Pendakian Anjasmoro memang tak
terlalu populer dengan rute gunung lain di Jawa Timur. Namun, diantara yang tak
populer itu, ada satu jalur yang paling dikenal dari Gunung Anjasmoro ini :
Puncak Cemorosewu via Carangwulung-Wonosalam. Lokasi start pendakian berada di Segunung
yang memiliki ketinggian 755 mdpl.
Pegunungan Anjasmoro bukan
merupakan gunung tunggal, melainkan sebuah gugusan pegunungan yang memilik
banyak puncak. Anjasmoro membentang dari Mojokerto, Jombang, Malang, Batu,
hingga Kediri yang mendapat bagian kakinya. Puncak Sejati berada di Malang,
sedangkan Puncak Anjasmoronya sendiri malah menempati posisi tertinggi ketiga.
Yang menarik, titik tertinggi di Mojokerto ada Puncak Kukusan dengan lekuknya yang
begitu ikonik. Sedangkan Jombang memiliki Puncak Cemorosewu sebagai titik terpopuler,
yang menjadi jalur pendakian paling ramai di antara seluruh track pendakian Anjasmoro.
Bentangan Gunung Gede |
Puncak Cemorosewu merupakan bagian
dari Gunung Gede yang merupakan bagian paling besar dari Pegunungan Anjasmoro.
Disebut Gunung Gede, karena begitu besarnya ukuran gunung ini yang bentangannya
besarnya masuk dalam wilayah Jombang. Meski besar dan memiliki banyak puncak,
namun menurut Peta Bakosurtanal, puncak tertinggi Gunung Gede yaitu Cemorosewu
hanya tercatat sebagai titik tertinggi keenam (1,866 mdpl) dari seluruh gugusan
pegunungan Anjasmoro. Cemorosewu bahkan masih kalah tinggi dengan Puncak
Argowayang (2197 mdpl) di Anjasmoro sisi selatan.
Tercatat setinggi
1,866 mdpl, Puncak Cemorosewu menyandang predikat sebagai track pendakian paling ramai dari seluruh kawasan Anjasmoro. Meski paling
ramai, saat weekend pun tak banyak yang mendaki di jalur ini. Jadi bisa
dibayangkan, yang paling ramai saja tak banyak yang mendaki saat weekend,
apalagi di jalur yang lain seperti Cangar, Nawangan apalagi Argowayang. Ini
disebabkan hanya jalur pendakian Cemorosewu-lah yang sudah resmi dibuka dan
aman untuk pendaki, sisa lainnya jalur perawan dengan medan liar yang luar
biasa ekstrim.
Nama Gunung Gede juga digunakan
sebagai sebutan di banyak gunung lain di Indonesia, seperti Gunung Gede
Pangrango, Gunung Gede Bogor, dan Gunung Gede Liman. Jadi jangan heran bila ada
banyak gunung yang menggunakan nama Gede dalam penyebutannya. Bisa jadi alasan
penyebutannya sama yaitu karena begitu besarnya ukuran bentangan gunungnya. Di sini,
Jombang menyumbang satu lagi nama Gunung Gede dari kawasan Anjasmoro.
Sekelompok penduduk Panglungan dan
Wonosalam mengklaim bahwa Gunung Anjasmoro hanya ada di kawasan Wonosalam, sedangkan
gunung-gunung lain yang bukan di Wonosalam bukan termasuk Anjasmoro. Padahal
gunung yang dimaksud adalah Gunung Gede yang menjadi bagian dari Gugusan
Pegunungan Anjasmoro. Memang bentangan Gunung Gede jadi yang paling besar,
namun daerah lain di sekitarnya sebenarnya juga masih merupakan bagian dari Gugusan
Pegunungan Anjasmoro (Lihat peta).
Beberapa orang yang mendengar kata
Cemoro Sewu mungkin akan rancu dengan namanya, karena memang nama Cemoro Sewu
sudah lebih dulu dikenal sebagai salah satu jalur pendakian Gunung Lawu di
Magetan. Jadi Jombang City Guide lebih memilih menyebut Puncak Gunung Gede
Anjasmoro ini sebagai Puncak Cemorosewu, tanpa spasi diantara kata Cemoro dan
Sewu sebagai pembeda dengan milik Gunung Lawu.
