Kawasan Utara
Brantas Jombang dikenal memiliki banyak peninggalan dari masa pra-Majapahit.
Kebanyakan diantaranya dari peninggalan Raja Airlangga dari era Kerajaan
Kahuripan yang juga penerus Kerajaan Medang
(Mataram Kuno). Selain beberapa situs penting yang disinyalir merupakan bagian dari
kedaton di masanya, banyak pula peninggalan berupa prasasti batu yang memuat
berbagai informasi mengenai kerajaan di masa lalu.
Salah satu
prasasti tersebut adalah Prasasti Gurit, terdapat di Dusun Sumber Gurit, Desa
Katemas, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang. Prasasti Gurit juga kerap disebut
Prasasti Sumber Gurit, yang merujuk lokasi dusun dimana batu bertulis ini
berada. Nama dusun Sumber Gurit juga berasal dan diispirasi
dari batu ‘gurit’ itu sendiri. Penduduk lokal memang kerap menyebut batu bertulis
dengan sebutan gurit, yang berasal dari kata gorit.
Gorit merupakan kependekan dari tugu digarit-garit. Tugu
digarit-garit sendiri, berarti tugu yang terdapat guratan-guratan tertulis di
permukaannya. Tugu batu bertulis tersebut oleh warga kemudian
disebut Gorit atau gurit. Prasasti Tengaran pun, juga mendapatkan julukan yang
sama dari penduduk sekitarnya.
Sedangkan nama sumber yang tersemat dalam nama dusun terkait, berasal dari nama sumur yang ada di dekat lokasi Prasasti Sumber Gurit. Sumur dengan bahan batu bata kuno itu kini dinamai Sumur Talungsono supaya tidak menghilangkan julukan muda yang sempat dicatat sebagai sebutan lokasi. Bukan sesuatu yang mengherankan bila sebuah prasasti biasanya punya sumur kuno yang berada tak jauh dari lokasinya berdiri. Jadi sebutan Sumber Gurit memang berasal dari sumber yang berupa sumber air dan gurit yang berupa batu bertulis yang merupakan potensi lokasi setempat.
Sedangkan nama sumber yang tersemat dalam nama dusun terkait, berasal dari nama sumur yang ada di dekat lokasi Prasasti Sumber Gurit. Sumur dengan bahan batu bata kuno itu kini dinamai Sumur Talungsono supaya tidak menghilangkan julukan muda yang sempat dicatat sebagai sebutan lokasi. Bukan sesuatu yang mengherankan bila sebuah prasasti biasanya punya sumur kuno yang berada tak jauh dari lokasinya berdiri. Jadi sebutan Sumber Gurit memang berasal dari sumber yang berupa sumber air dan gurit yang berupa batu bertulis yang merupakan potensi lokasi setempat.
Prasasti dari
masa Raja Airlangga ini dipahat di batu andesit dengan aksara jawa kuno
menggunakan Bahasa Sansekerta. Kala itu, Bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno
merupakan semacam bahasa resmi negara sehingga tak heran banyak bukti arkeologi
terkait menggunakan bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.
Prasasti berbentuk
blok segilima prasasti dikategorikan dalam kombinasi bersudut
lengkung dan puncak lancip dengan lekuk yang lembut. Sebuah lekuk yang kerap digunakan prasasti-prasasti dari masa Prabu Airlangga. Bentuk prasasti ini merefleksikan
bentuk gunung dimana kedudukan para dewa dan nirwana berada. Para raja
disejajarkan dengan dewa dan kerap menggunakan simbol-simbol berupa gunung
sebagai representasi para dewa.
Guratan
tulisan Prasati Gurit tersusun menjadi 24 baris, masing-masing untuk sisi depan
(recto) dan belakang (verso), serta 42 baris di kedua sisi sampingnya (margin). Jadi semua permukaan sisi prasasti seakan dipenuhi pahatan aksara. Prasasti ini ditetapkan pada tanggal 14 Krisnapaksa, Bulan Caitra, Tahun 944
Saka. Jika dikonversi dalam tahun masehi berarti merujuk pada tanggal 3 April
1022 M.
Inskripsi
penting ini memuat informasi mengenai adanya keraton kerajaan di Wwatan Mas dan
penetapan daerah sima bagi penduduk Desa Munggut. Desa Munggut yang dijadikan
tanah perdikan ini berada tak jauh dari Dusun Sumber Gurit. Munggut sendiri,
merupakan dusun yang ada di tengah hutan. Kini wilayahnya masuk administrasi
Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan. Bisa jadi dulunya kedua dusun masih dalam satu kesatuan.
Jadi tak heran bila Prasasti Sumber Gurit ini juga disebut dengan Prasasti
Munggut karena berisi tentang berita mengenai Desa Munggut.
