Rabu, 03 Juli 2019

Prasasti Pucangan : Silsilah Wangsa Isyana Yang Tersandera di Negeri Seberang


Ada sebuah prasasti di museum nun jauh di negeri asing seberang lautan, namanya Prasasti Pucangan. Inskripsi mahapenting ini dijuluki Prasasti Pucangan karena menyebutkan nama sebuah tempat yang dijadikan tanah perdikan untuk sebuah area pertapaan di Lereng Gunung Pugawat, yang kini menjadi kawasan Wisata Religi Pertapaan Dewi Kilisuci di Gunung Pucangan, Ngusikan, Jombang.

Prasasti Pucangan bisa dikatakan salah satu prasasti yang sangat penting karena memuat profil Prabu Airlangga, Raja Jawa yang bahkan kiprahnya dianggap lebih hebat dari Hayam Wuruk dari Majapahit. Selain itu tertera pula nasab Airlangga berupa silsilah Wangsa Isyana termasuk dari garis istrinya, trah Kerajaan Medang Kamulan periode Jawa Timur. Tersebut pula peran Mpu Narotama,  beserta petaka besar yang pernah melanda kerajaan.


Prasasti Pucangan berasal dari batu andesit, berupa blok batu yang dibentuk berpuncak lancip, seperti karakter kebanyakan prasasti Airlangga. Di bagian bawahnya, terdapat lapik berukir hiasan padmasana. Bisa dikatakan kondisi fisiknya masih utuh, tidak seperti prasasti lainnya yang sudah cuil, retak, rompal bahkan hancur.

Ukurannya dicatat oleh Kern dalam VG VII yaitu bertinggi 1,24m, lebar 0,95m di puncaknya, sedangkan makin ke bawah mengecil hingga punya lebar 0,86m. Prasasti Pucangan ditulis di keempat sisinya, yaitu bagian depan (recto), belakang (verso), dan samping kanan dan samping kirinya.

Aksara yang dipergunakan adalah huruf Jawa Kuno dengan Bahasa Sansekerta pada seluruh bagian prasasti. Terlihat huruf yang digunakan adalah aksara kawi akhir seperti karakter font yang digunakan dalam prasasti-prasasti peninggalan Airlangga lainnya. Cara membacanya adalah dari atas ke bawah, dengan mengeja huruf dari kiri ke kanan. Total ada 36 baris secara keseluruhan, dengan 34 kalimat.

Meski beberapa hurufnya sudah mulai aus, namun tulisannya masih terbaca. Huruf-huruf baris awal masih terbaca, kemudian aksara menjelang baris akhir makin sulit dibaca karena termakan usia. Berikut isi Prasasti Pucangan yang berhasil dihimpun dari Kern :
1. // svasti // tribhirapiguṇairupetonṛṇā vvidhānesthitautathāpralayeagu ṇaitiyaḥprasiddhastasmaidhātrenamassatatam  agaṇitavikramaguruṇāpra ṇamyamāna
2. ssurādhipenasadā yastrivikramaitiprathitolokenamastasmai yassthā ṇurapyatitarāpyave psitārthapradoguṇairjagatāmkalpadrumamatanumadḥ ahkarotitasmaiśivāya
3. namaḥ /kīrtyākhaṇḍitayā yākaruṇayāyasstr ratvandadhaccā pākarṣaṇataścayaḥpraṇihitantībraṅkalaṅka ṅkareyaścāsaccariteparāṅmu tayāśūrorathe bhīrutāṃsvajarḍoṣān bhajategu
4. ṇaissajayatāderlaṅganāmānṛpaḥ āsīnnirjitabhūribhūdharagaṇobhūpā lacūḍāmaṇiḥprakhyātobhuvanatrayepimahatāśauryyeṇasiṃhopamaḥyenor vīsucirandhṛtāmitaphalāla
5. kṣmī gatvarīsaśrīkīrtivalānvitoyavapatiśśrīśānatuṅgāh vayaḥ tasyāt majā luṣamānasavāsaramyāhaṃsīyathāsugatapakṣasadā bhavaddhā rājahaṃsamu damevavivarddhaya
6. ntīśrīśānatuṅgavijayetirarājarājñī  mandākinīmivatadātmasamāṃsamṛd dhyākṣīrārṇavaḥprathitaśuddhiguṇāntarātmātāñcākarotpraṇayinīnnayanābh inandī śrīlokapālanṛpatirnaranāthanā
7. gaḥ tasmātpradurabhūtprabhāvavi  bhūbhūṣaṇodbhūtaye bhāva nodyatadhiyā vayan tibhiḥ riścāpratimaprabhābhirabhayobhās vānivābhyudyataśśatrūṇāmibhakumbhakumbha
8.dalaneputraḥprabhurbhūbhujām śrīmakuṭavaṅ itipratī tonṛṇāmanu pamendraḥśrīśānavaṅśatapanastatāpaśu ram pratāpena tasyādhipa syaduhitātimanojñarūpāmūrtevarā
9. jaguṇatoyavarājalak repisubhagenababhūvapitrānāmnākṛtākhaluguṇapr iyadharmmapatnī viśiṣṭaviśuddhajanmārājānvayādudayaṇaḥpra thitātprajātaḥtāṃśrī
10.matīvvidhivadevamahendradattāvvyaktāhvayonṛpasutāmupayacchatesma śreṣṭhaḥprajāsusakalāsukalābhirāmorāmoya svaguṇairgarīyānsam bhāvitonnatagatirma
11.hasāmunīndrairerlańgadevaitidivyasutastatobhūt śrīdharmmavamśaiti pūrvayavādhipenasambandhināguṇagaṇaśra ṇotsukenāhūyasādaramasa nsvasutāvivāhandrākpurvatā
12.prathitakīrttirabhūnmahātmā athabhasmasādabhavadāśutatpuram puruhūtarāṣṭrami va madya taṃ talinā khalukiṅkarairvinā vanānyagāt śākendreśaśa nā
13.daneyātemahāvatsaremāghemāsisitatrayodaśatithauvāreśaśinyutsukaiḥ āgatyapraṇatairjanairdvijavaraissā śśrīlokeśvaranīralańganṛpatiḥ
14.tāntāṅkṣitimsamrājyadīkṣitamimannṛpatinniśamyaśaktyājitārinikaranniva ripūṇāmadyāpitadbhujabhu latvamabhūtapūrvvam
15.bhūyāṃsoyavabhūbhujobubhujire vina marthyānnṛpajan_ju_narendrā sanekintuśrījalalaṅgadevanṛpatirvamśyo dhirājā graṇirbho __ sabhu ti kevalamarindvan m__manbhūtale  bhūbhṛnmastaka_ pādayugalassimhāsanesaṃsthitomantrālocanatatparairaharahassambhāṣito manṭribhiḥbhāsvadbhirlalanānvi
17.__raiḥparītobhṛśamj__syaparājayediva87yavaccitrīyatesantatam putrānmāmativatsalopi__tyaktvāmadīyaḥpatissvargastrīgamane
18.__ājñāvidheyastavakhyātastvambhuvanedayāluhṛdayastenyāpravṛttiḥ__rā jankvakṛpetyarervanitayārājāṃpyu yā__ bhyāte ka__ nm__mukṣupa
19.__ varasya__pya__tenakṛtassa __ __bhuvanatraya
20.syama__kiṃ__nacikīrṣayāksa__yutesterasaḥki__krīḍārasalip__yā__ḥ__ kari__dra
21. danta ja__mā__ __ro__te__ dharmovaśyeṣu__sārthesaṃhṛtya ha.__ta__lokapālāne
22. kobahumpra__riyatesmadhātrā āsīnnṛpo__mṛ__ prala__va iti tasyasnutomahātmā__ __candrabhūtavadane__
23.javarṣa__śī____ lgu__tanyaścakāścidadhamā[ḥ] pānudā__ __na __ __ddaśānanaiva _ya__ kayama__
24.na__ndro__ramyacaritonya__ttamāśutataścatadanantarannṛpasutañjigīṣurgataṃ stadālayamaśeṣamevasahasābhyadhā__nṛpaḥpunaḥpunarathāgnibhū 25.tavadaneśakābdegate__narapatistadīyanagarāṇyadandahyataabhavadapibhuvistrīrākṣasī__gravīryyāvyapagatabhayamasyā__ mayāsī
26.tjalanidhiśararandhreśākasa__nṛpatirabhinade__takīrttiḥ jvalanaivanagendrolelihānodahattāndiśamadhikamanāyyāndakṣiṇānda 27.kṣiṇatvātdhanamatibahu__kīrttimevāharatsaḥmānitvādaśailabhūtalapaneśākendravarsegate caitre
28.māsisitatrayodaśatithovā__ragaṇitairgatvādiśampaścimāṃrājānavvijayāhvayaṃ__jagatpūjitaḥ __
29.śararandhreśākavarṣeṣṭamā__nijabanigṛhītovaiṣṇuguptairupāyais sapadivijayavarmāpārthivodyāmaga
30.cchatmu_śaravivarākhye__pañcadaśyām ripuśirasimahāt māśrīyavadvīparājojayatinihitapā
31.doratnasiṃhāsanasthaḥ pū__nerjalalaṅgadevam nānyannirīkṣitumalaṃsubhujopapīḍaṅgāḍhampariṣvajatisa
32.__ rājalakṣmīḥ nirjityāthari__tayākaṇubra titayāvādeva tārādhanairantuñjātamahā__ssa
33.kurutepuṇyāśramaṃśrimataḥpārśvepūga__śrṇvantorājakīyāśramamasamamiman nandanodyānadeśyaṅgaccha
34.ntas_ntatantepyahamahamikayāvismayālo__rāsstutimukharamukhāmukhyametannṛpāṇāmmānīnammanya__manumivamahasā
35.__nanīyavvruvanti sādhūnāmpathi__rmantriṇāmbhū__dbhūtahiteṣiṇomunijanāitthanameprārthanāyasmiñjīvatirājñi__
36.__tibhuvandharmenasiddhyantitetasmācchrījalalaṅgadevanṛpatirdīrgha ṃsajīvyāditi // /

