Selasa, 06 November 2018

Nasi Bumbung : Sensasi Kuliner Khas Hutan Belantara


Berbeda dengan nasi pada umumnya, nasi bumbung dimasak menggunakan batang bambu sehingga memunculkan wangi yang khas dan aromanya dijamin menambah selera makan. Kuliner unik nan langka ini bisa dijumpai di Kawasan Wisata Coban Selo Lapis Dusun Mendiro, Panglungan Wonosalam Jombang.

Dibakar di atas api yang membara

Ide memasak dengan bumbung atau batang bambu ini awalnya muncul dari kebiasaan warga yang bekerja dengan menjelajah hutan. Banyak warga yang mencari jamur, madu, kayu dan aneka kekayaan alam di hutan sehingga membuat mereka kadang harus bermalam di hutan untuk beberapa waktu. Karena sering tidak pulang, warga selalu membawa bekal berupa beras, lauk dan peralatan seadanya untuk menyambung hidup di tengah hutan. Warga mendiro sudah terbiasa dengan lauk seadanya, misalnya sayur lalapan dan jamur yang didapat dari gunung.



Konon, nasi bumbung ini dibuat nenek moyang ketika merasa lapar saat penjelajahannya. Berhubung ada banyak bambu di tengah hutan yang bisa digunakan sekaligus memiliki ruang di tengah ruasnya, akhirnya ide mengisinya dengan beras pun tercipta. Menanak nasi di dalam batang bambu pun akhirnya menjadi kebiasaan para penjelajah hutan setempat.

Penampilannya sama, tapi aromanya jelas beda

Dari penampilannya, nasi bumbung sama dengan nasi pada umumnya. Yang membuat berbeda adalah cara pengolahannya. Nasi Bumbung adalah nasi yang dimasak dengan bambu, jadi batang bambu itulah yang digunakan sebagai ‘rice cooker’ untuk menanak nasi.  Jadi prosesi ini semacam  menanak nasi dengan media alam nan tradisional.

Membakar Nasi Bambu Bakar

Mirip dengan nasi bakar, namun media pelapisnya bukan daun pisang tetapi dengan bambu. Selama ini jenis makanan yang kita kenal dan dimasak dengan bambu adalah kue putu yang terbuat dari beras ketan. Jadi nasi bumbung seakan merupakan bentuk jumbo dari kue putu, tetapi dalam versi berasnya. Tak heran, saat menyantap nasi bumbung, muncul aroma yang mirip dengan wangi yang kita rasakan saat menyantap kue putu.

Proses Membuat Nasi Bumbung

Bumbung berasal dari Bahasa Jawa yang artinya bambu. Bambu yang digunakan harus bambu pilihan yang pas usianya, tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua. Batang bambu yang digunakan sebaiknya batang yang besar sehingga muat dipakai menampung nasi yang banyak. Biasanya, seruas bambu nasi bumbung ukuran standar bisa dihidangkan untuk lima orang. Umumnya bambu yang digunakan adalah bambu petung atau bambu betung yang merupakan spesies bambu raksasa dengan diameter lebih dari 6 cm dan panjang lebih dari 12 cm.

Bambu dilubangi dan beras dimasukkan

Cara memasak nasi bumbung sangat sederhana tapi unik dan melewati fase yang agak panjang dan terkesan masih sangat tradisional. Mula-mula, seruas batang bambu dilubangi dan dibersihkan, kemudian dimasukkan beras sepertiga bagian ruas ke dalamnya. Setelah itu air dan beras secukupnya dituangkan ke dalam lubang yang sebelumnya telah dibuat di batang bambu. Bambu kemudian ditutup ulang dan diletakkan melintang di penyangga. Bambu pun dibakar diatas bara api yang dinyalakan di bawahnya.

Butuh sekitar satu jam supaya nasi matang

Seluruh proses pembuatan nasi bumbung diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu jam. Sembari menunggu nasinya matang, saatnya menyiapkan aneka lauk dan sayuran sebagai pelengkap sajian seperti ikan asin, tahu tempe goreng, urap-urap dan sayur kangkung. Tak lupa sambal seret disiapkan.

Bambu dibelah

Bambu diangkat, kemudian dibelah untuk mengeluarkan nasi yang ada di dalam ruas bambu. Tetapi sebelum dipecah, bambu terlebih dahulu dibersihkan arang sisa pembakarannya. Setelah satu jam proses ‘menanak’ nasi di batang bambu, nasi bumbung siap disajikan. Hasil kukusan tersebut memberikan aroma yang khas dengan nasi yang pulen nan hangat menggoda.