Dalam bahasa Jawa, cemoro berarti
cemara, sewu artinya seribu. Bila digabungkan, Cemorosewu artinya seribu cemara
meski sampai sekarang belum diketahui berapa tepatnya banyak pohon yang identik
dengan perayaan natal yang tumbuh di puncak Gunung Gede kawasan Pegunungan
Anjasmoro. Istilah sewu memang mengacu pada arti ‘banyak’ dalam Bahasa Jawa,
meski faktanya obyek yang disematkan nama sewu bahkan bisa berjumlah lebih dari
seribu.
Tampak Gunung Welirang mengepulkan asap |
Puncak Cemorosewu, demikian
disebutnya karena di pucuk gunung itu dipenuhi pohon cemara. Maka dari itu,
jangan heran saat tiba di puncak, pemandangan eksotisme Anjasmoro akan
terhalang banyak pohon cemara. Karena itu, pendaki harus menuruni sedikit jalur
yang ada di balik track pendakian untuk bisa mencapai Cemorosewu View untuk menyaksikan pemandangan terbaik
dari Puncak Kukusan dan Boklorobubuh.
Dua Puncak Paling Mempesona : Puncak Kukusan dan Sang Boklorobubuh |
Inilah istimewanya view dari
Cemorosewu, dimana dua puncak paling ikonik dari Pegunungan Anjasmoro ini
seakan berdansa menyajikan panorama cantik tiada duanya. Sayangnya, tantangan
pendaki tak melulu hanya terhalang pepohonan cemara, tapi juga faktor
keberuntungan berupa cuaca yang tak menentu dimana ancaman kabut awan yang
menyelimuti kawasan ini.
Kabut mulai merambat menutupi puncak |
Memang, Puncak Cemorosewu apalagi
Kukusan dikenal sering diselimuti awan. Jadi bila melakukan pendakian di sini,
sebaiknya banyak berdoa supaya saat tiba di puncak bisa mendapatkan momentum
yang sempurna untuk menyaksikan keindahan panoramanya.
Eh, nemu Kantong Semar! |
Hiking Bareng Gunung Bagging
Kali ini Jombang City Guide
berkesempatan menyajikan liputan pendakian hasil hiking bareng Gunung Bagging. Adalah
Daniel Patrick Quinn, seorang pecinta alam dari Negeri Ratu Elizabeth yang hobi
mendaki gunung. Dokumentasi pendakiannya bisa dilihat di GunungBagging.com,
dimana kali ini kunjungannya ke Anjasmoro melengkapi catatan pengembaraannya.
Pak Endon dan Mas Daniel Gunung Bagging |
Sudah lebih dari tujuh tahun
lamanya, Dan Quinn menjelajah banyak gunung di Indonesia dan Malaysia. Mas
Daniel, begitu Jombang City Guide dan kawan-kawan memanggilnya, menjadwalkan pendakian
ke Cemorosewu dan Puncak Semar. Foto-foto yang mempesona, catatan dan
dokumentasi di artikel ini juga banyak yang berasal dari GunungBagging.com.
Pendakian Anjasmoro via Cemorosewu
Bareng Gunung Bagging
Petualangan Mas Daniel Gunung
Bagging di Jombang dimulai dengan menumpang kereta api dari Jakarta ke Jombang
sepulang kerjanya sebagai tenaga pengajar. Perjalanan dari Jakarta ke Jombang
menggunakan kereta malam yang tak perlu dinyanyikan cukicaki cukicakicuk.
Bersama Mas Londho penggemar gamelan |
Mas Daniel tiba di Kota Santri saat
fajar. Setelah Mas Daniel menunggu Pak Endon untuk sholat subuh terlebih
dahulu, mereka pun berangkat ke Pos Kancil. Bersama Pak Endon Guide Argowayang
kebanggaan kita semua, Mas Daniel berboncengan sepeda motor menuju Segunung
melalui rute Candi Arimbi. Dari stasiun Jombang menuju Wonosalam lewat Candi
Arimbi ke pos perizinan di Segunung berjarak 39km ditempuh sekitar 1jam dengan
mengendarai sepeda motor.