Dan bila diartikan per kalimat :
1.    Selamat! Hormat selalu baginya yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir (milik) para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta (Brahma) tidak memiliki guna
2.    Hormat baginya, demikianlah triwikrama (tiga langkah, Wisnu) yang dikenal di dunia oleh langkah(nya) yang besar tanpa perhitungan, juga yang selalu hormat oleh pikiran raja para dewa (Indra)
3.    Hormat bagi Siwa, ia adalah sthanu yang melebihi pohon pengharapan yang besar milik dunia, juga menurunkan anugrah kesejahteraan yang sangat didambakan dengan segala guna
4.    Menanglah dia raja yang bernama Airlangga, seorang pahlawan yang telah menghancurkan di atas kereta perang dengan kemasyuran ketika berperang. Dia telah menempatkan keunggulan wanita dengan pemahaman belas kasih, ketika memimpin ia berpaling membelakangi keburukan dan bersungguh-sungguh menghapus noda buruk ditangan, dia diberkati dengan segala guna karena rasa takut leh dosa-dosanya sendiri.
5.    Adalah ia, bagaikan puncak perhiasan milik pelindung dunia yang sangat terkenal di ketiga dunia, menaklukkan pasukan yang berlimpah bagaikan gunung, kejayaan oleh tindakan kepahlawanan yang seperti singa. Sejak dahulu kala berbagai macam kesejahteraan berupa hadiah yang tak terhitung telah dimiliki  bumi menuju pada kesenangan, dialah Sri Isanatungga, paduka yang mulia yeng memiliki kembali kemasyuran raja Jawa
6.    Anak perempuannya pengikut Buddha, ibarat angsa betina yang berada pada telaga Manasa yang suci sebuah tempat kediaman yang disenangi, yang selalu memberi keharuman pada raja yang bagaikan angsa (jantan). Demikian menjadi makmurlah ratu Sri Isanatunggawijaya, ia memerintah sebagai ratu.
7.    Dia, raja Sri Lokapala (adalah) manusia (yang bagaikan) pemimpin naga, kesucian dan kebajikan di dalam jiwanya bagaikan lautan susu Mandakni yang dikenal seperti dirinya dan dia telah membuat kepimimpinan bersama istri menuju pada kesenangan
8.    Darinya, tampil anak laki-laki unggul yang menjadi perhiasan besar yang berkilau. Memerintah bumi untuk kesejahteraan mahkluk hidup. Muncul pada pikiran-pikirannya yang telah disiapkan dengan segala kemampuan yang tak dapat dibandingkan, menghasilkan kehidupan. Dan bagaikan matahari dengan kemilaunya, keluar dengan angka tenang ketika melawan gajah para musuhnya ibarat periuk-periuk yang di hancurkan tanpa takut
9.    Sri  Makutawansawarddhana, demikianlah pemimpin para manusia yang tak dapat dibandingkan, yang dikenal bagai matahari dinasti Isana yang membakar dengan kilauannya yang indah
10. Anak perempuan raja itu, yang parasnya sangat cantik sebagai mana adanya, kemudian dibuatkanlah oleh ayah dengan nama yang sesuai dengan kebajikan yang sangat indah, juga sebagai tanda kemenangan raja di luar pulau Jawa (dengan nama) Gunapriyadharmmapatni
11. Dahulu kala, lahirlah seorang anak dari keturunan diunggulkan juga dimurnikan, itulah seorang raja yang dikenal (dengan nama) Udayana. Mahendratta, paduka yang mulia yang memerintah seorang putri (dari) keturunan yang telah disucikan kemudian dia telah pergi menuju padanya (Udayana).
12. Airlanggadewa, anak laki-laki yang unggul di seluruh mahkluk, memiliki seluruh bagian bukan sebagian kecil kebaikan dari pada Rama yang mempesona dari Dasaratha, keberhasilan yang lebih pantas dihormati bersama-sama dengan kebesaran para pertapa
13. Sri Dharmawangsa, setelah memanggil dengan hormat yang ingin sekali (mendengar) segala macam sifat baik dia kemudian secara langsung disertai oleh acara pernikahan anak perempuan mereka dengan dia, saudara sepupu raja Jawa sebelumnya, terkenalah keberadaan jiwa yang besar dimana-mana
14. Kemudian kota yang berkilau seperti kerajaan Indra yang menyenangkan itu dengan cepat telah musnah dimakan api diselimuti oleh kepala pembunuhan yang paling hina, kemudian dia (raja Airlangga) bersama-sama dengan Narottama tanpa dengan para abdi pergi kehutan-hutan
15. Pada tahun saka 941, tahun yang agung telah berlalu paro terang bulan Mangha tanggal tiga belas , menghadaplah para abdi dan para Brahmana dengan serta tundukan hormat menuju ke Sri Paduka raja Lokeswara Niralangga meminta (pada)nya untuk melindungi perbatasan-perbatasan tempat kediaman , yang didapatkan kembali
16. Setelah mentasbihkan dirinya, dia menentramkan kerajaan ini. Raja dengan kemampuan telah menahklukkan sekawanan musuh di jari-jari roda (kereta perang). Meskipun hari ini ia ibarat melewati permukaan (milik) gulungan ular yang tak dapat dihitung, dia kembali pulang dan tidak berubah dari sebelumnya
17. Dia memerintah bumi jawa, semua mahkluk menimati bumi tanpa musuh, keturunan raja berkecukupan, mereka menikmati hasil (bumi), ah, meskipun begitu, Sri Paduka Jalalangdewa yang merupakan (keturunan) leluhur tertinggi yang terkemuka duduk di singgasana raja, dia merayakan hingga malam tapi, perselisihan para musuh selalu menjelajahi di permukaan bumi (perselisihan akan selalu menanti dimana-mana)
18. Raja memiliki pahatan tengkorak dan sepasang kaki di singgasana yang abadi, hari demi hari duduk dengan para mentri membicarakan pertimbangan yang mendalam yang memperjelas segala tujuan utamanya, diikuti oleh wanita yang berseri-seri (wajahnya) berkemah dengan para pahlawan, mereka menjadi kagum seperti ketika menahklukkan kepandaian yang sangat banyak yang telah dikuasai olehnya tak dapat disanggah untuk menang.
