapi
merupakan pendaman pusaka dari Sang Dewi. Eksistensi makam juga memunculkan spekulasi
keduanya merupakan muslim. Terutama arah hadap makam yang membujur ke utara dan
selatan seperti tata cara pemakaman pemeluk agama islam.
Lokasi sekitar Candi Arimbi diyakini memiliki banyak pusaka yang
terpendam. Terbukti warga pernah menemukan perhiasan emas di tahun 1980an dekat
Candi Arimbi, sehingga memicu banyak warga lain yang melakukan perburuan harta
karun. Dari perburuan itu, akhirnya merujuk pada ketiga makam yang ada di dekat
sungai ini, sehingga dilakukanlah penggalian di makam.
Seperti yang diduga sebelumnya, tak semudah itu menemukan harta karun
meskipun sudah menggali makam sekalipun. Secara mengejutkan pula, tidak ditemukan jasad siapapun di dalam liang, sehingga bisa dipastikan bahwa kedua makam dan satu
pesarean lainnya hanya semacam petilasan. Bisa jadi tempat moksa seperti makam Dewi Kilisuci di Pucangan, atau juga sebuah ‘maqom’ yang artinya persinggahan
semacam padepokan layaknya Petilasan Damarwulan. Dugaan keduanya memeluk agama
Islam juga tidak terbukti kebenarannya.
Di sisi lain, penduduk setempat percaya bahwa sosok Dewi Arimbi terkait
dengan candi yang kini disebut juga dengan Candi Cungkup Pulo karena secara
administratif masuk wilayah desa tetangganya. Dari cerita penduduk setempat,
detail-detail yang berbeda banyak didapatkan mengenai Candi aRimbi. Seperti
sebuah sudut pandang dari kisah lokal, cerita rakyat yang berkembang di
kalangan penduduk setempat.
Warga Desa Ngrimbi dan sekitarnya sangat percaya bahwa Candi Arimbi
merupakan peninggalan pra-Majapahit, dan diperkirakan dari era Kahuripan. Jauh
sebelum Candi Rimbi dibangun, warga sekitar sudah meyakini bahwa pemukiman
candi dan sekitarnya sudah ramai oleh penduduk. Candi Rimbi dibangun atas
perintah raja, untuk kemaslahatan warga sekitar. Sayangnya, tak diketahui raja
siapa yang dimaksud oleh warga setempat.
Kemudian, Candi Rimbi diceritakan dibangun dalam waktu satu malam. Mirip
dalam kisah Candi Prambanan yang menggunakan bantuan makhluk halus.
Mengingatkan pula pada kisah pernikahan Joko Mujung yang juga berasal dari kawasan Gunung Anjarmoro. Sayangnya, karena pagi sudah tiba, para makhluk astral harus
berlindung supaya tidak terkena sinar matahari, mirip seperti kisah troll di
film The Hobbit yang akan membatu kala diterpa cahaya surya.
Candi belum selesai dikerjakan dan masih menyisakan sebagian pekerjaan
yang belum tuntas. Bentuknya bisa kita lihat seperti yang sekarang, yang hanya
separuh bagiannya berdiri tegah seperti terpotong persis di bagian tengahnya.
Patung-patung yang sejatinya diletakkan di areal candi, merupakan arca-arca
yang diusung dari tempat bernama Sawah Reco di sekitar lokasi yang dipercaya
penduduk sebagai tempat darimana tugu batu perwujudan dewa-dewi berasal.
Penduduk Wonosalam bahkan punya legenda sendiri mengenai sosok Komboh
Karno, yang diceritakan sebagai raksasa yang hidup di Wonosalam. Sosok Kombo
Karno bahkan sampai saat ini dijadikan nama salah satu masjid di Sambirejo,
Wonosalam. Meski tak ada kaitannya dengan budaya islam, namun namayang tersemat
dalam masjid tersebut jelas menggambarkan eksistensi cerita rakyat yang menjadi
legenda warga setempat.
Jika dirunut lebih lanjut, Komboh Karno sendiri merupakan nama lain dari
Kumbakarna, salah satu tokoh raksasa yang ada dalam kisah pewayangan Ramayana.
Kumbakarna digambarkan sebagai sosok raksasa yang tinggi dan berwajah
mengerikan, namun bersifat perwira dan sering menyadarkan perbuatan kakaknya
yang sering melakukan kemungkaran.