Dari Candi Arimbi, lurus terus
menyusuri Jalan Rimbi hingga sampai Jalan Anjasmoro, sampai jalan bercabang
besar. Ambil jalur kiri menyusuri Jalan Arjuno, lurus hingga melewati pasar
buah Wonosalam. Setelah pasar buah, terdapat pertigaan kecil yang disebut Pertigaan
Sumber. Ambil jalur kanan menanjak, menyusuri Jalan Cemorosewu hingga bertemu
dengan De Durian Park. Dari wisata kebun durian pertama di Wonosalam itu lanjut
lurus ikuti jalan hingga sekitar 1km, maka akan sampai di Masjid Jabal Nur yang
dekat dengan pos perizinan.
Pendakian Anjasmoro via Cemorosewu diharuskan
mencapai Pos iKancil untuk starting point yang secara administrative ada di
Jalan Cemorosewu, Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam,
Kabupaten Jombang. Jadi bisa dikatakan pendakian Anjasmoro ini via
Carangwulung, atau via Segunung, atau via Wonosalam, karena akan mengacu pada
tempat yang sama.
Sesampainya di lokasi, matahari
mulai mengintip di balik bukit sembari Pak Endon memarkir kendaraan roda duanya
tak jauh dari Masjid Jabal Nur. Rupanya, Cak Kancil selaku penguasa wilayah sudah
menanti di pos starting point-nya sambil
sejenak menanti masakan Sang Istri siap untuk bekal pendakian.
Di dekat Masjid Jabal Nur, memang
ada Pos iKancil yang merupakan pos perizinan untuk jalur pendakian via
Cemorosewu. Pos iKancil ini dirintis oleh Cak Kancil dan kerap disebut Base
Camp Anjasmoro oleh para pendaki. Para pendaki diharuskan membayar Rp. 5000,-
per orang untuk administrasi perizinan pendakian, sedangkan Rp. 10.000 untuk
parkir sepeda motor. Biasanya dari pos ini akan disediakan seorang penduduk
lokal yang memandu pendakian dengan tarif sepantasnya, bila berkenan dipandu,
kalau enggak mau ya gak papa nanjak sendiri silakan, btw tracknya sudah ada kok.
Masjid Jabal Nur sendiri, bisa
dijadikan lokasi rehat sejenak sebelum memulai pendakian maupun menggelar
sholat safar sebelum melakukan perjalanan menuju puncak yang jelas bukan gemilang cahaya. Terdapat
pula warung di sekitar masjid yang menjual makanan pengganjal perut untuk bekal
logistik maupun camilan ringan selama pendakian.
Ketika semuanya siap, Pak Endon dan
Mas Daniel Gunung Bagging langsung beranjak dari lokasi untuk memulai
pendakian. Pendakian kolaborasi bareng Gunung Bagging kali ini dipandu langsung
oleh Cak Kancil dan seorang kawannya.
Berikut laporan pendakiannya :
Pos 1 – Pos Kancil – Start Point
(1150 mdpl)
Pos ini disebut juga pos awal atau
semacam starting point. Dari sini pemandangan masih didominasi semak belukar
dan berkisar kebun cengkeh dan kopi milik warga, termasuk pohon durian yang
menjadi kebanggaan Wonosalam. Sebagian ada kandang kambing dan sapi, jadi bisa
dipastikan aroma ngeri-ngeri sedap
menghiasi lintasan ini.
Tanjakannya begitu terjal, sehingga
disebut Tanjakan Mbok-Mbok. Tanjakan ini dinamai Mbok-Mbok bukan karena ada
banyak ibu-ibu (Mbok-Mbok) yang sering melaluinya atau ada sesosok emak-emak mistis
yang ‘menghiasi’ jalur ini. Sebutan ini muncul karena begitu curamnya sehingga
para pendaki harus menanjak begitu terjalnya sehingga akan keluar celetukan “Mbok…
Mbok… Mbok… Mbok… Mbok… Mbok… Mbok…”.
Bisa dibayangkan sendiri nadanya. Dalam
kultur orang Jawa memang sering terucap kata ‘Mbok-Mbok’ sebagai bentuk begitu
berat atau ngerinya obyek yang dikomentari. Dari pos 1 menanjak ke pos 2 butuh
waktu sekitar 30 menit.