19. Suamiku sangat mencintai anak-anak dan saya, meninggal ketika berhubungan akan menjalankan perintah yang harus dilakukan kecuali dengan kemenangan, engkau yang dikenal di dunia memiliki rasa iba pada pengikut lainnya, mengapa tidak melindungi? Untuk apa wahai raja? Dimanakah rasa belas kasih? Demikian istri seorang musuh, di pertemukan dengan raja
20. Dahulu kala adalah ia, seorang yang berharap untuk lepas yang menyerupai penyucian memuji kemurahan hati seseorang dari pintu masuk surge Indra seperti yang telah dipersiapkan olehnya mantra-mantra untuk raja yang datang dari seorang murid
21. Siapa yang memiliki kemurahan ketiga dunia? Mengapa tidak menyusun warisan berbagai penjelmaan yaksa yang agung? Mengapa bergantung oleh perasaan nafsu yang menggebu, wahai budak nafsu? Dan siapapun yang telah dibuatkan gading gajah Indra yang terkenal dia yang dihormati pada siang dan malam
22. …mengenai cara-cara berucap dewa Indra, di perilaku kekuatan hukum dewa Yama, dia yang membagikan warisan (Kuvera) kesejahteraan di kelompok peminta. Marilah bersama-sama memegang (menanti)… demikianlah, dari sekian banyak para pelindung dunia hanya satu yang telah dipilih lebih dekat oleh Pencipta (Brahma)
23. Dahulu kala adalah ia, kehanuran seorang raja (Bernama) Wisnuprabhawa kemudian berturut-turut anak laki-lakinya yang berjiwa besar…dariku, ketika tahun raja Saka 951 tanggal 11…bulan Phalguna
24. Seseorang raja lainnya yang buruk sifatnya bernama raja panuda bebas menghancurkan seperti Rahwana dia pergi menyebabkan derita ketika tahun Raja Saka 952, pergi dengan nafsu yang disenangi ke____ yang dikalahkan dengan cepat
25. Kemudian setelah itu anak raja itu yang berhasrat ingin menahklukkan telah mendapatkan kehancuran, pergi tak bersisa, kemudian serangan raja berulang-ulang menuju ke penguasa ketika tahun saka 953 musim hujan yang telah berlalu raja tanpa kekuatan miter keliling kota-kotanya dengan tenang
26. Dahulu kala adalah ia seorang penjahat wanita seperti raksasa yang penuh dengan hak yang berbahaya tanpa kekuatan, dengan pedang kekuatan telah pergi jauh ketika tahun saka 954 raja menuju ke raungan tanda kemenangan untuk merayakan kemasyuran itu
27. Bagai raja yang menjilat (dengan) kobaran api, terbakar dari penjuru dari selatan ke selatan, ketika abdi (pelayan, memimpin kaum pendeta dan pertapa mendapatkan hadiah yang berlimpah, kemudian ia membungkukkan jiwa setelah dibawa pada kemashyuran
28. Berada di puncak kegemilangan, kemudian pada tahun raja saka 957 yang telah berlalu paro terang bulan Caitra tangga 13 Titthi hari rabu yang suci dengan tentara kuat yan tidak terhitung bersiap keluar pada raja Wijaya yang berada di arah sebelah barat, raja kami yang dihormati dunia ikut menaklukkan bersama-sama
29. Kemudian pada tahun raja saka 959 hari tanggal 8 hari kamis paro terang bulan kartika para prajurit telah mengambil tipu daya itu (dari) kitap wisnugupta, pengerahan tenaga dari masyarakat sendiri secara langsung, kemudian dia, Wijayawarma runtuh
30. Ketika tahun raja saka 959 pada bulan yang belum terselesaikan hari kamis pada tanggal 15 bulan kartika , Dia raja pulau jawa yang hebat kini menang, duduk di atas singgasana permata menyandarkan kakinya diatas kepala musuh
31. Raja Jalalangdewa adalah pemimpin penahkluk bagian timur pada awalnya, kemudian menaklukkan semua musuh di semua arah dengan berbagai perlindungan dibawah payung tunggal. Saat ini adalah kemenangan raja, ia didekap oleh lengan-lengan yang indah, yang disembunyikan dan tidak akan terlihat
32. Kemudian penakluk-penakluk musuh-musuh dengan tindakan kepahlawanan yang berani dengan tipu daya juga keberanian yang pastinya tak dapat dihentikan, dengan ketaatan janji yang sungguh-sungguh sebagai mana adanya ____dewa telah menjadi kebaikan raja yang agung ia membuat pertapaan suci yang indah di lereng dari pegunungan Paguwat. Sri Paduka Niralanga panjang usia
33. Dengarlah kalian pertapaan bangsawan ini yang merupakan taman yang sangat indah lagi menyenangkan yang kini telah ada. Mereka pergi melanjutkan bersama-sama juga saling mendahului banyak mata terpana melihat karangan bunga sebagai awal kegembiraan para pembuat, bermulalah gemerincing nyanyian doa mereka panjatkan, pemimpin ini menunukkan rasa hormatnya dengan keagungannya yang patut dihargai sebagai Manu diantara raja-raja yang penuh kehinaan
34. Warga berdoa, “Berjalanlah ia di jalan kebaikan menteri kembali pada aturan hukum, pendeta mempunyai kepedulian yang baik”. Demikian ditundukkan permohonan, ia hidup di kerajaan dengan senyuman, ia melindungi, ia memimpin kemudian meletakkan lawannya di sisi hukum demikian, semoga ia, Sri paduka raja Jalalangdewa semoga panjang usia.
Dikatakan, Prasasti Pucangan ditulis dalam Aksara Kawi sebenarnya merupakan dua prasasti berbeda yang dipahat dalam sebuah batu. Tak diketahui bagaimana maksud dua prasasti yang berbeda dipahat dalam sebuah batu. Entah apa yang membedakannya hingga bisa dikatakan dua prasasti dipahat dalam sebuah batu, apakah bentuk pahatannya atau gaya penulisannya. Atau mungkin memang dua batu yang berbeda kemudian direkatkan menjadi satu.