Entah bagaimana kisahnya dan apa hubungannya, yang jelas sosok Komboh
Karno yang menjadi legenda masyarakat Wonosalam, dan Dewi Arimbi yang menjadi
cikal bakal kisah Candi Rimbi sama-sama merupakan raksasa. Jika melihat cerita
rakyat tersebut, bisa disimpulkan bahwa mungkin saja dulunya Wonosalam dihuni
para raksasa, sehingga menurunkan berbagai legenda yang masih beredar di
kalangan masyarakat.
Sebuah cerita lokal yang sangat berbeda dengan catatan ilmiah mengenai
Candi Rimbi yang sudah ditulis oleh para pakar arkeologi. Kebenarannya atau
mana yang benar, hanya Allah Yang Mahatahu.
Dari penuturan warga setempat, diceritakan bahwa Kahuripan melekat erat
dengan sejarah Candi Rimbi. Sedangkan Candi Rimbi sendiri sering dikaitkan
dengan sosok Tribhuwana Tunggadewi, yang merupakan raja ketiga Majapahit, yang
pernah menjabat sebagai Bhre Kahuripan yang tertera dalam Kitab Pararaton.
Seorang arkeolog, menduga bahwa kawasan Ngrimbi dan sekitarnya merupakan titik tengah dari segitiga yang menghubungkan antara Wilwatikta, Daha, dan Jenggala. Titik tengah tersebut merupakan lokasi sentral yang menghubungkan ketiganya, dan menjadi jalur transportasi penting di masanya. Terutama dengan banyaknya peninggalan yang tercecer di sekitar lokasi. Sangat mungkin titik tengah ini bisa disebut Panggih seperti yang tertera dalam Pararaton, yang merupakan tempat dimana Bhre Kahuripan dicandikan. Namun, dugaan ini masih sebatas hipotesis, belum terbukti secara ilmiah.
Sosok Dewi Arimbi yang dimaksud masih menjadi misteri yang belum bisa
dikuak detailnya. Termasuk siapa pula Prabu Arimbo, dan apakah benar keduanya
eksis, bukan sekedar cerita dongeng pewayangan. Tapi bila memang benar, berarti
lebih tua dari kerajaan-kerajaan di India yang mengisahkan Mahabharata? Pun
bila memang benar kisah pewayangan yang beredar, apakah benar berwujud raksasa,
atau hanya secara harfiah : berbadan bongsor dan lebih besar dari manusia
Indonesia pada umumnya.
Dewi Arimbi, badannya paling besar dibandingkan lainnya karena seorang raksasi |
Masih menjadi pertanyaan, siapakah wanita yang dimaksud sebagai Dewi
Arimbi dan kerajaan apa yang pernah berdiri di lokasi terkait. Apakah bagian
dari Majapahit, Kahuripan, atau kerajaan yang bahkan lebih tua dari keduanya. Cerita
Gua Ngesong yang tak jauh dari lokasi juga harus dipertimbangkan, mengingat ada
dugaan terkait sosok ‘wanita’ yang dimaksud dalam hipotesis Asmara Garudhara.
Apalagi bila dikaitkan dengan Kahuripan, dimana disebutkan Prabu
Airlangga pernah mengalahkan raja perempuan yang sangat kuat. Saking kuatnya raja perempuan tersebut sampai digambarkan sebagai raksasi. Sedangkan Dewi Arimbi selalu
digambarkan sebagai sosok raksasi. Apa mungkin Dewi Arimbi adalah sosok wanita
yang dikonotasikan dalam kisah Prabu Airlangga yang diceritakan dalam Prasasti Pucangan, atau
sosok lain yang berbeda?
Cerita Dewi Arimbi selalu berkisar seputar seorang raksasi yang badannya sangat besar, lalu jatuh cinta dengan seorang manusia. Dalam kisah pewayangan,
disebutkan Arimbi jatuh cinta pada Bima, salah satu dari Pandawa Lima. Karena
cintanya itu, Dewi Arimbi berubah bentuk menjadi wanita cantik sehingga Werkudara
pun jatuh cinta padanya. Dalam hati Jombang City Guide mbatin, kok orientasi
fisik banget yak??!!?? Arimba yang kini menjadi raja tak merestui keduanya karena Pandudewanata abang Brotosenolah yang telah membunuh Prabu Baka, ayahandanya. Kemudian terjadilah
pertarungan antara Bima dan abang Dewi Arimbi itu.