Pos 2 – Pos Salwa / Pos
Lumpang (1220 mdpl)
Tanjakan Mbok-Mbok masih berlanjut
dan Pos 2 ada di tengah-tengahnya. Bedanya, pemandangan sudah lebih tinggi dari
sebelumnya sehingga panorama alam nan mempesona mulai kelihatan. Di Barat
terlihat Gunung Wilis, sedangkan di sebelah selatan terlihat Gunung Kelud yang
mempesona. Para pendaki bisa beristirahat sejenak di sebuah tempat sedikit rata
sambil melihat panorama pembuka yang mempesona ini.
Pos 3 – Pos Bambu – Pring Rusak
(1437 mdpl)
Sampai di Pos 3, para pendaki bisa
sedikit lega karena tanjakan terjal Mbok-Mbok tadi sudah terlewati. Banyak
lintah di titik ini saat musim hujan. Jadi memang disarankan mendaki kawasan
ini saat musim kemarau.
Sekitar 100 meter belok kiri dari
pos 3 terdapat mata air yang bisa digunakan para pendaki untuk minum. Di Titik
ini konon dulunya akan dibuat sebuah pondok di era kolonial Belanda, yang
mungkin akan dijadikan tempat istirahat atau pengintaian atau bakal
infrastruktur untuk pengairan. Mungkin pondok ini urung diselesaikan karena
Sang Penjajah sudah keduluan terusir dari Bumi Pertiwi.
Pos 4
Perjalanan masih 1jam lagi untuk
sampai di puncak Cemorosewu dengan medan yang masih menanjak namun tak seterjal
tanjakan Mbok-Mbok yang fenomenal dari pos sebelumnya. Para pendaki biasanya
sudah heboh di tanjakan ini karena pemandangan yang memukau sudah mulai
memperlihatkan diri. Panorama yang mempesona, terlihat punggungan gunung yang
berlekuk-lekuk indahnya. Puncak berbatu Gunung Kelud juga terlihat menyembul dari
kejauhan.
Puncak Bayangan (1733 mdpl)
Di tengah perjalanan antara pos 4
dan puncak Cemorosewu, terdapat Puncak Bayangan yang berjarak sekitar 20-30
menit menanjak. Karena itulah pos ini disebut Puncak Bayangan karena dari sini
sudah tersaji view pemandangan yang hampir sama dengan di Puncak Cemorosewu.
Lokasinya juga cukup strategis untuk mengambil gambar, tapi belum mencapai
klimaks. Ini disebabkan pendaki belum bisa melihat Puncak Semar karena masih
terhalang bukit yang harus didaki sekitar 20-30menit lagi.
Gunung Kelud di belakang |
Puncak Cemorosewu (1866 mdpl)
Sampai di Puncak Cemorosewu, sudah ada plakat penanda puncak gunung. Tertulis Puncak Cemorosewu 2282 mdpl. Penulisan 2282 ini dirasa kurang tepat, karena alat ukur ketinggian mencatat Cemorosewu tak sampai di angka itu. Jadi, abaikan tulisan ketinggian 2282 mdpl,
karena Puncak Cemorosewu hanya sekitar 1866 mdpl.
Bisa jadi pembuat pertamanya menulis angka itu karena mengacu pada puncak sejati dengan ketinggian yang terdekat, namun ternyata salah kira dan tetap berjalan dengan menempuh jalur ke Cemorosewu.
Tentunya dari sini bisa
terlihat bahwa Puncak Kukusan jelas lebih tinggi dari titik ini, padahal Puncak
Kukusan hanya setinggi 2230 mdpl. Entah darimana pengukuran itu berasal, yang
jelas tulisan ketinggian itu cukup menyesatkan para pendaki.
Cemorosewu yang penuh cemara |
Terdapat juga puing-puing logam
berkarat yang merupakan sisa kecelakaan pesawat di tahun 1964. Kecelakaan nahas
itu terjadi di Wonosalam yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat.
Penduduk setempat menduga bahwa kecelakaan itu disebabkan adanya gangguan
sinyal maupun gangguan suara akibat suara gamelan mistis yang kisahnya
melegenda di kawasan Lereng Anjasmoro.
Puing-puing kecelakaan pesawat |
Terdapat dua batu di bawah sebuah
plakat, yang kata penduduk setempat sebenarnya merupakan makam seorang bayi
yang menjadi korban kecelakaan pesawat yang terjadi di Wonosalam tahun 1964 lampau.