Gambar Prasasti Pucangan yang beredar di dunia maya ditampilkan dalam potret bentuk kurawal berhias bunga di bagian atasnya. Di sisi lain, potret aktual dari kondisi terakhir menampilkan prasasti dengan bentuk puncak lancip. Sebuah keanehan yang begitu janggal.
Foto dari Arlo Griffith saat berkunjung ke Museum Kalkuta India
Ternyata kedua gambar memang merupakan prasasti yang berbeda. Ternyata, salah satu potret tugu batu bertulis berhias bunga di bagian atasnya bukanlah Prasasti Pucangan, melainkan prasasti lain yang dianggap prasasti Pucangan. Beruntung, setelah dilakukan penelusuran potret tersebut sudah dikonfirmasi oleh Bu Titi Surtiti bahwa ilustrasi yang benar adalah prasasti yang ada di sebuah gudang, sedangkan foto tugu batu bertulis yang ada hiasan di atasnya adalah prasasti yang lain.

Adalah Prasasti Jeru-Jeru yang sering digunakan ilustrasi Prasasti Pucangan, yang berasal dari era Mpu Sindok dan kini berada di Museum Nasional Jakarta. Bisa jadi, penulis tak memiliki potret aktual tentang Prasasti Pucangan sehingga mengambil ilustrasi dari sebuah prasasti yang punya penampilan cantik. Namun, tindakan itu rupanya membuat efek yang fatal karena menimbulkan kerancuan dan salah persepsi di kalangan pembaca.

Potret Prasasti Pucangan yang benar

Yang jelas, dikatakan bahwa sisi depan Prasasti Pucangan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan sisi belakang menggunakan Bahasa Sansekerta. Karena itu prasasti ini sering disebutkan dalam dua versi yaitu Prasasti Pucangan Jawa Kuno dan Prasasti Pucangan Sansekerta. Di sisi lain ada penelitian yang menyebutkan prasasti ini ditulis sepenuhnya dalam Bahasa Sansekerta. Mengenai kebenarannya, agak sulit dibuktikan karena kembali alasan keberadaan prasasti yang berada nun jauh di India.

Namun, catatan OJO Brandes agaknya punya tambahan detail yang mungkin bisa jadi pelengkap informasi mengenai prasasti ini. Sisi lainnya yang berbahasa Jawa Kuno diambil dari pembacaan Brandes dalam OJO-nya, berasal dari file ibu Titi Surti Nastiti :
1. II o II swasti cakawarsatïta 953 karttikamasa, tithi daeamï cuklapaksa', ba,pa, bu, wara wayangwayang, caragraha bayabyastha, uttara( )dratanaksatra,ahirbudhadewata bajrayoga ka
2. raua, barunya mandala, irikadiwacanyajüa crï maharaja rake halu crï lokecwara dlarmmawangca airlangganantawikramottunggadewa, tinadah rakryan mahamantrï i hino crï sama/awijaya dha
3. mmasuparna hanala hutunggadewa, umingsor i rakryan kanuruhan pu dharmmanmrttin ing barahëm ing /vasuri, imah ning warggapingh
4.susukën( )ma/}e/knapamadëganaui dharmma karsyan, crl maharaja, sambandha,a
5. nhana ista prarthana crï maharaja ri kala ning pralaya ring yawadwïpa irikang cakakala 938 (928) haji wurawari an wijd sangke lwaram, ekarnawarüpanikang sayawadwïpa rikang ka akweh sira wwang mahawicesa pjah, karuhun an samangkaua diwaca crï maharaja dewata pjah lumah ri sang hyang dharmma parhyangan I wwatan, ring cetramasa, cakakala 939 sdang walaja
7. ka crï maharaja irikang kala, prasiddha namblas tahun wayahnira, tapwan dahat ing krtaparicrama nireug sanggrama, makahetu rarai nira,tapwanenak bangënggi denira rumë
8. gep pasaringkepanyayudhanira, kunang ri saksatiran wisnumürtti, rinaksa ning sarbwadewata, inahaken tanilwa liwaca deni pangawamimng mahapralaya, manganti ri himbang ning wanngiri ma
9. kasambhasana sang tapa easuddhacara, mering lawan huhmira nta pradipa//i manah niran tanu n pra ri lbü ni paduka crï maharaja, sang narottama,
10. sang jrianira, siradining huluu crï maharaja aticayeng drdabhakti, hambak tansah i ayunan crï maharaja, uiilu walkala dhara pinakarowang crï mabaraja ing( )a harasa/w
11. ra sang bhiksuka wan&praslha, yatanifcwVzdi crï mabaraja rika bhawanan bhatara ring ahoralra, nimitta ui mahabharanyasih ning sarbwadewata crï mabaraja, an sira pi
12. wratyaya ning sarbwadewata, a//>apadi pat/amölana bbuwana, kumalilirawa kulit/raki, makadrabya raja laksml, muwahakna hasa nikanang rat sang hyang sarwwadharmma
13. humaristakna hanifuning bbuwana, mangkanabhimatauing sarbwadewata crï mabaraja, buwus ta erï mabaraja krtasangskara pratista ring singbasana, mwang an ka gong ning crï ma
14. haraja haridewata sang lumah ring iganabajra ikanang halu pinaka lcapralisth.au crï mabaraja, matangyan rake halu crï lokegwara dbarmmawangsa airlanggananta wikra
15. mottunggadewa sangjnakas/wan crï maharaja, de mpungku sogatamaheywara mahabrahmana irikang cakakala 941 i /anpahingan crï maharaja ke
16. n sabha mata ning sarbwadewata i sira, kapvva kalim/w hri pha/ahyantara denira tan ka^alimura i dharmma mra
17. nikang singho nira, mara ni sakwehnikang mangbyaugadrabya, sapinakahanitu ni yawadipa, prabheda
18. nginaranan nakekale mwang si^ading, narawa^esa i ka de crï maha
19. tahnn an rika nasikanang sarat pinjahaning mwang irikang cakakala 951 rikanang pilu lumampah
20. ta crï maharaja dumonikaug panda guru tumanggal caddhya decani ratan, ati£ayeng mahabala
21. sa n paharpharpan mwang baji wanghir, hawada ta ika de 51-1 maharaja irikang ^akakala 952 mangkinakuyanahan? h ta
22. roinggalakën karajyanira ngn ha kadatwanilëwa bunutnikang de^a galuh niwang de^a barat, an tinkan sinahsanirikang ^akakala mahara
23. ja, h ata ika de gvï maharaja irikang ^akakala sahanani wa laug mwang harp* , bu
24. b n sahananikang maharaja, haji Wurawari tawi prï maharaja ata maka
25. purusa ka hilang nira, sang yrï maharaja mwang rakryan kanuruhan pu narottama, rakryan kuningau pu niti, ri kala crl maharaja haneng mnfilia
26. hinganya 91Ï maharaja mangkana hilang ui sahana ni hanihanitu ni yawadwïpa. knnang kramanika hilang haji u'ëngkër de crï maharaja, ingakadatwanira ri la
27. pa sira pratinayakahina ro decani rang l> en asuji masa maharaja, mnwah irikang ^akakala 957 wwaya la samangkana ta sira
28. rajaya ri tapa de crl maharaja, siramnh manusupamet de durgga,matinggal tanaya dara tkaring rajadrabya rajawahana prakara, rika hlëma
29. nya irikang cakakala 959 repmanusup haji ri hapang mwang balanira samasih ri sira, kawnangta sira ri sarasaratu wanipa pangan,ha s panaka ta
30. pa l,an Aanda sira de crï maharaja apalinggih modóda ri singhasana, sampan sangksipta ikang pralaya ri yawadwïpa, matlasanika sanggrama
31. nhana sangcaya ni manah nikaug pa( )yanacchayani paduka maharaja,. matangya siddhakën prajlnanira, madamël yaa pa
32. tapaning pucangan san rake yangkën mantra namastara maharaja ri bhatara hari sari, mwang palinggananikang rat,karnhnn sangana
33. gata prabhu tkari dlabaningdlaha, ri krama ni 9rï maharaja munajikaken satywataning sayawadwlpa, apan sang anadi prabhu sakwehuira siniwi ring
34. yawadwipa ____nenira, tkamang-orih hayu nira kabeh rino1 anadi, tatan mangkana maharaja
35._____nira mwang «6/mnata crï maharaja mai/wa
36. nam ti ____bino madrabyahaji ma su ____nikang
37. yacapatapan i pücangan, manten ta ikang lmah pncangan
38. sang byang yaca patapan ____pücangan winawa sang mana pa
39. ngkur, tawan, tirip, mwang nayaka, partyaya, pinghai wahuta rama, mwang sakweb sang mangilala drabya baji m
40. khaduhkha, sakweh lwiranya sahingan ____lmah sang byang yacapatapan i pücangan
41. ____drabyabaji wula wulu mwang
42. singa lwiranya, lumebu sang byang yaca patapan i pncangan, yan brahmaua ksatriya, wecya, sudra, candala,nayaka, partyaya,
43. pinghai wahuta rama uumlahulaha kaowatantran sang byang dharmma patapan i pncangan mwang sahinganing lmali ni
44. nira i bino___ sang byang yaca patapan, jah tasmat kabwafc karmmaknanya,candinira maha
45. pataka ____citralekha___ padnka crï maharaja sira
46. sang hyang ajiïa haji pracasti