Lauk ditambahkan

Sebagai sajian khas tengah hutan belantara, cara menyantapnya hidangan tradisional ini pun unik, yaitu disajikan tanpa piring. Sebagai gantinya, daun pisang segar nan lebar digelar dan ditata memanjang menjadi alas makan bersama.. Nasi bumbung yang sudah matang diletakkan di atas daun. Di atas nasi, dibubuhkan aneka lauk dan sambal seret. Lalu para hadirin mengelilingi hidangan dan makan bersama.

Menggelar daun pisang

Istilah makan bersama ini sering disebut dengan purakan, dan menciptakan kebersamaan dan mempererat rasa kekeluargaan. Ada pula yang menyebutnya Sego Gropyokan atau Sego Royokan, karena makan dalam satu alas bersama-sama. Makan bersama-sama dengan alas daun pisang memanjang ini kerap disebut Mayoran oleh golongan santri, karena kegiatan santap-menyantap cara ini sering dilakukan di dalam pesantren.

Mayoran

Santapan ini paling cocok dimakan dengan sambal seret. Sambal seret adalah sambal kemiri yang biasa dilengkapi dengan lalapan daun singkong. Entah mengapa dinamai sambal seret, bisa jadi karena diramu di dalam hutan dengan peralatan seadanya sehingga mungkin terasa agak seret. Tapi tentunya tidak akan mengurangi kenikmatan menyantapnya. Resep sambel seret banyak tersedia di menu masakan online, tinggal ketikkan sambal kemiri maka akan banyak alternatif variasi yang bisa dipilih.

Sambel Seret

Kemiri juga yang menjadi elemen utama sambal seret, karena Dusun Mendiro memang banyak ditumbuhi kemiri. Kemiri pun kini menjadi identitas baru Mendiro. Selain sebagai tumbuhan warisan kearifan lokal, penggerak kelestarian lingkungan ECOTON dan Padepokan Wonosalam Lestari memang sedang gencar-gencarnya melakukan penanaman kemiri. Karena tanaman ini adalah salah satu tumbuhan yang banyak menyimpan air sehingga baik untuk resapan air dan memunculkan mata air.

Bambu Betung

Prosesi

Kuliner ini sudah jarang ditemui di masyarakat karena berkembangnya teknologi yang mendukung dunia kuliner. Selain itu, sajian dengan cara masak yang unik ini pun juga makin jarang karena repotnya prosesnya, serta populasi hutan bambu yang makin menipis akibat pembukaan lahan dan penggunaan batangnya untuk bahan bangunan dan kerajinan.


Tak banyak restoran yang menjual nasi yang dibakar di dalam batang bambu ini. Berangkat dari eksotisme itu, para pecinta kuliner kini membuat kreasi nasi bambu yang kembali dipopulerkan beberapa restoran di ibukota. Gaya pembuatannya bisa berbeda-beda, meski tetap dengan pakem memasak nasi dalam batang bambu.


Misalnya nasi bumbungnya diolah mirip nasi bakar, yaitu dimasak bersamaan dengan berbagai bumbu, baru dimasukkan ke dalam seruas batang bambu. Kadang juga ada variasi dengan membalut nasi yang sudah dibumbui dengan janur kuning sebelum dimasukkan ke dalam batang bambu.


Awalnya beras dimasak sampai setengah matang, lalu dicampur dengan potongan daun kemangi, wortel, sawi, telur, sosis, atau ikan asin dan tak lupa dibubuhi daun bawang serta dibungkus daun nyiur. Bungkusan mirip nasi bakar itu kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu, lalu dibakar. Cara menyantapnya lebih praktis, tinggal menarik ujung daun nyiur yang sengaja ditata sedemikian rupa sehingga penyantapnya mudah menariknya ketika akan memakannya.


Beberapa kuliner nusantara juga memiliki variasi dalam pembuatan nasi bambu bakar ini. Entah dari bumbunya, cara masaknya, bahkan prosesi pembakarannya seperti ditata berdiri, bukan telentang. Meski tak banyak, namun  pilihan kembali pada selera para penikmat kuliner sendiri.


Menu nasi bumbung dibanderol super murah di kawasan Air Terjun Selo Lapis. Hanya Rp.8000 rupiah per porsi kita bisa menikmati sensasi kuliner tradisional yang unik nan langka. Meski sudah dilipiut televisi nasional, sayang seribu sayang kuliner khas tengah hutan ini tak lagi dijajakan di warung-warung kawasan Coban Selo Lapis karena sepinya permintaan dan wisatawan. Warung-warung itu pun kini kukut, bisa jadi karena belum banyak yang mengetahui eksistensi kuliner unik ini.