Jombang
City Guide belum menemukan sebab mengapa Desa Munggut kala itu ditetapkan
sebagai tanah perdikan. Yang jelas, penetapan desa sima pastilah punya sebab
tertentu, termasuk status daerah istimewa yang biasanya dibebaskan dari pajak
dan upeti dari raja. Biasanya, penetapan ini disebabkan karena penduduk
setempat melakukan hal-hal yang berjasa bagi kerajaan, atau daerah terkait
memiliki potensi wilayah yang tak dimiliki daerah lain.
Pahatan
tulisan di prasasti ini sebagian masih terlihat, sehingga berita yang dimuat
dalam prasasti ini bisa dibaca. Pernah ada peneliti, Parlo Griffiths dari
lembaga Eco Franc Kajian Asia (EFEO) dari Prancis dan dua kru Arlo dari staf
laboratorium Museum Nasional Kamboja yang mendatangi langsung Prasasti Sumber
Gurit untuk melakukan pengamatan.
Masih terlihat jelas guratan tulisannya |
Metode
pembacaan Epigraf pun dilakukan dengan teknik abklats. Prasasti yang diamati dilapisi kertas singkong khusus yang dibasahi air, kemudian ditunggu hingga meresap. Kemudian, permukaan
kertas diberi cat hitam agar muncul tulisan jawa kunonya. Setelah dikeringkan
baru dilakukan pembacaan.
Teknik ini
dilakukan dilakukan dengan sangat hati-hati. Metode ini digunakan supaya peneliti
bisa tetap membaca isi prasasti ‘tanpa melukai’ batu bertulis yang diamati. Hasil
penelitian yang kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sehingga terbaca
informasi yang jelas mengenai batu bertulis ini. Berikut kutipan isi Prasasti
Sumber Gurit mulai dari baris ketiga hingga kedelapan :
3. Swasti saka
warsatita, 944 cetramasa dewata tithi caturdasi Krana* (Krisna)
4. Paksa, wu, pa, an,
wara, balamukti, katika karana naksatra, dahama dewata, ayu (saman)
5. Yaja, wanija
karana, irika dewansyajna sri maharaja rake halu, sri lokeswara
6. Dharmawangsa
Airlangga wikramattunggadewa** , tinadah rakryan mahamantrina sri sanggra
7. Ma wijaya
prasadottunggadewi, uminsor i rakryan pacang pu dwija kemanakenikanag kara
8. … ( munggut***
sapasuk thani kabah thani papadya maharani …
* tanggal penetapan 14 Krisnapaksa, Bulan Caitra, Tahun 944 Saka
** nama raja (Airlangga)
*** nama desa / thani
/ karaman
Prasasti
ini juga menyebut nama Raja Dharmawangsa Airlangga Ananta Wikramotunggadewa
yang tertua. Disebut pula, pada masa itu pemukiman setempat sudah padat
penduduk.
Prasasti
penetapan desa sima ini juga merupakan bukti eksistensi Raja Airlangga. Memang,
sejak runtuhnya Kerajaan Medang akibat kudeta Raja Wura-Wuri, Prabu Airlangga
memang hidup dalam pelarian. Salah satu lokasi pelarian yang disebutkan adalah
Sendang Made, yang berada di samping Desa Katemas.
Dalam
legenda Dusun Sumber Gurit disebutkan, dari sekian banyak tampat pelariannya,
baru sekitar Thani Munggut (sekarang Dusun Sumber Gurit dan sekitarnya) inilah
Raja Airlangga merasa aman. Terbukti dengan ada banyaknya peninggalan dari era
Airlangga yang dijumpai di sekitar Sumber Gurit seperti: Prasasti Munggut
(Sumber Gurit) 1022 M, Prasasti Kusambyan (Grogol) 1037 M, Prasasti Katemas,
Prasasti Pucangan 1037 M, Situs Sendang Made, dan Keraton Bedander.
Kini,
kondisi Prasasti Gurit sangat baik dan terawat. Berada di tengah perkampungan
penduduk, membuatnya berada dalam tempat yang aman. Letaknya juga berada di halaman sebuah rumah yang merupakan kediaman ayahanda dari Sang Jupel. Sekeliling prasasti juga
diberi pagar, pelataran dan halaman, meski kecil namun begitu asri karena
ditanami tanaman hias. Cungkup di atasnya juga terlihat bagus, dengan
sekeliling prasasti diberi ubin. Sebuah destinasi wisata cagar budaya yang sangat nyaman dikunjungi.
Di empat
sisi prasasti juga terdapat semacam umpak dari batu andesit, yang mungkin
merupakan bagian dari kelengkapan prasasti. Bisa jadi umpak-umpak ini merupakan benda-benda yang
ada di sekitar tugu batu bertulis ini saat ditemukan dulu. Sangat mungkin umpak-umpak
ini dulunya merupakan penyangga pilar bangunan dekat prasasti yang mungkin menjadi peneduh tugu batu bertulis ini kala masih
digunakan.