Berhubung Jombang City Guide belum punya kapabilitas untuk menerjemahkan maupun mendapatkan akses untuk terjemahannya jadi hanya rangkuman mengenai isinya dari berbagai sumber yang melengkapinya yang sementara bisa disajikan di sini.

Inskripsi berangka tahun 1037 Masehi ini merupakan catatan riwayat hidup Airlangga yang paling lengkap dibandingkan catatan arkeologis lainnya. Batu bertulis itu, seakan menjadi catatan yang menjelaskan mengenai profil lengkap Sang Prabu, berikut sepak terjangnya dalam memimpin kerajaan.


Disebutkan dalam prasasti, Raja Airlangga menghadapi berbagai peperangan untuk menaklukkan musuh-musuhnya. Banyak pertempuran dilewati dengan kemenangan hingga akhirnya berhasil duduk di singgasana dengan masa kejayaannya dan membangun negeri untuk kemakmuran rakyatnya.

Dalam Prasasti Pucangan juga disebutkan silsilah lengkap Airlangga yang merupakan keturunan dari dua kerajaan. Airlangga sendiri punya darah Bali dari Raja Udayana yang menikah dengan Mahendradatta, saudari Dharmawangsa Teguh yang kemudian jadi mertuanya. Jadi, bisa dipastikan Airlangga merupakan keturunan Mpu Sindok dari darah ibunya.

Disebutkan pula, Ibunda Airlangga yang bernama lain Gunapriyarajapatni merupakan anak dari Sri Makutangwangsawardhana. Sri Makutangwangsawardhana merupakan putra dari Sri Lokapala dari hasil pernikahannya dengan Sri Isyanatunggawijaya. Sri Isyanatunggawijaya inilah yang merupakan putri dari Mpu Sindok dari permaisurinya Dyah Pu Kebi. Bisa dikatakan, Airlangga merupakan anak dari cicit Mpu Sindok.

Di usianya yang ke-16, Airlangga muda dari Bali dikirim ke Jawa untuk dinikahkan dengan putri Dharmawangsa Teguh, Raja Medang yang sedang bertakhta. Dharmawangsa Teguh merupakan saudara laki-laki ibunda Airlangga, Mahendradatta. Jadi bisa disimpulkan, Dharmawangsa Teguh adalah paman Airlangga. Putri Dharmawangsa Teguh yang dinikahkan dengan Airlangga bernama Galuh Sekar Kedaton. Bila diruntut silsilahnya, istri Airlangga yang juga diibaratkan sebagai Dewi Laksmi itu merupakan sepupunya sendiri.

Tak lama setelah perayaan pernikahan Airlangga dengan Galuh Sekar Kedaton, ibukota kerajaan diserang oleh Raja Wura-Wari. Istana hancur, dan Dharmawangsa Teguh beserta keluarga kerajaan tewas termasuk putri mahkota Medang yang seharusnya akan mewarisi takhta. Bisa dikatakan serangan ini begitu fatal hingga mampu meruntuhkan kerajaan, karena simbol utamanya hancur.

Hampir dipastikan seluruh keturunan kerajaan tewas dan peristiwa ini disebut Mahapralaya karena terlalu mengerikannya kehancuran yang disebabkan oleh serangan ini. Beruntung, Airlangga dan istrinya Galuh Sekar Kedaton berhasil melarikan diri ditemani Narotama. Kala itu, Airlangga yang berusia 16 tahun masih merupakan warga pendatang dari Pulau Bali yang tak mengenal medan dan situasi di Jawa. Untuk lari dari kejaran tentara raja vassal, Airlangga harus hidup berpindah-pindah dan lari ke berbagai tempat.

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Airlangga sempat lari ke Pawitra, ke Malang, hingga lari ke kawasan lereng Pucangan di utara Brantas yang sekarang masuk wilayah Jombang. Lokasi pelarian di utara Brantas ini agaknya berasal dari arahan Mpu Narottama yang mungkin ada maksud untuk mencari perlindungan di tempat yang familiar baginya.

Dikatakan lokasi pelarian dekat Gunung Pucangan adalah Sendang Made, dimana Airlangga bersembunyi, dan melakukan pertapaan. Selama masa persembunyian itu, Airlangga menyamar sebagai seniman dan membuat kerajinan tangan. Tak heran, budaya dan legenda masyarakat setempat menyatakan bahwa rombongan yang tinggal di Sendang Made ini merupakan kelompok mengamen. Tandak Ngamen tersebut kemudian baru diketahui ternyata Sang Raja yang menyamar dengan sebutan Mbah Joyo, yang kini tradisi peninggalannya berupa kungkum sinden masih sangat kental dilakukan di lokasi.

Adalah Mpu Barada, yang diperkenalkan oleh Narotama kepada Airlangga di lokasi persembunyian itu. Mpu Barada merupakan adik Mpu Kuturan yang menjabat sebagai dewan pertimbangan agama di Kerajaan Bedahulu tempat ayah Airlangga yaitu Raja Udayana dari Wangsa Warmadewa berkuasa. Jadi bisa dipastikan, di bawah pengawasan Mpu Barada, Airlangga mendapat perlindungan penuh dari adik Menteri Agama dimana dia berasal.  Di lokasi persembunyiannya itu, Airlangga benar-benar merasa aman.

Dalam masa pelarian juga dikatakan bahwa Airlangga didatangi oleh para pertapa yang berasal dari tiga aliran yaitu Siwa, Budha dan Mahabrahmana. Ketiga pendeta lintas aliran itu meminta Airlangga kembali membangun kerajaan dan menjadi pemimpin yang istananya telah hancur karena mahapralaya.

Masa-masa awal kepemimpinan Airlangga juga tak berjalan mulus karena dipenuhi dengan peperangan dan penaklukan kembali kerajaan bawahan yang dulunya menjadi bagian dari kekuasaan di bawah pemerintahan Dharmawangsa Teguh. Antara tahun 1029-1037 diberitakan dalam Prasasti Pucangan bahwa Airlangga berhasil menaklukkan Raja Wisnuprabhawa dari Wuratan (1030M) yang terkenal sangat kuat, kemudian di tahun yang sama juga disebutkan Airlangga mengalahkan Raja Panuda dari Lewa dan Raja Wijayawarma dari Wengker.