Benar-tidaknya kabar ini yang jelas Cak Kancil tak berkomentar apapun tentang
dia batu tersebut. Atau bisa jadi tak bilang supaya para pendaki tak
ketakutan? Hehhehehehe…
Di tengah kedua batu itu |
Sesaat setelah tiba di puncak, Cak
Kancil pun menggelar bekal yang sudah dimasak oleh istrinya untuk sarapan
bersama-sama tim kecil yang sedang melakukan pendakian hari itu. Menu sederhana
nasi bungkus menjadi andalan sambil rehat sejenak menikmati suasana puncak
sembari mengambil gambar.
Istirahat dulu |
Bersama kawan Cak Kancil |
Pak Endon membawa kompor kecil untuk memasak mie instan dan Cak Kancil mempersiapkan makanan yang lain. Mas Daniel yang hari itu menggunakan kemeja batik
juga berkenan menikmati bekal bermenu Indonesia yang disajikan. Waaah londho makan nasi bungkus! Hehhehehehe…
Bekal |
Tak banyak yang bisa dilihat di
Puncak ini karena sesuai namanya, Cemorosewu dipenuhi pohon cemara sehingga
pemandangan mempesona terhalang pepohonan. Para pendaki harus menuruni bukit
lagi yang ada di balik jalur pendakian sekitar 20 menit untuk ke Cemorosewu
View demi mendapatkan panorama eksotisme Anjasmoro tanpa sensor pohon cemara.
Sensor Cemara |
Selama menuruni bukit, terdapat
batu berlapis yang strukturnya mirip dengan yang ada di Air Terjun Selo Lapis.
Karena bentuknya yang terlihat berlapis-lapis, maka disebut Watu Lapis. Menurut
legenda setempat, batu berlapis ini diduga merupakan tempat pertapaan Putri
Jempo.
Putri Jempo yang dimaksud ini masih misteri, belum didapat informasi
lebih lanjut mengenai sosoknya. Entah Putri Jempo, atau sekedar beda penyebutan
nama mengingat sekilas namanya mirip dengan Putri Cempo / Putri Campa yang
sering disebut-sebut dalam sejarah Majapahit dan Jawa Timuran.
Cemorosewu View
Sesampainya di Cemorosewu View yang
merupakan spot terbaik untuk menyaksikan keindahan Gugusan Pegunungan Anjasmoro
dari sisi Cemorosewu. Para pendaki yang sudah sampai di titik ini akan bisa
menyaksikan panorama eksotis yang menampilkan lekuk Gunung Kukusan di seberang,
bersamaan dengan Sang Boklorobubuh. Idealnya, saat dhuha sekitar pukul 08.00 hingga
09.00 pagi adalah saat yang paling tepat berada di sini. Jadi bisa dihitung
kapan berangkat nanjak untuk tiba di titik ini.
Yang jelas dari Puncak Cemorosewu
sebenarnya ada jalur menuju Puncak Kukusan. Rute yang dilalui memang terlihat
dekat, namun medan terjal dan bergelombang, termasuk hutan perawan yang hampir
tak pernah terjamah tangan manusia.
Gunung besar ini namanya apa? |
Masih belum diketahui pula setiap
nama puncak-puncak Gunung Gede yang tampak dari Cemorosewu. Di peta tampak
ditandai nama-nama Gunung tersebut, namun saat berada di Puncak Cemorosewu,
mungkin akan kebingungan dengan begitu banyaknya puncak dan punggungan gunung
terlihat bercabang-cabang begitu indahnya.
Sudah bingung saking terpesonanya |
Puncak Kukusan sendiri memiliki
bentuk yang begitu lancip, lebih runcing dari Gunung Gur-Gur di Gugusan
Argopuro di Bondowoso. Puncak ikonik ini terlihat dari Gunung Butak, Gunung
Penanggungan, dan Gunung Welirang, termasuk juga dari Lereng Anjasmoro sisi
selatan di Tapak Bunder. Bentuknya bisa berbeda-beda, tergantung dari sisi mana
kita melihatnya.
Kukusan dan Boklorobubuh di depan Welirang berasap putih |
Di belakang Sang Boklorobubuh,
tampak Gunung Welirang yang mengeluarkan asap putih. Selain itu, tampak juga
dari kejauhan menyembul di atas awan, Gunung Kelud di bagian barat yang masuk
wilayah Kediri. Lebih jauh lagi ke barat juga tampak Gunung Wilis (yang tampak
saat pendakian), bahkan Gunung Lawu. Sayangnya, Gunung Penanggungan tak
terlihat karena terhalang kompleks Gunung Welirang-Arjuno dari sisi ini.