Di Mendiro, nasi bumbung warisan nenek moyang ini nyaris punah. Agar tidak punah, Nasi Bumbung kini dihidupkan lagi oleh para pemuda penggerak wisata desa Mendiro sebagai bentuk kecintaan terhadap warisan leluhurnya. Sajian kuliner unik ini kini dimasukkan dalam satu paket wisata di Coban Selo Lapis sebagai salah satu daya tarik pariwisata sehingga diharapkan bisa kembali menaikkan pamornya serta menggoda para wisatawan untuk mencicipinya.



Satu-satunya cara untuk menikmati kuliner nasi bambu bakar ini hanya dengan memesan jauh-jauh sebelumnya pada Mas Udin Sewu Siji yang merupakan salah satu personel pemuda penggerak pariwisata Wonosalam regional Panglungan dan pemilik wisata Gowes Motor. Mas Udin sendiri, sehari-hari bekerja sebagai teknisi di bengkel rosok miliknya yang tak jauh dari tikungan Pucak Sigolo-Golo. Nantinya Mas Udin sendirilah yang akan mencari bambu betung terbaik di hutan untuk dijadikan wadah untuk prosesi memasak nasi bumbung khas mendiro.

Mas Udin Sewu Siji

Wisatawan yang penasaran dengan sensasi kuliner nasi bambu bakar ini, bisa merequest lauk apa yang akan melengkapi sajian nasi bumbung kebanggaan warga Dusun Mendiro ini. Bisa sederhana seperti kebiasaan setempat, bisa agak mewah seperti lauk ayam atau ikan. Semua tinggal mengorder langsung ke Mas Udin Sewu Siji. Tentunya, order harus dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya untuk memberikan kesempatan Mas Udin berbelanja dan menyiapkan segalanya.


Kebetulan, sebuah kegiatan yang digelar Explore Wonosalam baru saja diselenggarakan. Acara berupa open trip yang berisi jelajah hutan bersama menuju Air Terjun Sekar Pundak Sari yang berada di tengah rimba Wonosalam dilengkapi dengan makan Nasi Bumbung bersama.


Menyantap nasi bumbung di tengah hutan seperti yang dilakukan Explore Wonosalam adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan dan pastinya menimbulkan candu dan rindu untuk menikmatinya lagi. Sedangkan yang belum sempat menikmatinya, pasti ngiler dan ingin segera mencicipinya.


Kuliner ini lebih lezat disajikan dengan lauk sederhana karena harum bambu menghasilkan aroma yang tidak pasaran sehingga menciptakan citarasa yang berbeda dan menambah selera makan. Makin sederhana, sensasi kuliner khas hutan belantara makin nikmat. Terlebih lagi disantap setelah melakukan penjelajahan hutan, menyaksikan keindahan Lereng Anjasmoro.


Meski demikian, para penggila nasi bumbung yang mungkin ingin menyantap menu yang tidak sederhana bisa tetap menikmati variasi lauk lain seperti ikan, ayam, bebek, cumi, lele, telur atau bahkan udang. Tapi mungkin perlu upaya lebih banyak untuk menyiapkannya, waktu lebih lama untuk meramunya, lebih repot memasaknya, dan sumber daya yang lebih banyak untuk mengalokasikannya.


Nasi bumbung sambal seret dan teh basil adalah santapan khas destinasi Coban Selo Lapis dan kini menjadi kuliner andalan warga Mendiro. Bersanding dengan Teh Basil, Nasi Jagung, Kolak Ketan Durian dan Sambal Durian sebagai sajian khas Lereng Anjasmoro, Nasi Bumbung menjadi daya tarik kuliner tambahan yang memikat para wisatawan yang bertandang ke Wonosalam .


Kuliner yang sudah menjadi tradisi turun temurun warga Mendiro sangat pas disantap di hawa sejuk khas pegunungan anjasmoro. Tak jauh dari Mendiro, juga ada Sungai Boro yang jernih dan Gua Sigolo-Golo beserta Bulu View-nya yang eksotis. Selain Nasi Bumbung, wisatawan bisa menikmati pemandangan indah ala Good View, indahnya air terjun selo lapis dan menjelajah Bukit Selo Ringgit. Meskipun dengan lauk seadanya, wisatawan yang menikmati sensasi kuliner nasi yang dibakar di dalam bambu ini tetap bisa menikmatinya. Candu dan rindu…


Nasi Bumbung Khas Mendiro
Dusun Mendiro, Desa Panglungan
Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang
Pemesanan Nasi Bambu Bakar :
Mas Udin Sewu Siji - 082331447658



Tidak ada komentar:

Posting Komentar