Raja Hasin juga dikalahkan, yang kala itu wilayah kerajaan yang tersisa tinggal kawasan Sidoarjo dan Pasuruan saja. Airlangga kemudian berhasil membalaskan dendam pada Raja Wura-Wari yang telah memporak-porandakan kerajaannya, dengan menaklukkannya di tahun 1032M. Dikatakan pula bahwa Airlangga berhasil mengalahkan ratu yang sangat kuat dari Tulungagung, yang digambarkan sebagai raksasi. Bagian penaklukan ini disebutkan dalam Prasasti Pucangan yang berbahasa Sansekerta.

Airlangga kemudian membangun kembali kerajaannya yang telah runtuh dengan Ibukota Wwatan Mas yang diperkirakan kini berada di sekitar Katemas, Kudu, Jombang tak jauh dari Gunung Pucangan. Airlangga banyak menghadiahkan status tanah perdikan untuk beberapa kawasan sekitar persembunyiannya atas jasa penduduk setempat yang pernah melindunginya di masa pelariannya.

Karena berupa kerajaan yang baru bangkit kembali dari ‘mati surinya’, kerajaan yang didirikan Airlangga juga kerap disebut Kahuripan, sesuai dengan nama ibukota tempat Airlangga pernah juga bertakhta yang kini diperkirakan masuk wilayah Sidoarjo. Airlangga sebagai penerus Kerajaan Medang dari Wangsa Isyana seperti melanjutkan kepemimpinan moyangnya dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Sedangkan permaisurinya, Galuh Sekar Kedaton disebut bergelar Sri Sanggramawijaya Dharmaprasadha Utunggadewi.

Beberapa ahli menyatakan, penggunaan Rarkyan Halu pada gelar Airlangga disebabkan dirinya yang bukan pewaris asli kerajaannya. Dari kamus istilah arkeologi disebutkan bahwa Rarkyan Halu adalah semacam jabatan penting kerajaan yang ada di bawah Rarkyan Hino. Ibaratnya bila dalam suksesi Kerajaan Inggris, putra mahkota utama digelari Prince of Wales / Duke of Cornwall, sedangkan pewaris urutan kedua digelari Duke of York. Prince of Wales ibarat Rarkyan Hino, sedangkan Duke of York adalah Rarkyan Halu yang merupakan pewaris suksesi kedua.

Pewaris sebenarnya adalah putri Dharmawangsa Teguh yang tewas dalam mahapralaya, yang biasanya putri atau putra mahkota Kerajaan Medang digelari Mahamantri Rakai Hino seperti gelar milik Mpu Sindok kala mewarisi takhta Kerajaan Medang. Penggunaan gelar Rarkyan Halu sepertinya sebuah bentuk penghormatan Airlangga pada pewaris aslinya yang telah tiada dengan tidak menggunakan Rarkyan Hino dalam gelarnya.

Menariknya ada fakta tambahan dari Prasasti Mataji yang bisa memberikan sebuah detail penting dimana salah satu pewaris Raja Dharmawangsa ternyata berhasil lolos dari mahapralaya. Adalah Samarawijaya yang merupakan putra Dharmawangsa Teguh yang juga merupakan adik dari istrinya dan putri mahkota yang wafat.

Bisa jadi kala mahapralaya terjadi, Samarawijaya adik istrinya ini masih kecil sehingga disembunyikan identitasnya untuk keselamatannya. Selain itu, karena usianya yang masih sangat belia jadi dianggap belum bisa memimpin kerajaan. Kala Samarawijaya telah dewasa, dari sinilah Airlangga pun merasa harus mengembalikan takhta kerajaannya pada keturunan langsung dari raja sebelumnya.

Di satu sisi Airlangga konsekuen untuk mengembalikan suksesi ke keturunan langsung dari Dharmawangsa. Di sisi lain, Airlangga juga ingin anaknya dari garwa selir yaitu Mapanji Garasakan juga duduk di takhta. Kedua pewaris takhta tersebut sama-sama berhak untuk duduk dalam singgasana tertinggi kerajaan sehingga membuat Airlangga merasa harus melakukan tindakan yang adil untuk keduanya.

Kerajaan yang kerap disebut Kahuripan itu pun dibagi menjadi dua yaitu Kerajaan Panjalu, dan Kerajaan Jenggala untuk kedua penerusnya. Pembagian kerajaan itu dilakukan oleh Mpu Barada yang sudah menjalin hubungan yang sangat baik dengan Airlangga. Di sinilah puncak peran Mpu Barada dari perkenalannya dengan Airlangga hingga memiliki tugas begitu penting untuk membelah kerajaan di masa akhir pemerintahan Sang Prabu.

Alasan paling kuat dalam pembagian kerajaan ini juga disebabkan karena putri mahkota Airlangga sendiri, yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi dan bergelar Rarkyan Mahamantri Hino meninggalkan takhtanya. Putri Mahkota Airlangga dari permaisurinya Galuh Sekar Kedaton ini memutuskan untuk menjadi biksuni yang melakukan pertapaan di Gunung Pucangan, dan dijuluki Dewi Kilisuci. Kilisuci sendiri berarti pertapa perempuan yang suci.

Dari lokasi pamoksan putrinya inilah tampaknya kemudian Airlangga memerintahkan pembangunan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041 dengan menetapkan kawasan itu dalam Prasasti Pucangan tahun 1042M. Selain itu, sepertinya Airlangga membuat Prasasti Pucangan untuk mencatat kisah hidupnya sekaligus mengingatkan bahwa pertapa perempuan yang berada di Gunung Pucangan sebenarnya merupakan putri mahkotanya yang harusnya mewarisi takhta kerajaannya.

Selama masa pemerintahannya mulai tahun 1009M hingga 1042M, Airlangga sukses melakukan pembaharuan dan pembangunan. Bahkan beberapa buku di zaman modern menulis tentang profilnya termasuk Airlangga : Raja Pembaharu Jawa.  Pembangunan juga dilakukan Sang Prabu kala melihat Sungai Brantas yang alirannya begitu deras, dengan membangun bendungan maupun saluran irigasi sehingga dijuluki Airlangga : Raja Pembangun Bendungan dalam sebuah buku.

Airlangga pun menjadi pertapa yang bergelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana atau Resi Gentayu setelah meletakkan takhtanya selama Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. berkuasa. Di akhir masa pemerintahannya, pusat pemerintahan sudah pindah ke Dahanapura.

Kiprah keberhasilan Airlangga dalam peperangan dicatat oleh Mpu Kanwa dalam Kitab Arjunawiwaha yang diadaptasi dari kisah epik Mahabarata. Sedangkan sisa kediaman  istana yang masih eksis kini berupa situs Candi Jaladri yang dipercaya pernah menjadi kedaton Airlangga.

Selama masa pemerintahannya, Airlangga telah menerbitkan setidaknya 33 bukti sejarah yang kebanyakan terdiri dari prasasti dari batu maupun dari perunggu yang tersebar di Jombang, Mojokerto, Lamongan, Kediri dan Sekitarnya. Airlangga pun mangkat tahun 1049 dan dipercaya pendermaannya di Candi Belahan di Lereng Pawitra Gunung Penanggungan.