Menariknya dari sisi Cemorosewu
View, Gunung Kukusan yang menjadi spot paling ikonik dari Pegunungan Anjasmoro
ini tak lagi terlihat berbentuk seperti kemukus. Itulah mengapa, sebutan Gunung
Kukusan ini sering berubah nama di lokasi yang berbeda. Perubahan nama dan
perbedaan penyebutan ini disebabkan adanya perbedaan lekuk yang disaksikan oleh
penduduk setempat.
Dari Panglungan, Gunung Kukusan
tampak seperti tutup kukusan yang runcing sempurna sehingga disebut Gunung
Kemukus atau Gunung Kukusan. Dari Nawangan, puncak ini tak terlihat seunik di
Panglungan, meski bentuknya yang runcing tetap terlihat, namun punggungan
gunungnya yang ekstrim lebih mempesona para pendaki. Jalur Nawangan ini jugalah
yang paling realistis untuk mencapai Puncak Kukusan.
Sedangkan Rejosari, menyebut Puncak
Kukusan sebagai Boklorobubuh karena bentuknya yang unik dan lancip, meski tak
lagi berbentuk kukusan. Entah darimana penamaan ini berasal, yang jelas nama
Boklorobubuh juga menjadi salah satu tokoh penting yang menjadi bagian dari
Legenda Joko Mujung yang kisahnya beredar dengan beragam versi di kawasan
Lereng Anjasmoro.
Para perintis pendakian di Rejosari
sering menyebutnya dengan Puncak Piramid karena panorama dari kawasan itu, bentuk puncaknya memiliki lekuk
sedikit limas mirip dengan peninggalan Mesir Kuno. Weleh-weleh, jangan bilang nanti dikira peninggalan Firaun ya! Sayangnya, penyebutan ini seringnya
menyesatkan pendaki lokal yang kemudian lebih sering mengakibatkan kerancuan
nama. Akhirnya banyak muncul nama-nama lokasi yang berdasarkan julukan, yang
kemudian mengaburkan nama asli area terkait. Jangan dilanjutkan ya.
Intinya, sebagai puncak yang terlihat
paling ikonik, Puncak Kukusan memang punya bentuk yang tak biasa. Puncak inilah
yang paling memorable di kalangan pendaki, dimana mereka biasanya selalu
memimpikan untuk mencapainya.
Sayangnya, sementara ini belum ada jalur pendakian resmi menuju ke sana akibat medannya begitu ekstrim. Gunung Piramid di Bondowoso? Oh, tak ada apa-apanya. Meski
demikian, ada segelintir manusia luar biasa dari kalangan penjelajah lokal yang
sering mengunjungi Puncak Kukusan hanya karena kecintaannya terhadap kemegahan
alam pegunungan dan kawasan Anjasmoro khususnya. Mereka semua monster 👍.
Setelah dirasa cukup, rombongan
kecil hari itu langsung turun gunung. Jalur menurun jelas lebih mudah dan
memakan waktu lebih cepat. Mas Daniel kemudian segera melanjutkan perjalanan ke
pendakian Anjasmoro sisi Blentreng untuk mencapai Puncak Semar. Selama
Pendakian di Anjasmoro, hal yang menarik yang disampaikan Mas Daniel adalah
berkesempatan melihat Burung Rangkong, yang merupakan burung eksotis kebanggaan
kawasan ini.
Pendakian Cemorosewu ini dirintis
oleh Cak Kancil yang membuka jalur pendakian Anjasmoro via Carangwulung sejak 1993. Pria yang pernah menempuh pendidikan di UNDAR ini yang menjadikan dunia pendakian
regional Jombang lebih bergairah. Sebagai perintis pendakian, Cak Kancil juga
tinggal di dekat pos awal pendakian. Fisik yang prima, sangat bugar, pribadi
yang ramah, penguasaan medan dan pengetahuannya yang mendalam tentang
kawasannya juga menjadikannya bisa menjadi pemandu yang sangat
direkomendasikan.