Menariknya, ada versi serupa dari kisah tentang Dewi Arimbi yang malah
berhubungan dengan Candi Bajangratu. Bedanya, Bima yang dimaksud dalam cerita
disebutkan sebagai Prabu Brawijaya. Sama-sama bercerita tentang kisah raksasi
yang jatuh cinta pada manusia biasa, namun punya titik berat di detail yang
lain karena hubungannya dengan Candi Bajangratu, bukan Candi Rimbi.
Kesamaan kerangka cerita, tutur, alur, atau tokoh dalam folklore sangat dimungkinkan terjadi dalam banyak cerita. Bahkan tak jarang kasus seperti itu terjadi dalam kisah-kisah legenda antar negara, juga lintas benua. Berikut kisah Candi Bajangratu :
“Dahulu kala, terdapat kerajaan besar
bernama kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh seorang raja yaitu Prabu
Brawijaya V. Di sebuah hutan yang masih dalam wilayah kekuasaan Majapahit,
hiduplah keluarga raksasa. Yaitu Ki Raseksa dan Ni Raseksa, serta anak gadis
mereka yang bernama Dewi Arimbi.
Suatu malam, dalam tidurnya Dewi
Arimbi bermimpi menjumpai Prabu Brawijaya yang gagah dan tampan. Dalam pertemuan
tersebut, Dewi Arimbi dipersunting olehnya. Bahagia sekali rasa hati Dewi
Arimbi. Namun, tiba-tiba Dewi Arimbi terbangun dari tidurnya dan merasa sangat
kecewa karena ia sadar bahwa yang baru saja dialaminya hanyalah mimpi.
Setelah mengalami mimpi tersebut,
Dewi Arimbi menjadi pemurung. Ia menceritakan mimpinya pada kedua orang tuanya.
Mendengar putri yang ia cintai menjadi pemurung. Ki Rasekso pun mengeluarkan
ilmu kesaktiannya. Dengan tujuan untuk merubah Dewi Arimbi menjadi seorang
manusia. Dalam sekejap mata, Dewi Arimbi telah berubah menjadi seorang gadis
yang cantik jelita. Ia pun kini dapat bertemu dengan Prabu. Karena wujud
raksasanya sudah berubah menjadi manusia.
Dewi Arimbi segera menuju ke istana
Kerajaan Majapahit. Tidak ada halangan selama dalam perjalanan. Ia bisa sampai
ke istana Kerajaan Majapahit dengan selamat dan bertemu dengan Raja Majapahit
yaitu Prabu Brawijaya V. Karena terpesona dengan kecantikan Dewi Arimbi, Prabu
Brawijaya pun memperistri Dewi Arimbi.
Setahun telah lewat. Dewi Arimbi
sudah hamil tua. Karena sangat senang atas kehamilan Dewi Arimbi, Prabu
Brawijaya memerintahkan untuk membangun sebuah gapura/candi. Dengan tujuan
sebagai gerbang masuk ke tempat kediaman calon putra mahkota yang akan lahir. Tiba-tiba
muncullah keinginan Dewi Arimbi untuk makan daging hewan mentah. Daging hewan
mentah adalah makanan kesukaan Dewi Arimbi saat masih di hutan dulu. Akhirnya
Dewi Arimbi menyampaikan keinginannya pada Prabu.
Meskipun terasa janggal, Prabu tetap
membawa daging hewan mentah ke kamar. Dewi Arimbi menyambutnya dengan riang dan
mata yang berbinar-binar. Namun ketika daging mentah tersebut diterima, ia
langsung menutup dan mengunci pintunya. Karena merasa aneh Prabu pun menunggu
di depan pintu. Sesaat kemudian, Prabu mendengar suara-suara mencurigakan dari
dalam kamar. Suaranya keras sekali ditambah suara gerengan yang besar seperti
suara raksasa.
Akhirnya, Prabu mendobrak pintu
tersebut. Alangkah terkejutnya Prabu Brawijaya dengan apa yang dilihatnya di
dalam kamar. Prabu Brawijaya melihat seorang raksasa yang menyeramkan sedang
menyantap daging hewan mentah. Raksasa tersebut juga terkejut. Ia adalah Dewi
Arimbi yang telah kembali ke wujud aslinya. Dikarenakan sifat raksasanya muncul
saat makan daging hewan mentah tadi. Tanpa diketahuinya, ia telah berubah
menjadi raksasa kembali. Betapa malunya hati Dewi Arimbi. Tanpa berkata-kata
lagi, ia segera lari keluar kamar dan menjauhi Kerajaan Majapahit.