Prasasti Pucangan merupakan salah satu dari warisan masa Airlangga yang mencatat sepak terjangnya yang begitu revolusioner memimpin Jawa. Dalam catatan OJO Brandes dikatakan, Prasasti Pucangan ditemukan di Karesidenan Surabaya. Sayangnya, tak disebutkan pasti dimana letak Prasasti Pucangan berasal secara rinci. Namun bila ditelusuri lebih dalam, karesidenan Surabaya mencakup Mojokerto, Jombang dan sekitarnya. Sedangkan wilayah administrasi era Belanda dan masa kini sudah berbeda.

Banyak artikel yang menyatakan bahwa insitu Prasasti Pucangan berasal dari Mojokerto, tepatnya dari Gunung Penanggungan. Anggapan ini masih mungkin, mengingat di lereng Pawitra terdapat Candi Belahan dan Candi Jolotundo yang juga mencatat jejak Airlangga di gunung dengan sebaran situs terbanyak di Indonesia itu. Namun, anggapan itu agaknya kurang kuat karena tidak didukung oleh ‘jejak’ Dewi Kilisuci yang menjadi ‘alasan tersembunyi’ pembuatan Prasasti Pucangan.

Sangat mungkin lokasi insitu Prasasti Pucangan sebelum diboyong oleh penjajah Inggris itu berasal di Gunung Pucangan. Di lokasi yang menjadi tempat pertapaan putri mahkota yang disebutkan sebagai Gunung Pugawat itu, ditemukan empat buah lingga semu besar yang sepertinya dulunya menjadi penanda bahwa kawasan itu adalah desa sima yang ditetapkan Airlangga dalam Prasasti Pucangan.



Ibu Titi Surti selaku arkeolog nasional yang telah melakukan banyak penelitian di Jombang juga berpendapat serupa, dimana beliau menyatakan Gunung Pucangan punya banyak mata air yang memungkinkan untuk dijadikan lokasi pertapaan. Terbukti, meski didominasi lahan kapur, di sekitar Gunung Pucangan terdapat banyak sendang yang juga terkenal sebagai lokasi yang disakralkan. Sangat mungkin sendang-sendang tersebut punya kaitan sejarah satu sama lain.

Mungkin pula, karena kawasan Gunung Pucangan kurang tenar dibandingkan lereng Pawitra sehingga tak banyak yang mengetahui eksistensinya. Selain itu, Gunung Pucangan juga masuk dalam wilayah kekuasaan PERHUTANI Mojokerto, meski secara administratif masuk wilayah Jombang. Tak jarang memang, kawasan PERHUTANI melintas batas wilayah kota karena tapal batas area biasanya dibatasi oleh bentang alam.

Jombang dulunya merupakan wilayah Mojokerto yang kemudian ‘dimerdekakan’ untuk berdiri sebagai wilayah kabupaten sendiri. Tak heran bila kerancuan dan kebingungan itu muncul karena perbedaan batas kota di masa kini dan masa lalu yang sudah berbeda, berikut tapal batas bentangan alam yang melintas kawasan administrasi kota. Bisa jadi pula, karena pengelolaan hutannya dilakukan petugas dari Mojokerto, seakan lokasi insitu Prasasti Pucangan seperti menenggelamkan Jombang sebagai ‘pemilik’ asalnya.

Gunung Pucangan sendiri, ada di dekat wilayah yang dipercaya sebagai Wwatan Mas kala itu. Dikatakan, penetapan sima dalam Prasasti Pucangan ini juga memiliki faktor sebab bahwa Airlangga tak ingin berada jauh dari putrinya. Wwatan Mas sendiri, disinyalir masuk di kawasan Jombang bagian utara Brantas dan sekitarnya. Kini kawasan pertapaan Dewi Kilisuci masuk dalam Wisata Religi Gunung Pucangan itu secara administratif tergabung di wilayah Dusun Cupak, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang.

Jadi tak mengagetkan bila ada banyak prasasti peninggalan Airlangga ditemukan di Jombang dalam satu kawasan. Belum lagi bakalan prasasti, bahkan masih banyak kemungkinan tugu batu bertulis lainnya yang masih terkubur dan menunggu ditemukan. Ada Bakalan Prasasti di Ngusikan, Prasasti Sumber Gurit, Prasasti Katemas, Prasasti Garudamukha, Prasasti Kusambyan, dan Prasasti Pucangan yang sangat penting itu ternyata berasal dari Jombang BERIMAN. Masyakarakat Jombang jelas berbangga bahwa prasasti sepenting Pucangan berasal dari kawasannya.

Sayangnya, inskripsi yang luar biasa berharga itu kini tidak berada dalam kawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini disebabkan Prasasti Pucangan telah dibawa oleh penjajah Inggris dari gunung di tengah hutan Indonesia ke Negeri Taj Mahal, India. Semua berawal kala Letnan Gubernur Jendral Thomas Stanford Raffles mengepalai pemerintahan Kolonial Inggris di Batavia.

Tahun 1812, Raffles yang punya ketertarikan pada Sejarah Jawa dan budaya Negeri Zamrud Khatulistiwa ini menyerahkan hadiah untuk atasannya Lord Minto yang menjadi Gubernur Jendral Inggris selaku kepala East Indian Company di India. Selama pemerintahannya, Raffles memerintahkan Kolonel Colin Mackenzie, Kepala Zeni Pasukan Inggris untuk mengumpulkan benda budaya, manuskrip kuno, serta berbagai spesies tumbuhan dan hewan termasuk dua prasasti untuk diserahkan pada Lord Minto.

Dua prasasti berharga itu diboyong melalui pelabuhan Surabaya pada 1813 dan mengarungi lautan dengan berlayar menumpang kapal HMS Matilda menuju pelabuhan Kolkata, India. Sesampainya di India dua prasasti itu pun kemudian disimpan dan menjadi bagian rumah keluarga Minto di Kalkuta. Lord Minto sangat terkesan dengan dua kiriman batu besar bertulis dari pedalaman Pulau Jawa itu, hingga menganggapnya dapat menyaingi berharganya patung Peter Yang Agung di Saint Petersburg, Rusia.

Kala keluarga Minto pulang ke Harwick, Skotlandia, hanya Prasasti Sangguran dari Malang yang terbawa. Sedangkan Prasasti Pucangan tak turut serta diusung ke rumah baru. Kedua prasasti hadiah itu terbengkalai dan terasing dari tempat asalnya. Prasasti Sangguran telantar di halaman keluarga Minto di Roxburghshire, Inggris, sedangkan Prasasti Pucangan tetap tersandera di Musum Kolkata India. Tertinggal dan terlupakan. Karena berada dalam penguasaan Inggris begitu lama dan berada di Kalkuta India, Prasasti Pucangan pun lebih terkenal dengan sebutan Calcutta Stone.

Parahnya, di tengah sulitnya akses menuju prasasti di Kalkuta ini, pencarian informasi Prasasti Pucangan juga makin rancu karena adanya semacam batu marmer dari Kalkuta yang juga disebut Calcutta Stone. Sehingga bila ingin mencari informasi Prasasti Pucangan dengan menuliskan Calcutta Stone maka seringnya akan tersesat di penjelasan dan ilustrasi batu alam khas Kalkuta. Jadi, perlu menuliskan lengkap dengan menyebutkan Pucangan pula supaya tak terjerembab ke dalam informasi jual beli marmer India.