Umumnya bagi pendaki lokal dan
pemula, track Cemorosewu biasa ditempuh sekitar lima hingga enam jam. Kali ini
nuansa Kaukasus nan profesional menjadikan suasana sedikit berbeda. Jalur
pendakian Cemorosewu ini kemudian bisa ditempuh hanya dengan waktu 3,5jam saja.
Semua berkat fisik prima Mas Daniel sebagai pendaki tangguh, serta Cak Kancil
yang bugar dan sangat menguasai medan.
Pak Endon, Cak Kancil dan Mas Daniel |
Dalam pendakiannya di Cemorosewu,
Mas Daniel begitu terkesan dengan keramahan dan eksotisme panorama yang
disajikan Cemorosewu. Momentumnya begitu sempurna ketika sampai di puncak yang
bukan gemilang cahaya dengan menyaksikan pesona bentangan lekuk-lekuk cantik
Anjasmoro dalam cuaca yang begitu cerah. Panorama makin memukau dengan bingkai
langit biru dan puncak gunung di atas awan.
Pendakian Anjasmoro via Cemorosewu
sebaiknya dilakukan pagi buta, jadi asumsinya setelah sholat subuh langsung
berangkat hiking. Beberapa pendaki bahkan berniat berburu sunrise dengan
mendirikan tenda di dekat puncak. Diharapkan para pendaki bisa berangkat sepagi
mungkin, sehingga ketika tiba di Puncak bisa mendapatkan momentum yang pas
ketika langit cerah. Ini disebabkan, view Cemorosewu yang paling ideal saat
matahari terbit.
Selain itu, biasanya cuaca cerah
didapat saat pagi hari dimana puncak Cemorosewu berada di atas awan. Biasanya,
selimut awan akan datang saat menjelang siang, sehingga panorama terindah
gugusan Pegunungan Anjasmoro dapat terlihat sepenuhnya saat pagi tanpa tertutup
kabut di tengah hari.
Kabut awan mulai menyelimuti kawasan |
Bisa jadi saat berada di puncak,
langit terlihat cerah. Berselang sekitar 10 menit kabut pun datang menyelimuti
puncak gunung sehingga menghalangi pandangan. Jadi harus pintar-pintar
memanfaatkan waktu saat momentumnya pas untuk mengambil gambar. Tergantung
amal dan perbuatan juga sih. hehehhe… Jadi banyaklah berdoa supaya
beruntung mendapatkan momentum sempurna saat berada di puncak Cemorosewu.
Berkat jalur pendakian via Carangwulung
ini, Gunung Anjasmoro jadi lebih dikenal di kalangan pendaki, terutama untuk
pemula yang ingin melakukan pendakian jarak dekat dengan medan ringan yang bisa
ditempuh dalam satu hari pulang pergi plus mampir rehat di Wonosalam.
Cak Kancil |
Pendakian Cemorosewu cukup menarik
untuk disarankan bagi para pendaki pemula atau pendaki professional yang ingin
melakukan hiking ringan. Selain track yang sudah tersedia, juga medan yang tak
terlalu terjal sehingga tak terlalu sulit untuk mencapai puncaknya. Biasanya,
Pendakian Cemorosewu makan waktu 6 jam untuk pemula, dan bisa 3-4 jam untuk
yang berfisik prima.
Dengan adanya jalur pendakian
Cemorosewu ini, para pendaki dalam dan luar kota jadi punya pilihan tambahan
gunung yang bisa didaki. Pendaki luar kota bisa menambah daftar penaklukannya
dengan nama yang tak terlalu populer untuk didaki, tapi juga jadi alternatif
gunung yang dituju saat jalur pendakian lain begitu padatnya seperti pasar
tumpah. Pendaki dalam kota tak perlu jauh-jauh melakukan pendakian gunung yang
ada di kota sebelah, sehingga bisa jadi pilihan untuk menaklukkan gunung di
kota sendiri sebelum mendaki ke gunung kota lain.
Pendakian
Anjasmoro via Cemorosewu
+
Bersama Gunung Bagging +
Pos Kancil – Base Camp Anjasmoro
Jalan Cemorosewu
Dusun Segunung, Desa Carangwulung
Kecamatan Wonosalam, Kabupaten
Jombang
Cak Kancil : 082 337 5353 42
Mas Daniel : www.gunungbagging.com/anjasmoro
Pak Endon – Guide Argowayang - 0852 5900 5057
Tidak ada komentar:
Posting Komentar