Dewi Arimbi kembali ke hutan tempat
ia berasal. Disana bayinya kemudian lahir. Bayi itu lahir laki-laki dan diberi
nama Aryo Damar. Pembangunan candi terpaksa tidak jadi diteruskan, terdapat
relief raksasa seolah-olah sebagai gambar Dewi Arimbi. Karena gapura keraton ini
gagal atau tidak jadi untuk menyambut kelahiran anak Prabu Brawijaya dikenal
dengan nama Bajangratu. Bajang artinya wurung, ratu artinya ratu atau raja.”
Hutan tempat tinggal Dewi Arimbi mungkin saja merupakan kawasan yang
kita kenal dengan Wonosalam saat ini. Kampung halaman Sang Dewi, bisa jadi merupakan
wilayah sekitar Candi Rimbi yang sekarang.
Jarak antara Candi Rimbi dan Candi Bajangratu pun sebenarnya tak jauh
untuk ukuran zaman itu, seperti tetangga sebelah yang bisa ditempuh dengan
mengembara hutan selama beberapa hari perjalanan.
Cerita dari Candi Bajangratu memunculkan dugaan bahwa Dewi Arimbi
mungkin saja selir dari Raja Brawijaya. Namun dari alur ceritanya yang
menjelaskan seorang wanita, yang melahirkan anaknya sendiri di hutan
memunculkan pertanyaan tentang keselamatan Arya Damar. Apakah Si Jabang Baby masih
hidup? Atau meninggal setelah dilahirkan sehingga tak mampu bertahan dan
menjadi jadi raja. Atau malah Arya Damar merupakan sosok Damarwulan yang
namanya kerap dikait-kaitkan dengan lereng Anjasmoro?
Jombang City Guide pun menduga bahwa ratu yang dimaksud mungkin
Tribhuwaneswari, permasuri Kertarajasa, pendiri Majapahit. Putranya Jayanegara,
merupakan sosok yang sering dikaitkan dengan Candi Bajangratu. Sedangkan
beberapa pakar sejarah juga menduga sosok Tribhuaneswari-lah yang malah
dimuliakan di Candi Rimbi. Meski demikian, Jayanegara tetap menduduki takhta
tertinggi Wilwatikta, dan memerintah selama lebih dari 20 tahun lamanya. Selain
itu, gap antara era Kertarajasa vs masa Brawijaya bisa menjadi detail kejanggalan
yang jelas kurang valid.
Sayangnya kita semua tidak hidup di masa itu, sehingga tak bisa
mengetahui persis kronologi kejadian secara akurat. Seandainya punya mesin
waktu untuk melihat masa lalu, pastilah seru. Para pecinta sejarah masih
belum bisa menemukan benang merahnya, meski demikian upaya masih dilakukan
dengan melakukan gerakan penggalian kisah sejarah dan budaya setempat dalam
proyek ‘Arimbi Bercerita’.
Ilustrasi didapat dari potret Ivan Gunawan yang berperan sebagai Dewi aRimbi Sang Raksasi dalam pementasan Wayang Kakung nerjudul 'Arjuna Murca, Srikandi Ngedan' |
Banyaknya detail yang berhubungan, tapi masih kurang akurat mengenai Dewi Arimbi maupun Candi Arimbi membuat teka-teki ini masih belum terjawab. Seperti semacam puzzle yang tak bisa tersambung karena belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Kisah Dewi Arimbi maupun sosok Sang Dewi dari kawasan Ngrimbi ini pun, masih menjadi misteri.
Makam Dewi Arimbi
Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng,
Kabupaten Jombang
Btw, Apriliya Oktavianti dari situsbudaya.id monggo kopas-kopas sepuas-puasnya ya. Nanti silakan pura-pura lupa cantumkan sumber seperti biasanya, 'kan ya??? Haseeek, hasek hasek haseeeekkk!!!
1. Nice
BalasHapusKisah yang mengatakan bajwa dewi arimbi adalah raksasa yang hiduo di hutan wonosalam cukup masuk akal menilik dari cerita rakyat sekitar, karena konon di desa komboh juga ada legenda serupa yang menceritakan bahwa disana ada petilasan raksasa kumbokarno sebagai cikal bakal nama komboh
BalasHapus