Foto dari Arlo Griffith saat berkunjung ke Museum Kalkuta India

Kondisi Prasasti Pucangan kini memprihatinkan meski menjadi bagian dari Museum Kalkuta. Batu Kolkata itu tak dipajang seperti layaknya benda berharga penuh sejarah. Terjebak di gudang lembab dengan iklim negara yang mirip dengan Indonesia. Permukaan Prasasti Pucangan pun tak terlindungi, dan hanya diangini oleh semilir baling-baling kipas yang berdiri di beberapa meter di hadapannya, bersama onggokan barang-barang lainnya yang entah statusnya.



Pihak negeri Bollywood agaknya tak terlihat punya pemahaman bahwa tugu batu bertulis itu sangat penting bagi Indonesia. Kondisinya makin lapuk dimakan usia, dan makin aus diselimuti jamur. Warnanya pun terlihat agak belang, mungkin karena faktor kelembaban udara di sekitarnya. Sudah lebih dari 200 tahun Prasasti Pucangan terpenjara begitu mengenaskan di India. Sebagai prasasti yang sangat bersejarah, terutama memuat riwayat hidup Raja Jawa yang sangat penting, Batu Kolkata sangat sia-sia diperlakukan seperti itu.

Memang, sudah berbagai upaya dilakukan namun belum mendapatkan hasil berarti. Melihat pentingnya prasasti ini untuk nusantara, maka harus ada sikap dari beragam elemen terkait yang masih peduli terhadap sejarah utamanya peradaban Jawa Timur untuk memulangkan Prasasti Pucangan, bahkan Prasasti Minto pula ke pangkuan bumi pertiwi. Gerakan memulangkan Prasasti Pucangan digaungkan, namun apakah pemerintah mau membantu diplomasi dan proses pemulangannya???

Prasasti Pucangan / Calcutta Stone
Museum Kalkuta India
insitu :
Lereng Pugawat,
Gunung Pucangan, Desa Cupak,
Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang



Matur nuwun untuk Mas Novi BMW tentang OJO Brandesnya berikut Bu Titi Surti sebagai pemilik file aslinya. Foto diambil dari berbagai sumber, masih menjadi mimpi untuk mengambil gambarnya langsung ke Kalkuta, India. Doakan terwujud.

Btw, Apriliya Oktavianti dari situsbudaya.id monggo kopas-kopas sepuas-puasnya ya. Nanti silakan pura-pura lupa cantumkan sumber seperti biasanya, 'kan ya??? Haseeek, hasek hasek haseeeekkk!!!

10 komentar:

  1. Luar biasa tulisannya mas. Kalau boleh saya nanya ya, spt kita tahu di banyak sumber haji wura wari itu dikatakan sekutu sriwijaya. Itu ada di prasasti pucangan atau hanya analisa saja ya kira2? Thanks sebelumnya

    BalasHapus
  2. Sudah jelas Sri Haji Wura Wari adalah raja bawahan dari Kerajaan Sriwijaya pada saat itu yang menjadi raja adalah putra dari Balaputradewa yang bernama Sri Cudamani Warmadewa, karena isteri Haji Wura Wari adalah putri dari Raja Sriwijaya yaitu Cudamani Warmadewa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sumbernya apa? Pralaya mdang itu thn berapa? Sri cudamani itu jadi raja thn berapa?... Kok bisa2nya bilang sudah jelas.

      Permusuhan antara mdang dan sriwijaya itu adalah hoax. Hanya interpretasi thd prasati tentang candi ratu boko. Interpretasi ini terbukti keliru. Silahkan baca2 lagi. Terutama prasasti wantil

      Hapus
  3. Prasasti Anjukladang, adalah bukti serangan dari Sriwijaya Raja Cudamani Warmadewa kepada Medang Kemulan Raja Sri Isana alias Raja Mpu Sendok, silahkan baca prasastinya di google....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anda harus biasakan untuk mbedakan mana kerajaan melayu mana kerajaan sriwijaya

      Hapus
  4. Prasasti Wantil alias Prasasti Siwagraha vs. Prasasti Pereng/Candi istana Ratu Boko (Rakai Kayuwangi agama Siwa vs. Rakai Walaing Mpu Kumbayoni agama Budha) Rakai/watak Walaing Mpu Kumbayoni dalam prasasti Pereng disebut "Cicit Rakai Halu Maharaja Samagrawira" ??? identik disebut "Wala Putra" ??? Tidak identik dengan Balaputradewa ke Sriwijaya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah di sini anda sudah faham. Bahwa walaputs tidak identik dengan balaputradewa, sang raja sriwijaya. Jadi di mana bukti kok anda bisa mengatakan bahwa sriwijaya musuh medang itu sudah jelas?

      Hapus
    2. Jadi, teori bahwa medang dan srieijaya bermusuhan itu dibangun berdasarkan orasasti wantil.

      Makanya semua perang medang melawan musuh dari luar selalu dikaitkan dgn sriwijaya. Salah satunya prasasti pucangan ini.

      Pdhl tdk ada satu kata pun isi prasasti menyebut sriwijaya.

      Di kemudian hari diketahui bahwa ternyata walaputra dan balaputradewa itu tdk sama. Alias orang berbeda.

      Dengan demikian teori bahwa medang dan sriwijaya adlh musuh otomatis runtuh.

      Maka, kata anda bahwa sudah jelas pralaya medang aa kaitanya dengan sriwijaya adalah ngaco.

      Hapus
  5. Anda itu kalau bicara sejarah harus pakai timeframe waktu yg jelas.
    Artikel ini membahas tentang oralaya medang. Itu ada angka tahunnya. Silahkan dibaca yg jelas.

    Dan memang disebutkan bahwa prasasti anjukladang diinterpretasi oleh casparis sebagai anugerah atas bantuan warga selama perang melawan musuh dari melayu. Ingat ya, melayu. Prasari tidak menyebut sriwijaya. Melayu dan sriwijaya adlh dua kerajaan yg berbeda

    BalasHapus
  6. Walaputra dlm prasasti wantil itu bukanlah balaputradewa. Itu udah lama diketahui. Bukunya banyak.

    Dia adlh anak bungsu rakaipikatan. Wala itu artinya bungsu.

    Jadi, kata walaputra bisa merujuk kepaa siapa pun yg berstatus bungsu.

    Balaputradewa adlh anak bungsu. Dia adlh adik dari raja medang. Jadi dia jadi raja sriwijaya, krn sriwijaya adlh wilayah medang. Bukan krn terusir.

    Raja2 sriwijaya yg masyur itu yg anda baca dlm sejarah adlh sebenarnya raja medang.

    Coba baca siapa iti daranindra. Siapa itu panangkaran.

    Jadi, pada masa itu, medang dan sriwijaya berada di bawah dinasti yg sama yaiu sailendra. Dan berpusat di medang.

    Baru seelah kematian pikatan lah, medang mengalami kemunduran karena diketahui setelah pikatan ada 2 orang yg mengaku sebagai maharaja jawa.

    Inilah yg diberitakan dlm wantil. Perang saudara di medang. Dan di siu disebutkanlah walaputra, yaitu putra bungsu pikatan. Yg krn jasanya ini mewarisi medang.

    Sebagai tambahan bukti. Dlm prasasti oeresmian borobudur diketahui bahwa oramodawardani adlh putri tunggal. Jadi dia tdk mempunyai kakak.

    Dengan demikian, teori bahwa balaputra terusir ke sriwijaya krn kalah perang melawan iparnya adalah salah. Krn dia bukan kakak oranodawedani. Tapi adlh pamannya. Balaputra adlh adik bungsu bapaknya pramodawardani. Krn dia anak bungsu maka namanya juga ada kata 'wala'.

    Maaf mungkin banyak typo soalnya ngetik fi hp layar kecil

    BalasHapus