Umpak-umpak |
Memang tak
banyak yang datang berkunjung. Namun biasanya pengunjung yang datang untuk
belajar sejarah, sekedar ingin tahu, wisata, mengambil gambar, napak tilas, bahkan ada pula yang melakukan ritual. Lokasinya
sangat nyaman, penduduk setempat kadang juga melakukan pertemuan dusun di
prasasti ini. Tak jarang pula, sedekah bumi dilakukan di areal Prasasti Sumber
Gurit, seperti yang juga dilakukan penduduk di pelataran kompleks Prasasti
Tengaran.
Prasasti
Sumber Gurit sudah masuk data benda arkeologi BPCB Trowulan dan menjadi salah
satu benda cagar budaya dari Jombang, sehingga keberadaannya sudah dilindungi
undang-undang.
Belum adanya papan informasi mengenai Prasasti Sumber Gurit membuat pengunjung sulit mengetahui seluk beluk lebih dalam mengenai tugu batu bertulis ini. Pak Badri selaku juru pelihara, mencantumkan nomor ponselnya di papan peringatan supaya pengunjung yang mungkin ingin mengetahui informasi lebih dalam mengenai prasasti ini bisa langsung menghubungi beliau. Sebuah langkah yang sangat suportif dan harus diacungi jempol sehingga pengunjung merasakan pelayanan prima dari penjaganya serta bisa tahu langsung dari juru peliharanya.
Berhubung Blitar
juga punya daerah bernama Munggut yang juga punya peninggalan berupa prasasti dengan nama yang sama di daerahnya, penyebutan Prasasti Sumber Gurit atau Prasasti Gurit dirasa jadi
lebih memudahkan dan sebagai pembeda prasasti yang letaknya masih insitu di Jombang ini. Meski demikian,
jangan sampai rancu pula dengan istilah Prasasti Drujugurit di Ngimbang,
Lamongan yang letaknya juga tak jauh dari lokasi.
Untuk menuju Prasasti Gurit yang berjarak sekitar 15 km sebelah utara dari pusat Jombang, rutenya yaitu : Jombang, menuju arah Ploso. Sampai jembatan Ploso belok kanan, lurus saja hingga pertigaan Pasar Tapen belok kiri. Lurus saja hingga masuk Desa Katemas. Semakin dekat ke lokasi, sudah tampak papan penunjuk jalan. Jadi pengunjung agaknya tak terlalu kesulitan untuk mencapainya. Namun bila susah menemukannya, agaknya bertanya ke penduduk setempat adalah cara yang ampuh.
Prasasti
Gurit jelas merupakan bagian dari kompleks jejak Raja Airlangga yang tersebar
di utara Brantas kawasan Jombang. Selain Prasasti Gurit, juga ada Prasasti
Grogol yang paling dekat dengan lokasi, Prasasti Sendang Made, Prasasti Jaladri dari Keraton Airlangga, Prasasti Pucangan yang sayangnya
diboyong ke India dan telantar tapi belum dikembalikan, Prasasti Garudamukha dan Prasasti
Katemas yang sudah diamankan di museum. Ada banyak pula peninggalan
dan prasasti lainnya yang tak jauh dari lokasi tapi masuk wilayah kabupaten
tetangga.
Lokasi
Prasasti Gurit bertetangga desa dengan Sendang Made, tak jauh dari letak
Prasasti Grogol yang ada di tengah hutan. Kedung Biru dan Gua Made yang berada di Situs Kedung Watu juga tak jauh. Pesarean Alas Tuo
juga menjadi lokasi yang menjadi sejarah penting desa setempat. Desa Bedander
di Kecamatan Kabuh yang disinyalir merupakan keraton peninggalan Airlangga yang
kemudian dijadikan lokasi pelarian Jayanegara, juga masih satu rute.
Ada juga
wisata Kebun Bunga Matahari di Bulurejo, dan Waduk Jegreg Embung Kepuhrejo yang
bersebelahan desa. Jadi saat berkunjung ke lokasi, pengunjung bisa punya banyak
destinasi sekaligus sehingga bisa mengeksplorasi wilayah utara Brantas ini.
Panduan rute sudah bisa disimak lewat gmaps.
Meski tak ramai
seperti Sendang Made, destinasi sejarah Prasasti Gurit merupakan bagian penting
dari sejarah yang di kawasan Jombang. Adalah tugas kita sebagai generasi muda
untuk menjaga dan melestarikannya, termasuk harus memahami sejarah dan asal
muasal kotanya dari peninggalan-peninggalan bersejarah di Kota Santri Jombang
BERIMAN.
Prasasti
Gurit
Prasasti Sumber Gurit / Prasasti Munggut
Gang Prasasti Gurit
Gang Prasasti Gurit
Dusun Sumber Gurit, Desa Katemas
Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang
Pak Badri Jupel : 08560 828 5125
Pak Badri Jupel : 08560 828 5125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar